(19)

27 4 0
                                    

"Gue suka sama lo," ucapan Erwin tersebut membuat Aleya mebelalakan matanya.

"Hah?! Suka sama gue?" teriak Aleya di depan wajah Erwin.

Erwin mengangguk dan tersenyum.

"Kok bisa?" tanya Aleya setengah berteriak di depan wajah Erwin.

"Bisa aja kan," jawab Erwin santai.

Aleya tak habis pikir dengan orang di depannya ini yang dengan mudahnya mengutarakan perasaannya di depan Aleya, benar benar tak habis pikir.

"Nyantai banget sih lo jadi manusia, gue disini gugup nya minta ampun," ujar Aleya yang berusaha menutupi ke gugupannya.

"Hahaha jujur banget sih jadi orang, beda banget sama cewek lain, jadi perasaan lo ke gue gimana?" tutur Erwin masih dengan senyumannya.

Aleya menatap ke arah Erwin sebentar dengan satu alisnya yang terangkat.

"Gue nggak suka sama lo, heheh," ucap Aleya sambil terkekeh.

Tiba tiba wajah Erwin berubah, walaupun sebenarnya ia sudah tau jawaban tersebut, mana mungkin Aleya menyukainya, tentu saja tidak mungkin.

"Ohh gitu, ya udah deh nggak apa apa, ntar gue cari yang tulus sama gue," ujar Erwin, kemudian keadaan menjadi canggung.

Aleya masih mencoba menghapus ingatannya soal Erwin tadi, karena ia tak mau terlalu memikirkan perasaan Erwin. Selama di SMA Erwin dan Aleya berlagak tak kenal satu sama lain, apa lagi di depan Leo, karena yang Leo tau, Erwin adalah orang baik dan selalu mengalah deminya.

Namun kenyataannya Erwin adalah seseorang yang egois, tak mau mengalah, dan harus selalu mendapatkan apa yang ia inginkan. Itu sebabnya Aleya melarangnya untuk berdekatan dengan Dhenis, dan Aleya selalu punya cara untuk menjauhkan Erwin dari Dhenis.

Sampai akhirnya Daniel datang dan mewarnai persahabatan antara Dhenis, Reyna, dan Aleya. Daniel juga orang yang berhasil menjinakkan Erwin dengan kata lain setelah mereka beradu tinju Erwin tak berani lagi mengganggu Dhenis.

Atas kebaikan Daniel, tanpa sadar Dhenis menaruh hati padanya. Walaupun Daniel cuek, namun Daniel cukup peka untuk merasakan keanehan dari Dhenis, dan siapa sangka Daniel juga menaruh hati padanya.

Dan mulai dari situlah mereka menjalin hubungan dan membuat Erwin makin kesal, namun kekesalan tersebut tak bisa di ungkapkan, akhirnya Erwin memutuskan untuk move on.

"Kenapa lo suka sama gue? cewe lain kan banyak, nih ya ada Rena, ada Lila, ada itu siapa tuh Liliana, ada ah siapa sih yang bahenol itu yang nggak kalah bahenolnya sama Diana, siapa sih namanya Lina? Nah Lina, trus itu si Devi, Nurul, Sofi, kan banyak tuh," cerocos Aleya dengan gerakan jari menghitung.

"Hahahah, ogah gue sama tu semua, mereka nggak bakalan mau gue suruh potong rambut pendek kayak lo, nggak akan ada yang senekat lo," Aleya terdiam di dalam hatinya ia merasakan benda tajam tertusuk disana.

"Asal lo tau, gue juga nggak sudi potong rambut sependek ini," batin Aleya

"Ha ha ha, udah sana gue mau ke kelas aja deh," ucap Aleya yang hendak pergi.

"Eh tanggung, mending lo bantuin gue nyabut jahe, lagian bentar lagi juga udah pulang," ucap Erwin.

Mau tak mau Aleya pun membantu Erwin, tak semua jahe di ambil mereka, hanya beberapa. Kegiatan tersebut membuat tangan mereka kotor, bahkan kuku Aleya yang sengaja ia panjangkan kini menjadi hitam dan kotor.

"Al kuku lo, jadi hitam gitu ih," ujar Erwin dengan tatapan mengejeknya.

"Napa lo mau? sini gue cakar muka lo!" ancam Aleya sambil mengangkat jari jarinya menunjukan terkaman.

"Galak bener, mending di potong tuh kuku, nggak enak diliat kalo item item begitu," ujar Erwin.

"Sekalian elo elo nya gue potong, mau?!"

Erwin bungkam kemudian melanjutkan aktivitasnya. Setelah mengambil beberapa jahe dan membersihkannya, mereka berdua pun berjalan menuju uks.

Sesampai di uks Aleya mencari pemotong kuku, karena kukunya benar benar kotor. Setelah mendapatkan benda yang ia cari, Aleya pun berjalan ke arah kasur dan mulai memotong kukunya.

"Kukunya buang disini nih," ucap Erwin sambil memberikan satu kantong kresek ke Aleya.

Aleya merebut kantong tersebut dan melanjutkan aktivitasnya. Tak lama bel pulang berbunyi, Aleya pun bergegas ke kelas untuk mengambil tasnya.

Sesampainya ia di kelas, langsung saja Reyna dan Dhenis menanyakan dari mana saja ia pergi, dan tak lupa catatan pr dari Teo.

"Awas ya lo kalo besok lo bolos lagi, gue bejek lo," acam Dhenis ke Aleya.

"Yakin mau ngebejek gue, Leo yang gue tonjok aja langsung masuk RS tu apa lagi lo," ejek Aleya, sementara itu Dhenis mencubit pelan lengan Aleya.

"Eh iya, Lo pulang ini ke rumah sakit kan Al?" tanya Reyna

"Yap."

"Sama siapa?" tanya Reyna lagi.

"Erwin," jawab Aleya santai.

"ERWIN??" teriak Dhenis dan Reyna bersamaan.

"Tenang, dia udah jinak, sekali macem macem gue jadiin tuh anak tempe goreng," ucap Aleya santai dengan cengirannya.

"Hati hati aja ya Al," ucap Dhenis. Kini Daniel telah berdiri di sebelahnya.

"Santai, oh iya gue duluan ya, muah!" ucap Aleya sambil memberikan kecupan singkat di pipi Reyna dan Dhenis.

Di parkiran ternyata Erwin telah menunggunya, Aleya pun berjalan menuju Erwin yang telah menyambutnya dengan senyuman.

"Apa lo senyum senyum," sinis Aleya.

"Gue suka liat rambut lo tadi, berkibar gitu pas kena angin," ujar Erwin sambil tersenyum manis ke arah Aleya.

"Rambut mulu yang lo bahas, mau gue botakin tuh rambut hah?!"

Erwin bergidik kemudian menyengir kuda.

"Hehehe nggak usah, makasih. Yuk naik udah jam dua lewat nih," ajak Erwin kemudian mereka sama sama menaiki motor.

Setelah menaiki motor Aleya pun memegang bahu Erwin.

"Udah kaya tukang ojek gue nya, jangan menggang itu dong, nih di pinggang," ucap Erwin dengan wajah memelasnya yang terlihat di kaca spion.

"Mau jalan, atau mau gue gerek disini hah?"

"Eh iya iya," Erwin pun melajukan motornya.

Di perjalanan mereka hanya berdiam diri menikmati angin siang menjelang sore ini. Terkadang asap dari knalpot motor orang pun membuat Aleya terbatuk, ia lupa untuk mengenakan helm, dan Erwin juga cuma bawa satu helm, al hasil Aleya tak menggunakan helm.

Siang itu jalanan cukup ramai karena memang waktu pulang sekolah, banyak anak anak SMA yang berkeliaran masih dengan baju sekolahnya.

Tak sengaja saat di jalan mata Erwin menangkap sepasang kekasih yang tengah menaiki motor dengan bermesraan. Orang itu, orang yang pernah ia dambakan, dan berharap ia lah yang bersamanya di motor itu. Sulit untuk melupakan perasaan itu, walau di mulut berkata tidak namun di hati berkata iya. Erwin bingung dengan perasaannya sendiri, apa ia harus mencari yang baru?

AleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang