(18)

29 5 0
                                    

Keesokan harinya Aleya dan keempat sahabatnya tengah berkumpul bersama di kantin sambil menikmati bakso kuah kesukaan mereka. Keadaan di kantin cukup penuh dan berisik namun tak di hiraukan oleh lima sekawan ini.

Setelah menghabiskan makanan, mereka pun mulai berbincang.

"Jadi gimana Al? Lo pulang sekolah langsung kerumah sakit?" tanya Reyna membuka obrolan.

"Ya gitu," jawab Aleya santai sambil memainkan sendok yang berada di mangkuk baksonya.

"Hah? Gimana gimana? Rumah sakit? Lo sakit Al?" tanya Dhenis yang tak tau tentang persoalan Aleya.

"Lo nggak tau?" tanya Fatir ke Dhenis, Dhenis pun makin mengernyitkan dahinya.

"Kalian nutupin apa dari gue hah," ucap Dhenis sedikit berteriak.

"Bukan nutupin Dhe, kita kira kamu udah tau," ucap Daniel dengan suara tenangnya.

"Udah tau apa sih, cerita coba," ucap Dhenis yang mulai kesal.

"Jadi, gue lagi ada masalah sama Leo, terus gue kesal sama dia ya udah gue tonjok tu anak, eh tau nya dia sakit di larikan di rumah sakit, terus dia koma, mamanya Leo nyuruh gue bayarin administrasinya ya udah karena uang gue nggak cukup gue jual deh handphone sama kalung gue buat bayar ke mama Leo," jelas Aleya. Sedangkan Dhenis melototkan matanya.

"Hah! kok lo mau mau aja sih, lagian kenapa lo tonjokin tuh anak, terus kenapa lo mau jenguk si Leo?" tanya Dhenis dengan nada tidak santainya.

"Kalo nanya satu satu kenapa Dhe, banyak banget pertanyaan lo, pake kenapa semua lagi, hadeh," ucap Aleya sambil memukul pelan keningnya.

"Ya udah di jawab!"

"Pertama gue mau bayar karena emang salah gue, kedua gue suka aja nonjokin dia, ketiga karena mama Leo nitipin Leo ke gue, padahal gue udah nolak dan nyuruh Dian aja, tapi dia nggak mau, terus juga si Leo pas koma manggil manggil nama gue," jawab Aleya panjang lebar.

"Dian? siapa lagi tuh?" tanya Dhenis lagi.

"Itu loh anak baru di kelas Leo, katanya sih mantan Leo pas SMP, tapis sekarang udah balikan," jawab Fatir.

"Dian, Diana? yang rambut hitam gelombang, terus suka pake rok 5cm atas lutut sama baju ketat itu? Dih kaya cabe," ucap Dhenis tak suka.

Memang penampilan Diana sangat sangat menonton, dengan rok pendeknya, baju nya yang sedikit ketat melihatkan bentuk tubuhnya yang bahenol bagai gitar Spanyol.

"Demenan lo tuh Tir," ucap Aleya sambil terkekeh pelan dan diikuti oleh Reyna.

"Enak aja! Gue mah setia sama Reyna, lagian Reyna udah paling top kok buat gue, rambut pendek sebahunya, mata sipitnya, hidung mancungnya, tinggi badannya," ujar Fatir sambil menatap ke arah Reyna sang kekasih hatinya.

"Apaan sih bawa bawa tinggi badan, bilang aja kalo aku tuh pendek," ucap Reyna sedikit ngambek dan mencebikan mulutnya.

"Ih nggak gitu Rey, kan salah lagi gue nya," Fatir pun ikut mencebikkan mulutnya, sementara itu Aleya tertawa terbahak bahak.

"HAHAHA lucu parah.."

Keempat sahabat Aleya merasa heran melihat Aleya yang tertawa lepas. Heran dan bahagia di waktu yang sama. Kenapa? Karena ini pertama kali dari sekian lama Aleya tidak tertawa lepas. Diam diam mereka tersenyum ke arah Aleya.

Aleya yang baru berhenti dari tertawanya mulai merasa aneh dengan sahabat sahabatnya yang memandanginya dengan senyuman yang mengembang di wajah masing masing dari mereka.

"Lo lo pada kenapa sih? Nyeremin tau nggak," ucap Aleya setelah menyadari keanehan dari sahabat sahabatnya itu.

Mereka tidak menjawab melainkan terkekeh dan tak lama bel masuk pun berbunyi, semua murid berpergian dan mulai menuju kelas masing masing, begitu juga dengan Aleya dan keempat sahabatnya.

Sesampai di kelas, Aleya berjalan ke arah bangkunya, ia terbiasa duduk sendiri, terkadang Teo menemaninya namun setelah kejadian itu, Teo tak mau dekat dekat dengan Aleya, apa lagi sekarang Aleya benar benar terlihat seperti seorang yang misterius.

Dengan rambut pixie hitamnya dan wajah pucatnya serta kantung mata yang disebabkan karena kurang tidur, membuat Aleya seakan akan bisa saja menyerang tiba tiba.

Hari ini pelajaran cukup membosankan di tambah dengan guru yang membosankan membuat Aleya ingin kabur dari kelas. Ia pun berjalan ke arah guru tersebut dan berpamitan untuk ke toilet.

Keluar dari kelas Aleya tidak menuju toilet, ia malah menuju toga sekolah, hanya sekedar menenangkan pikiran. Ia menyukai aroma berbagai tanaman obat obatan di sana, seperti aroma serai, jahe, dan lain lain, tak heran ia sering ke sana untuk menghabiskan waktunya.

Dihirupnya dalam dalam aroma di toga tersebut. Tenang, itulah yang Aleya rasakan saat ini.

"Eh lu ngapain?"

Suara tersebut membuat Aleya menoleh ke arahnya.

"Lu yang ngapain?" tanya Aleya.

"Gue mau ambil jahe, buat di uks, lah elu ngapain?" tanya orang tersebut.

"Nenangin diri doang," jawab Aleya santai.

"Disini? yakin?" Aleya mengangguk yakin.

"Lo tadi mau apa, mau ngambil jahe kan, ya udah ambil aja gue nggak ganggu kok," ucap Aleya lagi.

"Ngeliat lo disini, gue jadi pengen bolos juga, gimana keadaan Leo?"

"Ya gitu deh Win," jawab Aleya sambil tersenyum tipis.

"Pulang sekolah mau nggak temenin gue," ajak Erwin sambil memandang ke arah Aleya.

"Kemana?" tanya Aleya bingung.

"Ke rumah sakit, jenguk Leo," jawab Erwin sambil menatap Aleya.

Erwin terus menatap Aleya dengan pandangan yang berbeda, ia merasa baru bertemu dengan Aleya yang berbeda, ia memang sudah kenal Aleya sejak SMP, namun ia memiliki masalah sedikit dengan sahabat Aleya, maka dari itu mereka agak jaga jarak.

Erwin dan Aleya sempat dekat saat kelas 2 SMP, namun kedekatan yang di jalin Erwin hanya sekedar memanfaatkan Aleya untuk mendekatkannya dengan Dhenis. Ya dulu Erwin menganggumi sosok Dhenis, sampai ia rela beradu tinju dengan Daniel, dan mulai dari situlah Daniel tidak menyukai Erwin. Walaupun tidak menyukai Erwin, namun Daniel tak pernah melarang Aleya untuk berteman dengan Erwin.

"Rambut lo bagus, gue suka," ujar Erwin tiba tiba dengan senyumannya.

"Modus nih, pasti mau minta nomer Dhenis kan? Sori Win nggak akan gue kasi," ucapan Aleya membuat Erwin terkekeh pelan.

"Gue udah nggak suka sama Dhenis, gue suka sama sahabatnya," ucap Erwin yang masih setia menatap Aleya.

"Reyna maksud lo?" tanya Aleya sambil mengernyitkan dahinya.

Erwin diam sambil terus tersenyum ke arah Aleya, ia senang mengerjai Aleya dan membuat gadis itu mengoceh sendiri, walaupun Aleya terbilang dingin, namun tidak dengan orang orang yang dekat dengannya.

"Awas aja lo ya, suka sama Reyna, sebelum Fatir ngebejek lo, gue duluan yang bakal ngelakuin itu," ancam Aleya, namun Erwin tetap tersenyum ke arahnya.

"Siapa bilang gue suka sama Reyna," ucap Erwin.

"Lah terus siapa?" tanya Aleya yang benar benar tidak tau dan tidak peka.

"Gue suka sama lo,"

AleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang