"Pertemuan setelah begitu lama menahan rindu itu ibaratan makan eskrim jumbo. Sumpah! Nikmat banget bro."
-Sabrina-
*****
3 hari berlalu setelah kejadian terungkapnya semua yang tak pernah Sabrin ketahui. Juga kemarin, Sabrina sudah keluar dari rumah sakit. Hari ini, Sabrin memutuskan bertemu dengan Zaky. Harusnya Sabrin sudah bertemu dengan Zaky 3 hari yang lalu, namun Zaky tidak bisa pulang. Pasien nya sedang banyak, membuat Zaky harus nginap di rumah sakit.
Sabrin mencoba untuk tetap tenang. Menggoyang-goyangkan kakinya cemas. Sabrina hanya senyum-senyum melihat tingkah Sabrin seperti mau mengungkapkan perasaan kepada perempuan saja. Lucu sekali.
Zahra sedang membuatkan susu hangat untuk Sabrin, juga sesekali tertawa geli melihat kelakuan anaknya. Pasalnya Sabrin gugup bertemu dengan Zaky untuk pertama kalinya setelah beberapa tahun tidak bertemu. Inilah waktu yang selama ini mereka tunggu.
Allah memang punya skenarioNya sendiri, bahkan lebih indah dari yang dibayangkan. Dibalik sebuah takdir, ada tujuan indah tanpa kita sadari. Tak menyangka, Sabrin akan secepat ini menyadari dan sangat ingin bertemu dengan ayahnya lagi.
Ayah, yang selama ini Sabrin rindukan.
"Sudah, minum dulu. Ayah udah jalan pulang kok," ucap Zahra duduk disamping kiri Sabrin.
"Serius bun? Duh..."
"Kenapa?"
Itu pertanyaan Sabrina. Dia menggeserkan badannya mendekat kearah secangkir susu dimeja. Mencoba meraih namun Sabrin lebih dulu memukul tangan Sabrina.
"Dih, sakiit!"
"Ya itu punya abang ih, bikin sendiri lah!" ujar Sabrin, sambil menyeruput susu buatan bundanya.
"Yaudah bagi, orang minta dikit doang," Sabrin memberikan gelas yang telah kosong, membuat bibir Sabrina maju beberapa senti. Menggemaskan.
"Ga pukulan aja yang sakit, omongan Abri juga nyakitin."
Sabrin langsung menatap Sabrina. Rasa bersalah menghampiri. Sabrin tau, kemarin-kemarin Sabrin selalu berucap kasar kepada Sabrina.
"Arin masih belum maafin abang?"
"Belum. Masih sakit Arin tuh."
"Tapi kemarin Arin bilang ga bisa marah sama abang?"
Sabrina terkekeh. Mencabut sehelai rambut Sabrin dari depan.
"Diih sakit Rin!"
"Sekarang ginana? Masih sakit?"
"Ga. Udah hilang," jawab Sabrin masih mengelus bagian kepala tadi.
"Sama kaya Arin. Sakit sama omongan Abri kemarin udah hilang."
Sabrin tersenyum.
"Tebus pake martabak tapi," lanjut Sabrina terkekeh.
Mereka tertawa. Kenzy baru saja datang langsung duduk disebelah Sabrina. Memukul-mukul pahanya memberi kode untuk Sabrina berbaring disana.
"Ga, nanti Arin ketiduran lagi."
"Lah? Emang biasanya gitu kan? Lagian Arin belum sembuh total, kan baru keluar dari rumah sakit. Istirahat gih."
"Ga mau, Arin mau liat drama antara Abri sama Ayah. Pasti seru, nonton dulu dong bang Zy, ya ya?"
Disaat bersamaan, Zaky pulang. Terlihat sekali lelah di wajahnya.
"Assalamualaikum warahma..."
Salamnya tergantung. Matanya melihat sosok darah dagingnya yang sudah lama tidak ia lihat ada dirumah ini. Pijakan kaki kelantai tiba-tiba lemas tak berdaya, rasanya ini mimpi tadi malam yang belum usai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabrina [SUDAH TERBIT]
SpiritualSabrina Humairah Putri. Ada yang sanggup seperti Sabrina? Semua kehidupan Sabrina berubah setelah dia dipisahkan oleh ayahnya dengan saudara kembarnya sendiri. Perpisahan cukup lama itu, membuatnya belajar banyak hal. Yang pasti, belajar sabar. Tapi...