05

5.5K 541 51
                                    

Edgar berpamitan dengan istrinya, ia harus kembali bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, ia mengecup kening istrinya seperti biasa layaknya rutinitas pagi sebelum ia ke dealer. "Kalau gitu Mas pergi dulu ya." Kata Edgar lalu berjalan kearah mobilnya yang sudah terparkir di depan garasi rumahnya.

Di perjalanan, alunan lagu Electro Swing mengiringinya. Ia mulai mengetuk-etuk stir mobilnya saat traffic light bewarna merah, jalanan sudah mulai macet karena memang sekarang sudah mendekati jam kantor, hari ini ia ingin melihat beberapa mobil pesanan yang telah sampai di dealer mobilnya.

Tak seperti biasanya, Jadwalnya tidak terlalu padat. Hanya saja beberapa pertemuan harus ia ikuti tapi itu telah biasa ia lakukan. Memang agak lelah dengan ini tapi bagaimana pun ia harus jalani ini, karena ia tak hanya menjadi tulang punggung bagi Ara dan anaknya saja tapi juga beberapa orang lainnya untuk bersandar, contohnya adalah Ibunya yang sudah tua dan Rea - adik perempuannya yang telah bercerai beberapa tahun yang lalu.

Edgar mulai kembali fokus pada perjalanannya menuju dealer, ia sempat terpikir diotaknya, kenapa adiknya memilih percerai sebagai jalan pintas? Mungkin beberapa orang menganggap pernikahan adalah rasa aman tapi belum tentu perceraian adalah akhir hal yang buruk, Edgar pikir mungkin bagi beberapa orang perceraian adalah kesempatan memulai hidup baru dan bisa merasakan hal bahagia yang mereka belum pernah mereka rasakan saat menikah.

Terkadang Edgar juga berpikir, mungkin tak sedikit orang yang berekspektasi menikah adalah salah satu kunci mencari kebahagiaan tapi jika tanpa memikirkan kematangan diri sendiri dan pasangan. Maka, ketika mereka masuk dalam dunia pernikahan dimana disitu ada komitmen seumur hidup yang diharus dalam susah, senang, suka dan duka mereka harus tetap bersama dan jika mereka mulai berhadapan langsung dengan masalah yang bermunculan, mungkin saja mereka akan merasa 'terjebak' dalam suatu ikatan yang mereka buat sendiri.

Dulu sebelum Edgar menikah dengan Ara, ia menikahi Ara karena ia merasa cukup meyakinkan diri kalau memang Ara yang ia mau, Edgar sendiri sebelumnya sudah introspeksi diri mengenai segala hal, entah itu segi keuangan, segi mental dan lain-lain. Dan Edgar merasa cukup bisa membina rumah tangga dengan Ara.

Mungkin dalam waktu tiga bulan berkenalan lalu menikah itu bagi beberapa orang agak irasional, karena yang berpacaran delapan tahun saja belum tentu mereka akan dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan. Tapi Edgar merasa itu masuk akal saja, karena ia mencintai istrinya, Ara itu wanita cantik, baik dan berpendidikan, itu sudah cukup untuk Edgar.

*

Edgar terdiam, menatap cincin kawin yang ia pegang di tangannya, sudah tiga kali ia hampir menghilangkan cincin itu karena lupa melepasnya ketika mencuci tangannya dengan sabun yang membuat cincin tersebut dengan mudah terlepas. Ia akui dirinya agak teledor, jadi ia selalu menyimpan cincin kawinnya di dompetnya agar tidak lupa atau terjatuh tanpa Edgar sadari.

Kejadian pertama ketika ia mencuci tangan di wastafel disalah satu rumah makan, ia hampir saja menjatuhkan cincin itu karena terkena sabun dan cincin itu menjadi licin tapi untung saja cincin tersebut masih bisa Edgar selamatkan.

Kejadian kedua dan ketiga hampir sama, ia menyimpan cincin di nakas samping tempat tidurnya saat akan mandi namun setelah mandi cincin tersebut mendadak tidak ada di tempat semula. Edgar sudah mencari kemana-mana, tapi ternyata cincin kawinnya sudah di simpan di kotak perhiasan Ara.

Sejak itulah, Edgar sangat berhati-hati untuk menyimpan cincin kawinnya.

Waktunya makan siang sudah tiba, Edgar berjalan ke arah halaman depan dealer untuk mengambil pesanannya sambil menyapa para pegawainya. Setelah mendapat Pizza yang ia mau, Edgar kembali ke arah dalam gedung kantornya. Namun saat ia melewati pantry ia mulai mengendus wangi Tom Yam. Entah kenapa sepertinya Tom Yam akan bisa menyegarkan dirinya dengan rasa asam dari kuahnya.

Edgar melirik ke arah pantry dan benar saja Dewi baru saja membuka satu bungkus Tom Yam namun tatapan Edgar beralih pada satu bungkus Tom Yam yang masih ada di meja pantry. "Bapak mau?" Tanya Dewi saat melihat Edgar yang sedang menatap Tom Yam miliknya. "Kalau mau ambil aja," kata Dewi santai. "Saya ganti gimana?" Tanya Edgar.

"Nggak perlu pak, santai aja." Dewi memiliki wajah putih, manis, dan lucu. Beberapa mekanik bengkel mobil Edgar pun diam-diam mendekati Dewi. "Ngomong-ngomong soto buatan Mama kamu enak." Kata Edgar, kemarin Dewi memberinya soto ayam yang asam karena mendengar pembicaraan Edgar dan Willy-- salah satu mekaniknya, kalau Edgar ingin memakan yang asam-asam. Dan esoknya Dewi berinisiatif untuk memberi soto dengan perasan jeruk nipis yang segar.

"Makasih pak, bapak juga sering traktir saya sama teman-teman. Hitung-hitung timbal balik aja pak." Kata Dewi sambil tersenyum, Edgar mengangguk dan berterima kasih lalu mengambil satu bungkus Tom Yam itu dan meninggalkan Dewi yang melanjutkan makannya.

Kali ini rasa Tom Yamnya pas sekali. Edgar pikir pulang dari dealer ia akan mengajak Ara untuk ke restoran yang menjual makanan khas Thailand. Edgar meregangkan tubuhnya, foto keluarga kecilnya yang berada di sisi mejanya selalu setia menemani kesibukannya. Edgar kembali menghela napas lalu membuka ponselnya.

Bimo
Lo dmn?
Billiard?
Kalau mau ikut jam 7 udh di tempat biasa.

*

Edgar mulai menyodokan tongkat billiard-nya dan membidik pas pada lobang, dan itu adalah bola terakhir yang harus ia bidik. Edgar mengambil bola putih yang berada di meja lalu melemparnya pada Bimo yang sibuk berpacaran.

"Ck, nggak bisa lihat gue pacaran ya?" Tanya Bimo, Sebenarnya Edgar sedikit gemas dengan temannya ini, Edgar tahu Bimo sedang berada dalam proses perceraian tapi bisakah dia tidak melakukan itu di sampai persidangan dimulai?

"Taksinya udah dateng, aku pulang ya." Kata kekasih Bimo, mereka terdiam terdiam sesaat sampai wanita itu pergi. "Dev, gue tahu lo mikirin gue kayak apa." Kata Bimo. "Gue sayang istri gue, tapi sekaligus gue juga sayang sama pacar gue."

"Terus lo ceraiin istri lo karena itu?" Tanya Edgar datar. "Gue nggak mau nyakitin dua-duanya Dev." Edgar terdiam lagi, Egois mungkin satu kata yang tepat untuk ini. "Terus kenapa lo nggak pertahanin istri lo?"

"Karena dia udah keburu sakit hati dan kepercayaan itu sulit untuk dibangun lagi."

"Tapi gue nggak nyesel Dev. Gue bisa menemukan kebahagia gue yang belum gue temuin dari istri gue." Edgar tahu Bimo masih terkontaminasi alkohol, jadi Edgar pikir Bimo menjawab jujur. "Coba deh Dev lo sekali berpikir kayak gue, gue tahu lo bukan tipe orang yang mikirin satu sisi aja."

"Lo minum berapa ember sih?" Tanya Edgar lagi. "Hm..1 mungkin. Eh 2 kayaknya atau 3 ya?" Edgar menghela napas, namun Edgar merasa pundaknya ditepuk.

"Dev, gue jadi jarang ngelihat lo." Kata Bram. "Gue sibuk." Edgar mengendorkan dasinya lalu duduk di sofa. "Sibuk mulu lo, kali-kali luangin waktu bareng teman. Lo kayak lupa diri." Kata Bimo. Edgar hanya menghela napasnya, lalu mengacak rambutnya.

Bukannya sudah cukup Edgar luangkan waktunya untuk mereka? Syukur-syukur Edgar terima ajakan mereka, tapi malah Edgar sendiri dikatai seperti ini. Asalkan mereka tahu, Edgar bekerja bukan hanya untuk keluarga kecilnya tapi juga membantu keluarga dekatnya dan tentu saja beban yang dipikul semakin berat, apakah mereka mengerti akan hal ini?

"Gue balik dulu," Kata Edgar sambil bersalaman dengan teman-temannya.

Dimobil ia hanya bisa terdiam, ia masih belum menyalakan mobilnya, masih memikirkan hal-hal yang sedikit mengganggunya. "Tapi gue nggak nyesel Dev. Gue bisa menemukan kebahagia gue yang belum gue temuin dari istri gue." dan "Coba deh Dev lo sekali berpikir kayak gue, gue tahu lo bukan tipe orang yang mikirin satu sisi aja." Perkataan itu mulai berputar di otaknya.

Edgar mencoba merilekskan diri, ia menutup matanya dan terdiam, namun ada sekelebat pikiran di otaknya. Bagaimana jika suatu hari nanti ia mencintai Ara sekaligus wanita lain?

-AN-

Disini Ara menikah dengan Edgar hanya berbekal cinta sama yakin doang. Ara pikir dengan menikah dengan Edgar dia bakalan bahagia karena perlakuan Edgar yang manis waktu mereka PDKT, apalagi pas Edgar ngelamar Ara. Jelas Ara berekspektasi lebih dengan pernikahannya. Tapi apa dengan modal cinta sama yakin doang bisa ngebuat hidup pernikahan mereka bisa semulus jalan tol?

18 Juni 2019
17:22 WIB

Welcome Home!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang