(21)

26 3 0
                                    

"Aleya!"

Dengan santai Aleya membalikan badannya untuk melihat siapa yang memanggilnya.

"Kenapa?" tanya Aleya dengan judesnya, setelah ia ketahui bahwa yang memanggilnya adalah Erwin.

"Pulang bareng mau nggak? Sekalian deh gue traktir es krim, gimana?" ucap Erwin yang masih bertengger di motornya.

"Tuben lu baik? ada maunya nih pasti," tebak Aleya sambil membincingkan matanya ke arah Erwin.

"Nethink mulu lo, niat gue udah baik ni," ucap Erwin masih dengan posisinya.

"Ya udah skuy."

Dengan begitu Aleya menaiki motor Erwin dan duduk dengan damai, sambil menikmati angin sepoi sepoi.

"Kok lo tumben nggak sama Leo lagi?" tanya Aleya di sela sela lajunya motor yang dikendarai Erwin.

"HAH?? APA Al?" teriak Erwin yang memang tak mendengar dengan jelas perkataan Aleya.

"KOK ELU NGGAK SAMA LEO LAGI," teriak Aleya yang kali ini di dengar oleh Erwin.

"OHH ITU, GUE MALES AJA, BOSAN JUGA LAMA LAMA SAMA TUH ANAK, NTAR DI KIRA GUE HOMO LAGI."

"ELU KAN EMANG HOMO WIN, NGAKU AJA LAH."

"SIALAN."

Aleya terkekeh dan tak lama motor mereka menepi ke sebuah kedai, yang cukup menarik perhatian Aleya. Dari depan kita sudah di sajikan dengan nuansa kaktus dan papan papan kayu serta lukisan coboy, ntah apa sangkut pautnya dengan es krim, tapi tempat ini sungguh indah untuk di lihat.

Erwin pun memimpin jalan dan menarik kursi di salah satu meja dengan pemandangan di jendela yang menunjukan indahnya surya yang akan tenggelam.

"Nah lu mau es krim rasa apaan nih?" tanya Erwin yang tengah melihat lihat menu.

"Terserah lo aja deh, kan lo yang bayarin."

"Oke. Mbak eskrim blueberry yogurt nya dua ya," ujar Erwin ke pelayan yang sendari tadi menunggukan mereka.

"Oke mas, ada pesanan lain?" ucap pelayan itu ramah.

"Nggak itu aja dulu."

"Oke silahkan di tunggu ya."

Pelayan tersebut pergi dan meninggalkan Aleya dan Erwin. Sendari tadi Aleya tak lepasnya memandang ke arah jendela dengan tatapan tenangnya.

"Ekhem" deham Erwin.

"Apaan lo," ucap Aleya dengan tatapan juteknya ke arah Erwin.

"Ya elah Al, jutek banget, lo lupa dulukan kita sering tuh makan es krim di mamang gerobak depan SMP," ujar Erwin yang berhasil mengingatkan tentang masalalu mereka.

Mereka dulu memang dekat, namun ya hanya sebatas perantara antara Erwin dan Dhenis, Aleya saat itu merutuki dirinya karena bisa bisanya dia mengagumi sosok Erwin.

"Nggak usah di ingat apalagi di kenang, suram tau nggak," jutek aleya.

"Loh kok suram sih, harusnyakan indah. Haha gue masih inget pas hidung lo sengaja gue kasih es krim."

Aleya mengingat kembali kejadian tersebut. Disaat dirinya tengah asik menghabiskan es krim di tanganya, dengan usilnya Erwin menoel hidungnya dan meninggalkan sedikit es krim di sana. Aleya yang kesal saat itu, mendorong pelan tubuh Erwin yang membuat Erwin termundur ke belakang, masih dengan tawanya yang menggelegar.

"Dulu ya dulu, sekarang udah beda," ucap Aleya jutek.

"Ah jutek banget sih lo Al, perasaan dulu lo nggak gini gini amat," oceh Erwin.

"Makanya apa apa jangan pake perasaan, otak juga harus di pake. lu nggak tau gua, jadi jangan bandingin gue yang sekarang dengan gue yg dulu."

Erwin tak menghiraukan perkataan Aleya, ia malah asik dengan es krimnya kini, sementara itu Aleya merasa bosan berada di tempat itu, moodnya kembali buruk saat Erwin mengingatkannya tentang masa lalu mereka.

"Lu ngajakin gue kesini buat apa sih?" Aleya menannyakan ke Erwin saat ia merasa sangat jengah.

"Oh Leo cuma mau tau kabar lo doang, tapi dia takut buat ketemu sama lo, takut lo marah," jawab Erwin santay.

"Dih nggak modal, cemen pulak, nih ya Win gue ajarin, kalo jadi cowok jangan lembek kek si Leo, lu harus gentle biar cewe cewe pada suka sama lo," ujar Aleya.

"iya Al iya gue tau, makasih ya," Erwin tersenyum ke arah Aleya.

Sementara itu Aleya sedikit kaget dengan tingkah laku Erwin. Senyuman yang di berikan Erwin berhasil membuat Aleya merasakan jantungnya berdetak lebih kencang.

"Sial nggak mungkin gue suka sama Erwin"

"Kenapa lu? kesemsem sama gue?" ucap Erwin yang memergoki Aleya yang sedang menatapi dirinya.

"Nggak, dih."

"Iya juga nggak apa apa, lagian gue nggak setuju kalo lo sama Leo," ucapan Erwin membuat Aleya mengernyitkan dahinya.

"Kenapa gue nggak setuju karena menurut gue Leo itu orangnya egois, dia nggak bisa milih lo atau Diana, itu yang gue nggak suka dari sifat Leo," lanjutnya.

Sementara itu Aleya hanya diam mendengar ucapan Erwin. Erwin yang baru selesai menghabiskan es krimnya lalu mengambil sesendok es krim Aleya yang masih seperempat.

"Persetan sama Leo. Gue lagi nyari pekerjaan nih, bantuin gue dong win, kerja apa kek gitu yang penting gue ada duit, nyuci baju kek, nyapu, ngepel, nyuci piring, semua deh," ujar Aleya.

"Hah?! Seriusan lo?" ucap Erwin kaget.

"He'em."

"Emangnya lu kenapa? Orang tua lo nggak cukup ngasih lo uang jajan?" tanya Erwin.

"Nanti deh gue ceritain, intinya gue mau kerja, tapi yang nggak bentrok sama sekolah," jawab Aleya.

"Ya udah ntar gue cariin deh, kalo misal jagain anak kecil, lo mau nggak? soalnya tante gue ada tuh, punya anak masih berapa ya? kira kira tujuh bulanan gitu. Tante gue sibuk kerja malam, ya lo tau lah yang di club club gitu, kadang anaknya di titipin sama tetangga," ucap Erwin.

Aleya yang memang menyukai anak kecil langsung mengangguk semangat, lagian ia tak tega melihat bayi yang kurang kasih sayang orang tua seperti dirinya.

"Boleh boleh, kebetulan gue seneng banget sama anak kecil, gue boleh minta nomor tante lo nggak? Dan rumahnya dimana?" tanya Aleya dengan antusias.

"Rumahnya nggak jauh dari rumah gue, kalo mau pulang ini kita kesana aja gimana?" tanya Erwin.

"Boleh banget!"

AleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang