4. Sabrin dan Sabrina. (b)

980 130 9
                                    

"Percayalah, setiap orang memiliki kelebihan. Walau terkadang, tak pernah kita disadari."

-Sabrin-

*****

Langit sore masih melihatkan keindahan. Dua saudara itu masih asik duduk didalam cafe. Setelah makan, mereka mampir sekedar bercerita.

Jika boleh meminta, Sabrin ingin sekali seperti ini terus selamanya. Berada didekat Sabrina selalu. Tapi, kini sudah berbeda, Sabrin tak bisa lagi bersama Sabrina 24 jam.

"Pokoknya Abri ga boleh lupa lagi sama Azka. Inget!"

"Iya bawel."

"Ish, coba aja lupa!"

Sabrin terkekeh geli, padahal sudah lebih dari 10 kali Sabrina mengatakan itu.

Ya mau gimana lagi, psikologis saja bilang jika seseorang suka lupa dengan nama orang, itu menandakan dia tidak tertarik dengan orang itu. Kan Sabrin tidak tertarik dengan Azka, jadi mau gimana lagi?

"Bri?" Sabrin bergeming.

"Bri?"

"Ya."

"Bri?"

"Apa?"

"Cuek amat."

"Apa sayang?" Sabrina terkekeh.

"Arin kok ga sepintar Abri ya?"

Ah pertanyaan itu lagi.

Sabrin mengulas garis sabit dibibirnya. Sabrina sering menanyakan soal itu, kenapa dirinya tak sepintar Sabrin. Karna dari dulu bukannya sudah begitu? Apa-apa yang bisa itu pasti Sabrin.

Yang dapat pujian pertama kali dari ayah dan bunda pasti Sabrin, bukan Sabrina. Yang bisa naik sepeda pertama kali saja Sabrin, setelah itu langsung dapat hadiah sepeda baru dari ayah. Sedangkan Sabrina menangis ingin sepeda baru juga.

"Siapa bilang?" tanya Sabrin menyeruput  milk shack red velvet kesukaan Sabrin.

"Arin lah," jawab Sabrina menempelkan punggungnya kekursi.

"Semua orang itu punya kelebihan yang berbeda Rin. Arin pintar kok, cuman rada malas ngikut bang Kenzy."

Sabrin tau, adiknya pintar, hanya saja Sabrina tidak serajin Sabrin. Jika Sabrina cekatan sedikit saja, mungkin Sabrin kalah dibuatnya.

"Tapi bang Kenzy pintar gambar. Abri jago Matematika, lah Arin? Boro-boro."

"Arin kan jago Kimia, lah abang?"

Sabrin membenarkan posisi duduk agak tegap melihat Sabrina.

"Gini loh Rin, guru aja jadi guru disatu mata pelajaran. Guru bahasa Indonesia ada tuh yang ga jago bahasa Inggris. Nah, begitu juga Arin. Mungkin ga jago Matematika, tapi Arin kan jago Kimia. Oke nilainya ga terlalu bagus. Tapi kalau Arin suka Kimia, kalo dikembangin terus bakal jadi satu poin untuk Arin yang ga suka Matematika," ujar Sabrin.

"Percayalah, setiap orang memiliki kelebihan. Walau terkadang, tak pernah kita sadari."

Jeda tiga detik, "Harusnya kita bersyukur, diberi suatu kelebihan disaat itu menjadi kekurangan seseorang diluar sana." Sabrin kembali menyeruput minumannya.

"Arin suka gambar juga kan?" Sabrina mengangguk lemah.

"Itu karna suka ngeliatin gambar bang Kenzy, iseng-iseng coba. Bilang bang Kenzy bagus cuman tekniknya aja rada acak-acakan."

Sabrina [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang