10

4.6K 417 119
                                    

"Ya setidaknya kamu keterima di salah satu pilihan PTN, dari pada nggak kan?" Kata Edgar sambil meminum teh hangat. "Ya tapi masih nyesek aja, saya udah berusaha. Pulang sekolah langsung ke tempat les terus pulang-pulang malam. Eh pas seleksi saya lagi sakit. Dan dua hari setelah seleksi saya langsung dilariin ke rumah sakit gara-gara Demam berdarah." Ucap Dewi sedikit kesal.

"Saya juga pernah demam berdarah," kata Edgar sambil mengingat saat dulu ia terkena demam beradarah. Dulu saat ia berada di rumah sakit, ia mulai meyatakan ketertarikannya pada Ara langsung. "Kapan pak?" Edgar terdiam sejenak lalu menatap Dewi lagi yang sedang sibuk mengunyah makanannya. "Waktu saya masih jadi karyawan kantoran." Dewi mengangguk mengerti.

"Pak makasih ya." Kata Dewi sambil tersenyum manis. "Oh santai aja." Edgar tersenyum manis juga. "Ternyata bapak orangnya asik buat sharing pengalaman dan ngerti." Kata Dewi sambil meminum teh hangatnya. "Kamu juga asik kalau diajak diskusi. Nanti kapan-kapan bisa kita ngobrol kayak gini lagi?" Tanya Edgar sambil menatap Dewi dalam. Dan terntu saja Dewi mengangguk sambil tersenyum.

"Ya udah kita pulang?" Tanya Edgar setelah mencuci tangannya. "Iya." Edgar berjalan kearah kasir dulu sebentar untuk mengambil pesanannya dan membayarnya. "Tapi saya nggak pesan tumis kangkung." Kata Edgar saat menatap satu bungkus tumis kangkung yang berada di kantong plastiknya. "Itu buat Neng Ara. Anggap aja bonus, neng Ara sama mas Gio udah kayak keluarga saya sendiri." Kata Suyanto - pemilik rumah makan itu, lalu Edgar berterima kasih dan membayar makanannya.

Edgar mulai menaiki motornya dan tanpa diberitahu dua kali Dewi menaiki motornya dengan menumpukan tangannya di bahu Edgar. Edgar mulai melajukan motornya ke rumah Dewi, lumayan jauh dari tukang pecel lele langganannya. Tapi tak apa, setidaknya ia bisa mengurangi potensi hal yang negatif kalau Dewi pulang bersamanya.

"Makasih ya pak." Kata Dewi sambil memberi helm hitam itu kepada Edgar. "Sama-sama." Edgar tersenyum lalu menyalakan motornya lagi.

"Pak."

"Hm?"

"Good night." Edgar menatap Dewi yang terlihat malu itu. Kenapa Dewi harus malu? Edgar tersenyum. "Good Night too. Sleep tight." Sahut Edgar.

*

Suara ketukan pintu membuat Ara yang sedang menonton Televisi langsung berjalan mendekat ke arah pintu. "Mas?" Ara langsung mencium tangan Edgar sambil tersenyum. Edgar sudah membawa satu kantong plastik yang Ara yakini adalah pecel lele buatan pak Suyanto yang telah ia kenal lama. "Ra, maaf ya pecel lelenya udah dingin." Kata Edgar.

"Nggak apa-apa santai aja." Kata Ara.

"Dapat bonus tumis kangkung Ra. Katanya buat kamu." Kata Edgar sambil mengedorkan dasinya. Edgar langsung berjalan kearah sofa depan televisi untuk menggendong Elvano yang sedang asik menonton Tenis.

"Anak Dada suka nonton Tenis ya?" Edgar langsung memangku Elvano dan ikut menonton Tenis sedangkan Ara langsung pergi ke dapur untuk makan. "Mas kok pecel lelenya cuman satu? Mas nggak makan?" Tanya Ara bingung.

"Mas udah makan disana Ra." Ara terdiam, dia pikir ia akan makan bersama dengan Edgar ternyata pria itu sudah makan terlebih dahulu. Ara menghela napasnya lalu menatap Edgar dan Elvano di ruang tengah yang asik menonton siaran televisi itu.

Mereka berdua tertawa dan berteriak bersama ketika salah satu pemain mendapatkan skornya. Andai saja setiap hari ia bisa mendengarkan suara-suara seperti ini bergema di rumahnya.

*

Edgar hari ini akan melakukan rutinitasnya berolahraga, biasanya ia hanya berenang atau jogging di daerah rumahnya namun kali ini ia ingin suasana yang berbeda. Ia memilih berolahraga di gym yang sudah lama ia tidak kunjungi. Ia berjalan kearah Treadmill yang mengarah ke dinding kaca yang menghadap ke jalanan. Namun tatapannya menangkap seseorang yang berjalan kearahnya. Ia lupa Bram sering kemari juga.

"Gimana kabarnya?" Tanya Bram sambil menatap Edgar yang sudah berjalan cepat di atas Treadmill. "Baik." Ucap Edgar singkat. "Ngomong-ngomong, tanah lo yang di Lembang udah ada niatan mau dijual?" Tanya Bram untuk menarik perhatian Edgar. "Belum, gue nunggu dua atau tiga tahun lagi biar harga jualnya bisa naik." Bram menghela napasnya. "Gue booking bisa?" Tanya Bram.

"Udah banyak yang booking. Tapi gue ambil yang nawar harga tertinggi." Kata Edgar lagi. "Palingan 3M?" Tanya Bram mengira-ngira. "3M otak lo, setahun lagi mungkin bisa 5 sampai 7M. Ingat ya lokasi tanah strategis, di depannya udah ada jalan besar plus mulus terus sering dilewatin. Kalau soal keamanan udah pasti bagus." Kata Edgar. "Gitu dong ngegas. Dasar otak bisnis." Kata Bram sambil menyesuaikan langkahnya dengan Treadmill disamping Edgar.

"Bimo udah cerai sama Gres." Kata Bram pelan. Edgar hanya terdiam mendengarnya, "Nasib dia gitu amat. Udah cerai, orang tua nggak ngerestuin sama yang baru, anaknya di bawa sama mantan istrinya." Lanjut Bram.

Edgar menghela napasnya. "Dia yang pilih nasib kayak gitu," kata Edgar. "Jalan hidup dan nasib itu pilihan kita dan Tuhan yang mengabulkannya." Lanjutnya. "Banyak orang yang nyalahin nasib mereka padahal mereka sendiri yang pilih jalan hidup kayak gitu." Edgar mengangguk menyetujuinya.

"Nasib itu bisa diubah nggak kayak takdir. Bimo pilih ngeduain istrinya karena itu pilihan dia dan dia juga harus nerima konsekuensinya. Kalau emang Bimo mau ngubah nasibnya dia udah telat. Seharusnya kalau ngubah nasib dia itu pas udah ngerasa tertarik lebih sama Lara."

"Dev, sebenernya si Bimo udah bolak-balik gue sama Garie minta pengertian. Terus gue sama Garie suruh ke elo aja dan dia bilang nggak karena dia yakin lo udah ngerti dia." Edgar terdiam, dan detik itu juga ia terjatuh dari treadmill. "Dev lo nggak apa-apa?" Bram berhenti dari aktivitasnya di atas treadmill. Beberapa orang juga mulai melihat keadaan Edgar. "Nggak apa-apa." Edgar mulai berdiri lagi, untung saja ke menggunakan treadmill tak terlalu cepat.

"Ngertiin apaan?" Edgar berjalan kearah kursi. Kakinya lumayan terasa sakit, akhirnya ia mulai meluruskan kakinya. "Pemikiran lo Dev, dia yakin selain lo nyalahin dia juga, lo pasti ngertiin dia." Kata Bram sambil menatap ke arah Edgar. "Ya kali."

"Ya gue cuman mikir, kenapa si Bimo suka kedua orang sekaligus mungkin aja dia punya masalah dikeluarganya atau nggak emang kedua wanita yang Bimo suka ngasih kebutuhan yang berbeda ke Bimo." Kata Edgar. "Nah justru itu, lo mikir dua wanita ngasih kebutuhan yang berbeda itu yang bikin lo ngertiin Bimo." Bram menghela napasnya, Edgar memang tidak berubah dari dulu. Pikiran rasionalnya itu yang justru akan menjadi bumerangnya nanti.

"Coba deh bayangin kalau lo nyaman sama cewek lain terus gimana perasaan Ara kalau dia tahu? Gue ingin tahu jawaban lo." Edgar terdiam, entah kenapa jantungnya berdegub cukup kencang. Tapi Edgar mulai tersenyum setelah mencerna perkataan Bram.

"Rasa nyaman belum tentu ada cinta, sedangkan cinta udah pasti ada rasa nyaman." Kata Edgar sambil menatap intens Bram. "Gue tahu apa maksud lo, maksud lo itu nyaman yang bikin selingkuh kan?" Edgar mulai berdiri dan mensejajari dirinya dan Bram.

"Selingkuh itu datang karena ada yang namanya ketertarikan lebih. Kalau nggak ada ketertarikan lebih udah pasti nggak ada yang namanya cinta. Apa modal nyaman doang itu udah termasuk cinta? dan jawaban gue, sekedar nyaman itu belum cukup. Kalau semisalnya lo punya rasa nyaman tapi nggak punya rasa ketertarikan lebih apakah cinta bakalan kebentuk? Boro-boro selingkuh, cinta aja ogah kebentuk sama yang namanya rasa nyaman." Kata Edgar sambil berjalan kearah lockernya untuk membawa tas.

"Bukan nggak ke bentuk Dev, tapi belum ke bentuk. Kalau rasa tertarik itu muncul setelah rasa nyaman gimana?"

"Gue nggak tahu karena gue belum pernah kayak gitu. Tapi, ketertarikan lebih pasti datang dengan tanda-tanda sebelumnya. Dan selagi tanda-tanda itu bermunculan harusnya kita sadar akan hal itu. Ya yang pastinya kita harus putar balik sebelum sampai rasa ketertarikan lebih itu terbentuk sempurna." Edgar menjeda sebentar omongannya.

"Terus gimana kalau tanda-tanda itu udah bermunculan tapi lo nggak sadar?" Dan Edgar terdiam.

-AN-
Bebas berpendapat ya di part ini. Terserah kalian mau mikir kayak gimana hoho.

24 Juni 2019
16:27 WIB

Welcome Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang