"Pertemuan menjadi tak di inginkan ketika ada rasa yang tak terungkapkan."
-Sabrina-
*****
Gadis itu tengah berjalan didepan rak-rak buku sambil memilih genre buku apa akan dia baca. Sesekali tampak berhenti. Sampai langkahnya terhenti di genre buku humor-fiksi. Ia mengambil salah satu buku dideretan itu, membalikkan buku tersebut dan membaca blurb yang biasanya terdapat dibelakang buku. Gadis itu tersenyum. Dia suka ceritanya.
Setelah itu diapitnya didada. Dua novel bergenre rohani sudah di didapatkannya. Biasanya jangka waktu meminjam hanya seminggu, jika lewat dari itu akan dikenakan denda. Maksimal meminjam hanya boleh tiga buku.
"Makasih bu... Aw." gadis itu menjatuhkan ketiga novelnya. Lengannya terasa sedikit sakit.
Dia Sabrina, menoleh untuk melihat siapa orang yang telah menabraknya dari samping.
"Kamu hati-hati dong," ujar buk Tina penjaga perpus.
"Disini tuh tempat baca buku, bukan ngerusakin buku," lanjut buk Tina mengarahkan tatapan tajam kearah cowok itu.
"Eh maaf buk, ga sengaja serius," ujar lelaki itu sambil mengangkat jarinya membentuk huruf V.
"So-sory Rin, gue ga sengaja."
Lanjutnya sedikit berteriak, "Woi Tristan!! Lu tanggung jawab lu woi!!"
Kembali, Sabrina masih memegang lengannya. Sedetik kemudian Sabrina menegang, jantungnya berpacu sangat cepat. Sabrina takut, sungguh dia masih menakutkan dimata Sabrina.
"Maaf Rin, tadi tuh gue didorong sama Tristan. Maaf ya," ujarnya sambil memungut buku dilantai lalu mengarahkan kepada Sabrina.
Cukup lama untuk Sabrina mengambil alih. Ketika tak sengaja tangan mereka bersentuhan, Sabrina cepat-cepat menarik kembali tangannya. Sabrina tak melirik sedikitpun, sekarang difikirannya hanya ingin segera pergi.
"I-iya Al, ma-makasih," Sabrina menjawab dengan tangan gemetaran.
Tadinya Sabrina tidak akan bilang terima kasih, hanya saja Sabrina ingin menjadi pribadi yang tau diri.
Sabrina ingat salah satu hadist yang mengatakan, "Tidak dikatakan bersyukur pada Allah, siapa yang tidak tahu terimakasih kepada sesama manusia." (HR. Tirmidzi dan Abu Daud.)
Namanya Alfian Elzo Marsello. Hanya teman dekat dimasa lalu Sabrina. Sekarang? Tidak sama sekali.
"Sakit banget ya Rin?"
Jujur, Alfian sangat cemas sekarang. Ini salahnya, tak seharusnya bergelut dengan Tristan tadi. Bisa dibilang Alfian tak pernah ngobrol bahkan bertukar sapa dengan Sabrina lagi.
Dulu Alfian punya rasa kagum kepada Sabrina, tapi tak sanggup untuk mengungkapkannya. Mereka cukup dekat, tapi tidak setelah Alfian membuat kesalahan fatal yang masih belum bisa Sabrina maafkan.
"Ga kok, ga masalah," jawab Sabrina menurunkan tangan, kembali mengapit ketiga novelnya.
Sebelum itu, Sabrina tersenyum lalu pamit untuk kembali ke kelas. Alfian tau, itu senyuman masih ada luka di dalamnya.
Sepanjang perjalanan ke kelas, banyak yang menyapa Sabrina, tapi hanya dibalas dengan senyuman dan sedikit anggukan. Tak heran, Sabrina juga termasuk jejeran murid terkenal di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabrina [SUDAH TERBIT]
SpiritualSabrina Humairah Putri. Ada yang sanggup seperti Sabrina? Semua kehidupan Sabrina berubah setelah dia dipisahkan oleh ayahnya dengan saudara kembarnya sendiri. Perpisahan cukup lama itu, membuatnya belajar banyak hal. Yang pasti, belajar sabar. Tapi...