"...karena mindset kita itu sangat mempengaruhi apa yang kita dapat nanti." Dewi mengangguk menyetujuinya. "Saya jadi ingat perkataan, 'orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin miskin.'" Kata Dewi lalu menyesap air mineral yang berada di botol minumannya.
"Mungkin yang dimaksud itu pola pikir perindividunya, kebanyakan orang yang berpikiran negatif atau mengeluh biasanya berbuah negatif juga sedangkan orang yang berpikir keatas biasanya mereka berusaha agar bisa mencapai tujuan yang mereka mau itu tercapai." Lanjut Dewi. "Ya saya juga berpikir kayak gitu, kadang orang punya banyak tujuan atau keinginan tapi lupa sama namanya usaha buat ngeraih atau mencapai keinginan mereka." Balas Edgar.
"Tujuan ya?" Gumam Dewi sambil menatap botol air mineralnya.
"Hm, sebenarnya saya agak penasaran. Kalau boleh tahu.. keinginan atau tujuan yang bapak ingin realisasikan waktu dekat itu apa?" Tanya Dewi sedikit ragu. "Hm.." Edgar terdiam, dan memikirkan tujuan yang ingin ia realisasi di waktu dekat. "Saya ingin kehidupan saya lebih baik dari sebelumnya." Ini bukan tentang kekayaan atau lain-lain, tapi lebih ke bagaimana ia ingin cara atau keadaan hidupnya lebih baik.
Mendengarnya Dewi mengangguk mengerti, lalu mereka mulai kembali melanjutkan obrolan mereka.
Sudah hampir satu jam ia membahas hukum ketertarikan dengan Dewi, rasanya waktu itu begitu cepat, mungkin karena terlalu asik melakukan hal yang sudah lama Edgar tak lakukan. Edgar mulai kembali keruanganya lalu mengambil tasnya dan kembali ke lantai bawah.
"Kamu pulang pakai apa?" Tanya Edgar saat bertemu Dewi di depan pintu keluar. "Saya bareng Mbak Natasha pak, naik taksi." Kata Dewi sopan. "Ya udah kalau gitu saya duluan ya." Pamit Edgar dan Dewi hanya mengangguk dan tersenyum manis.
*
Ara mulai memindahkan Elvano dari ranjangnya ke ranjang tidur Elvano, anaknya baru saja terlelap. Ara mulai memperhatikan wajah anaknya itu, kulitnya putih seperti Edgar dulu saat masih bekerja di tempat les, bentuk hidungnya juga seperti Edgar, bibirnya juga mirip Edgar, perawakannya juga mirip. satu-satunya komponen Elvano yang mirip dengan Ara adalah Almond eyes-nya saja.
Ara menghela napasnya lalu berjalan kearah dapur untuk memasak makan malam. Saat memasak ada sekelibat pikiran diotaknya. Apakah gue terlalu berekspektasi lebih tentang pernikahan ini? Ara terus melanjutkan memotong sayuran.
Suara ketukan pintu mulai terdengar ditelinga Ara, ia mulai tersenyum dan memberhentikan aktivitasnya di dapur lalu berjalan mendekat kearah pintu depan dan membukanya. Ara tersenyum lalu mencium tangan suaminya itu, Ara mulai mengambil jas dan tas Edgar lalu menyimpannya di kamar.
Ara mengambil minuman segar dari kulkas lalu berjalan mendekati Edgar yang sedang duduk di ruang tamu. "Minum dulu mas." Kata Ara sambil memberi segelas jus jambu ke Edgar. "Makasih." Edgar menerima dan langsung meminum jus itu.
"Mas capek?" Tanya Ara sambil menatap Edgar. "Nggak juga sih, emang kenapa?" Sedikit ragu tapi Ara berusaha untuk menanyakan apa yang ingin tanyakan pada dirinya sendiri tadi. "Mas kenapa mau nikah sama aku?" Edgar terdiam mendengarnya.
"Tumben kamu nanya kayak gini." Kata Edgar sambil merangkul istrinya yang berada disampingnya, Ara hanya tersenyum lalu mendekap Edgar. "Kamu cantik Ra." Bisik Edgar dan Ara mengerti, ia tahu pria merupakan makhluk visual jadi ia wajari jika Edgar seperti itu.
"Cuman itu doang?" Tanya Ara lagi. "Itu baru awal Mas tertarik sama kamu, tapi sejak Mas lihat langsung interaksi kamu, Petra dan Key. Mas berpikir kalau kamu cocok jadi seorang ibu, dan waktu itu Mas sendiri berharap kalau kamu bisa jadi ibu dari anak-anak Mas, dan akhirnya jadi kenyataan deh." Ucap Edgar lalu mengecup kening Ara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Welcome Home!
RomansStart : 12 - Juni - 2019 End : 10- Juli - 2019 Ketika menurut sebagian orang pernikahan adalah suatu kebahagian yang tak tertandingi, itu membuat Ara penasaran dengan apa arti pernikahan sebenarnya, ia menikah dengan Edgar Devano Tanoedibra pria sup...