08

3.9K 400 69
                                    

💛


"Mas.." Ara mengguncangkan tubuh Edgar yang sedang tidur sambil memeluknya itu, Ara merasakan belitan kaki Edgar di kakinya. "Mas.." Edgar malah mempererat pelukan itu. "Hm?" Ara menghela napasnya lalu kembali mendekap suaminya.

Ara bisa merasakan deru napas tenang suaminya itu, wangi segar Edgar tak pernah berganti dari dulu, kehangantan peluk Edgar itu membuat Ara semakin nyaman di dalam dekapan suaminya itu. Ara menyukainya, tak terbayang jika hidupnya tanpa Edgar seperti apa.

Ara merasakan kepalanya diusap oleh tangan Edgar dengan halus, sebuah kecupan ia rasakan di keningnya. "Mas, udah beli buku buat aku kan?" Tanya Ara yang masih di dekapan Edgar. "Tenang aja, Mas udah beli kok." Ara mulai melepaskan diri dari pelukan Edgar. "Mau kemana? ini masih jam setengah empat." Ucap Edgar sambil melihat jam dinding di kamarnya.

"Bukunya dimana?" Tanya Ara. "Bukunya ada di meja dekat lemari." Kata Edgar. "Mas, lemari kita banyak." Kata Ara sambil berdiri. "Lemari yang dekat meja telepon di ruang tamu." Kata Edgar, dengan segera Ara berjalan cepat ke lantai bawah.

Edgar menghela napasnya panjang, lalu melanjutkan tidurnya. Namun tak lama ia merasa tubuhnya diguncang oleh seseorang. "Mas, nggak ada. Adanya dua buku kamu." Kata Ara sambil duduk di sisi ranjang. Edgar terdiam, apa bukunya tertinggal di mobil? Tapi seingat Edgar, Dewi memberinya dua buku saja.

"Kayaknya buku kamu ketinggalan di kantong karyawan Mas." Kata Edgar sambil menyandarkan punggungnya di Head board kasurnya. "Lho kok bisa ketinggalan di kantong karyawan Mas?" Tanya Ara bingung. "Tadinya Mas cuman nitip doang, soalnya kantong bukunya besar. Biar nggak tambah plastik lagi." Ara menghela napasnya seperti kecewa.

"Ya udah nanti Mas bawa lagi. Jangan cemberut gitu." Kata Edgar sambil mengacak rambut Ara. "Mas ih!!" Edgar tertawa melihat wanitanya kesal itu, Ara terlihat menggemaskan sekali. "Ya udah mending kita lanjut tidur aja." Kata Edgar sambil menatarik istrinya ke dekapannya.

*

Edgar sudah berada di bengkel mobil utamanya, beberapa mobil sedang diperbaiki oleh mekaniknya. Bengkel dan dealer mobil utamanya memang lebih luas dari pada cabang bengkel dan dealernya namun dari segi kualitas keduanya sama. Edgar mengambil mekanik yang memang benar-benar hafal seluk-beluk mengenai mobil-mobil buatan eropa, karena ia ingin menjamin bengkelnya memang memiliki kualitas yang sangat bagus untuk memperbaiki mobil-mobil tersebut.

Ada seutas senyuman yang Edgar pancarkan. Dulu ia memang terlalu santai untuk membangun usaha ini, ia masih mengingat ketika ia kerja lembur sebagai karyawan, lalu menjadi guru les di tempat bimbel ternama, belum lagi saat ia menjadi manajer, dari semua itu ia bisa membangun usahanya di bantu oleh partner kerjanya yang tak lain adalah ayahnya sendiri.

Ia masih mengingat saat ayahnya membantunya dengan modal yang cukup besar, ia tidak ingin menyia-nyiakan bantuan ayahnya, ia ingin usahanya lebih maju, ia memang hampir tergelincir kedalam kebangkrutan tapi sekarang ia tidak mau lagi itu terulang. Ia ingin membantu adiknya yang membesarkan Key sendirian, ia ingin membantu ibunya yang masih sering check up ke dokter, ia ingin Elvano mendapatkan pendidikan yang bagus, ia ingin Ara senang dengan usaha dan jerih payahnya.

Tak masalah seberapa banyak beban yang ia pikul di punggungnya, ia hanya tidak mau orang-orang yang berada disekitarnya terjatuh seperti ia dulu, ia hanya ingin menjadi orang yang berguna di kehidupan orang lain.

"Garie?" Tatapan Edgar menangkap seseorang yang tak lain adalah Garie teman kuliahnya dahulu. "Dev lo disini? Gue kira lo ada di Soeta." Kata Garie mendekat kearahnya. "Lagi nggak. Lo lagi service mobil?" Tanya Edgar dan Garie mengangguk. "Yoi, bentar ya gue mau bayar dulu." Kata Garie sambil berjalan ke arah kasir bengkel.

Welcome Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang