9. Terungkap.

718 90 2
                                    

"Setiap orang memiliki caranya sendiri dalam menyayangi seseorang di kehidupan. Walaupun itu harus melakukan kebohongan. Tapi terkadang mereka lupa, bahwa lebih baik jujur meski menyakitkan.

-Sabrina-

*****

Langit sore tampak indah menyorotkan warna orange diatas sana. Sebagian orang sangat menyukai senja. Penikmat senja pasti tau, senja tempatnya bercerita tentang seseorang. Berteriak namanya sambil melihat langit, berharap agar dia juga melihat langit yang sama.

Bagi Sabrina, senja mempunyai kedamaian tersendiri. Kadang Sabrina menyempatkan menyendiri sambil menatap awan yang berarah mengikuti angin senja setiap hari. Disana, Sabrina menceritakan banyak hal.

Tentang pertemuan yang menguatkan, perpisahan yang meniadakan, kebahagiaan yang menyejukkan, serta kesedihan yang menyungkurkan.

Kemarin, disaat Sabrin menemui Sabrina dirumah sakit. Disana Sabrina bisa melihat sorot mata Sabrin sangat cemas. Sabrina bahagia, Sabrin masih sangat peduli kepadanya. Sabrin, masih menyayanginya.

Tetapi naasnya kebahagiaan itu sirna seketika.

Ketika gairah mudamu masih bergairah, kita pasti pernah dihadapkan pada situasi yang dilema. Sabrina ingin sekali menampar Sabrin, dan membuatnya sadar agar semua ini segera berakhir. Sabrina lelah jika berhadapan dengan Sabrin yang emosi dan egois.

Susah payah Kenzy menjelaskan apa telah terjadi selama ini, tapi Sabrin tetap tidak percaya seakan yang Sabrina dan Kenzy katakan adalah kebohongan besar. Padahal Sabrin meminta penjelasan, dan dia mau mendengarkan. Tapi kenapa sekarang malah Sabrin mengatakan Sabrina seorang pembohong? Kenapa Sabrin berubah dengan lisannya selalu menyakiti Sabrina?

Bulir air mata itu jatuh lagi di pipinya. Cepat-cepat Sabrina menyekanya dengan kasar. Sabrina selalu cengeng. Selalu menyelesaikan masalah dengan menangis. Padahal itu tak kan merubah segalanya, tak kan menyelesaikan masalah. Ah ayolah, Sabrina tidak ingin seperti ini. Kapan ia akan dewasa?

Bersedihlah secukupnya, cobalah menyikapi kehidupan yang ditakdirkan sang khalik untuk kita. Hati rentan sakit itu tak lain hanya untuk memdewasakan dirimu sendiri, hanya dengan bergantung kepada Allah lah semua akan terlewati.

"Udah loh, udaranya makin dingin."

Sabrina memutar matanya dengan malas, Kenzy mengganggunya saja.

"Masuk gih," usir Sabrina. Padahal Sabrina masih ingin sendiri.

"Loh? Kok malah abang disuruh masuk? Arinlah yang masuk, udah 3 jam diluar, sendirian cuman natap langit. Ga bermanfaat banget."

"Sewot!"

"Dih, ngegas si bocah." Kenzy mencubit pipi Sabrina gemes.

"Udah, ga boleh berlarut sedih dan marah kek gini. Kita doa kan saja Sabrin bisa mencerna pernyataan kita, bahwa emang itulah kenyataannya. Ini salah tante Dhini, bukan salah ayah," ujar Kenzy memegang pundak Sabrina dari belakang yang sedang duduk dikursi roda.

"Tapi kenapa sih, Sabrin harus balas kaya gitu? Omongannya nyelekit banget bang. Padahal Abri tau Arin ga suka sama orang yang omongannya kasar kek gitu." Kenzy terbahak, membuat Sabrina memukul kepala Kenzy dari belakang saat Kenzy ingin jongkok didepan Sabrina. Kenzy mengelus kepalanya.

"Kenapa ketawa sih? Emang Arin ngelawak?"

"Ya lu kan emang cengeng, dasar anak ayah!" ujar Kenzy mengacak jilbabSabrina.

"Baaang Zyyyyy!!"

Setelah itu Kenzy mendorong kursi roda Sabrina, masuk ke kamar inap Sabrina lagi.

Sabrina [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang