(16)

27 5 2
                                    

prang!

Suara benda pecah memenuhi kamar Aleya yang kini sudah tak karuan. Aleya hanya terdiam mendengar makian dari sang tante, hatinya merasakan sesak.

"Dasar anak nggak tau di untung!"

prang!

Sebuah vas bunga berhasil pecah di hadapan Aleya.

"Gara gara kamu saya jadi begini hah! anak sialan, pembawa sial!"

Sedangkan Aleya mati matian menahan dirinya untuk tidak menyakiti sang tante, bagaimanapun ia tak mau menyakiti keluarganya.

"Maaf," lirih Aleya tanpa melihat ke arah sang tante yang kini sudah tak karuan.

"Apa kamu bilang? Maaf! haha nggak pantes kamu bilang kaya begitu, dasar anak pembawa sial!"

bugh!

Sebuah buku tebal berhasil melayang ke arah Aleya dan tepat mengenai kepalanya.

Aleya meringis kecil, namun itu tak seberapa sebelum sang tante berjalan ke arahnya dengan membawa gunting, dan menggunting rambut Aleya tak karuan.

Aleya diam tak berkutik, kini rambutnya sudah tak karuan, beruntung sang tante tak memotong habis rambutnya.

Sang tante melemparkan guting tersebut ke sembarang arah, kemudian keluar dari kamar Aleya dengan membanting pintu dengan kuat.

Aleya memeluk lututnya, dengan air mata yang berjatuhan dipipinya, ia meremas seragam sekolahnya untuk menghilangkan rasa sesak didadanya.

"Akh! Kenapa gue jadi lemah gini!"

Aleya terisak sambil memegangi rambutnya.

"Gue emang pantes dapat ini, maafin gue Yo," lirih Aleya yang sudah tak bisa membendung kekesalannya.

-

Satu jam berlalu kini Aleya tengah membersihkan kamarnya dari kekacauan tadi, pecahan vas tadi mengenai kakinya dan membuat goresan panjang.

"Ceroboh banget sih," gumamnya.

Ia tak mempermasalahkan kakinya yang kini tengah mengeluarkan darah, sengaja di tekannya agar darah tersebut berhenti, namun nyatanya darah tersebut terus mengalir.

Kemudian ia berjalan ke kamar mandi dan melihat ke arah kaca, terlihatlah dirinya yang sudah tak karuan, rambut yang tak rapi, mata yang bengkak, dan kening yang memar.

Dengan berat hati di raihnya gunting dan mulai merapikan rambutnya, memang ia bukan pemotong rambut handal, namun setidaknya merapikan sendiri ia bisa.

Helai demi helaian mulai berjatuhan di lantai kamar mandinya, dan kini rambutnya sudah rapi walau terlihat sangat pendek dan mungkin bisa di sebut sebagai model laki laki, namun ia tak mempersalahkan itu, ia tetap menyukai model rambut barunya ini.

Karena merasa denyutan di kakinya semakin sakit, ia pun memutuskan untuk membersihkannya dan memperbannya. Semenjak bi Surti pergi dari rumahnya, ia merasa sangat kesepian, ia menyesali karena telah membentak bi Surti.

ting nung

Aleya menoleh ke arah handphonenya yang masih tersimpan rapi di atas nakasnya.

Reyna: Al, Leo koma.

Membaca pesan singkat dari Reyna membuat hati Aleya hancur, ia sudah kelewatan, ia telah membuat Leo koma akibatnya.

Setetes air mata jatuh dari mata indahnya, kaki nya lemas namun ia harus bertanggung jawab atas ulahnya, ia siap di beri hukuman apapun, bahkan ke penjara sekalipun.

AleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang