"Perpisahan sangat menyakitkan. Apalagi tanpa ada salam perpisahan."
-Sabrina-
*****
Zahra Azzura, perempuan yang menginjak umur 36 tahun itu tengah berjalan ke kamar anak kembarnya. Sudah menjadi rutinitas bagi Zahra untuk melihat wajah pulas mereka. Barulah Zahra akan nyenyak tidur setelahnya. Mereka adalah anak keduanya dengan Zaky.
Zahra menikah pada umurnya baru menginjak 20 tahun, dia dikhitbah oleh sang suami Hafidz Zaky Fahreza yang beda 5 tahun diatasnya.
Pertemuan mereka hanya singkat, tapi bisa membuat Zaky terpikat. Saat itu Zaky menjadi pengisi acara untuk memberi materi tentang kesehatan pada kampus tempat Zahra kuliah.
Pertemuan mereka hanya sebatas sendal jepit yang dipakai Zahra ketika ia selesai sholat Dhuha.
Karna terburu-buru ia menendang salah satu sendalnya sendiri dan masuk ke selokan. Melihat itu, Zahra hanya melihat saja sendalnya hanyut mengikuti arus air dan berserah diri kepada Allah mengingat ia tak mungkin bisa mengambilnya.
Tapi, tiba-tiba ada seorang lelaki yang turun dan mencoba mengambil sendalnya. Zahra tertekun tak percaya.
Zahra sudah mencoba memanggil laki-laki itu, tapi entah kenapa suaranya tidak keluar seoktaf pun. Apa yang salah dengan suaranya saat itu?
Disaat Zahra mencoba mengeluarkan suaranya, padangan Zahra dikejutkan dengan sendal yang ia pakai tadi telah berada dibawahnya. Dan disaat mengalihkan pandangannya kearah cowok yang berdiri depannya, betapa kagumnya Zahra melihat wajah cowok itu. Zahra yakin wajah itu basah karna air wudhu.
Percayalah, diantara cowok-cowok ganteng yang kebanyakan ia dengar dari teman-temannya, Zahra tak pernah mengakui kalau mereka ganteng, tampan atau apalah.
Tapi kali ini, Zahra akui dia telah jatuh pada aura cowok yang juga menatapnya sekarang.
"Kok sendal hanyut cuman diliatin doang?"
Ah? Dia sedang bicara dengan siapa? Zahra kah? Kira-kira seperti itulah fikiran Zahra.
"Tuh pake."
Ha? Beneran bicara sama Zahra nih? Lagi, Zahra masih termenung.
"Makasih." ucap cowok itu.
"Sama-sama."
Laki-laki di depan Zahra tertawa sampai terlihat matanya menyipit. Makin ganteng. Astagfirullah. Buru-buru Zahra menundukkan pandangannya.
"Kamu lucu ya, harusnya kamu yang bilang makasih sama saya."
Laki-laki itu kembali tertawa. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya maklum. Mungkin gadis ini memang masih polos seperti wajahnya.
"Kenalin saya Hafidz Zaky Fahreza. Saya boleh minta alamat rumah kamu?"
Entah keberanian dari mana yang Zaky dapat untuk mengucapkan kalimat itu. Bisa mati ketakutan gadis ini bila dia lancang sampai meminta alamat rumahnya.
Tapi, ia tak mungkin tidak memintanya saat ini juga, Zaky takut tidak akan bertemu dengan gadis itu lagi. Kesempatan tidak datang dua kali bukan?
Sedangkan Zahra dibuat gugup, kenapa lelaki yang baru ia ketahui bernama Zaky itu meminta alamatnya. Untuk apa?
"Saya mau mengkhitbah kamu, jadi saya perlu alamat rumah karna mau bertemu kedua orangtua kamu. Boleh?"
Seperti bisa menerka pertanyaan Zahra, Zaky menjawab itu dengan senyuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabrina [SUDAH TERBIT]
EspiritualSabrina Humairah Putri. Ada yang sanggup seperti Sabrina? Semua kehidupan Sabrina berubah setelah dia dipisahkan oleh ayahnya dengan saudara kembarnya sendiri. Perpisahan cukup lama itu, membuatnya belajar banyak hal. Yang pasti, belajar sabar. Tapi...