7. Kecewa.

650 99 8
                                    

"Kekecewaan selalu menjadi derita kala seseorang yang selalu ada, berubah sikap dengan sekejap mata."

-Sabrina-

*****

"Mau kita temenin ga Rin?" suara Alifya menyadarkan Sabrina dari lamunan. Suasana hati Sabrina sedang tak karuan.

Kemarin, Dhini datang kerumah bukan untuk hal-hal yang membuat Sabrina jauh lagi dari Sabrin. Malah Dhini ingin menyerahkan Sabrin ketangan kedua orang tua kandungnya.

Karna Dhini tak bisa lagi merawat Sabrin untuk beberapa waktu kedepan, pasalnya Dhini dan suaminya akan tinggal di Malaysia untuk masa pemulihan. Disana Dhini bisa kontrol dengan baik persoalan penyakitnya.

Awalnya Dhini ingin sekali Sabrin ikut pindah dengan mereka, Sabrin membantah tidak mau karna tidak ingin jauh dari Sabrina. Jadi Dhini ikuti saja kemauan Sabrin. Lagian Dhini bisa menyerahkan Sabrin kepada Zaky.

Tapi masalahnya. Dhini sudah beberapa kali bicara kepada Sabrin, tapi Sabrin memilih untuk tinggal sendiri.

Mungkin karna itu Sabrin sudah beberapa hari ini seperti menghindar dari Sabrina. Bahkan sudah 3 hari mereka tidak menghabiskan waktu pulang sekolah bersama. Ada saja alasan Sabrin tidak bisa mengantarkan Sabrina pulang.

Hari ini Sabrina tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.

"Ga usah Fya, Arin pergi sendiri aja," jawab Sabrina terus berjalan.

Kini mereka sedang berada digerbang sekolah. Sabrina memutuskan untuk pergi ke sekolah Sabrin. Lagi-lagi hari ini pun Sabrin tidak bisa jemput, alasannya tanding futsal. Tak masalah, Sabrina akan tetap kesana walaupun itu akan menunggu selesai futsal dulu.

Sabrina tiba didepan sekolah Sabrin, langsung menuju lapangan sekolahnya. Disana memang ada pertandingan persahabatan dengan tim sekolah lain. Mata Sabrina bertubrukan dengan salah satu pemain dibawah sana, cukup lama Sabrina dan cowok asing itu saling pandang. Sampai akhirnya Sabrina memutuskan kontak mata itu terlebih dahulu, dan langsung mencari tempat duduk ditribun.

Lama Sabrina menunggu akhirnya pertandingan selesai. Dimenangkan oleh tim sekolah Sabrin, dan Sabrin sempat menyetak gol tiga kali. Sabrin memang jago kalau sudah berhubungan dengan bola kaki.

Setelah melihat Sabrin pergi ke arah warung belakang sekolah, Sabrina buru-buru mengikuti dari belakang.

Sampai disana, awalnya Sabrina ragu untuk bergabung mengingat disana laki-laki semua. Tapi Sabrina harus bertemu dengan Sabrin sekarang juga.  Sabrina ingin menanyakan kenapa Sabrin lebih memilih tinggal sendiri dari pada tinggal bersama Sabrina? Apa alasannya karna ayah?

Sabrina kaget saat seseorang menyenggolnya. Dari pakaian yang dipakainya, pasti pemain futsal tadi dan juga pasti temannya Sabrin. Tapi Sabrina ragu untuk menanyakan keberadaan Sabrin ke cowok itu.

"Eh ma-maaf." Sabrina menunduk.

"Lo... Sabrina? Kembarannya Sabrin?"

"I-iya bang." Sabrina kaget, refleks mundur selangkah.

"Kenalin, gue Adelard Brigit. Lo boleh manggil gue bang Igit. Gue abang kelasnya Sabrin." sambil mengarahkan tangannya untuk bersalaman.

"Sabrina bang," jawab Sabrina menyatukan tangannya didepan dada. Brigit yang melihat itu tersenyum canggung dan menurunkan tangannya kembali.

"Jadi, lo kesini mau cari Sabrin?"

"Iya bang."

"Yaudah, sini ikut gue."

Sabrina [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang