(20)

35 5 0
                                    

Hari berganti hari, kini keluarga Leo tengah berbahagia pasalnya hari ini Leo di izinkan untuk pulang kerumah setelah satu minggu berada di rumah sakit.

Dan selama seminggu itu pula Aleya menemani Leo, memberi makan Leo, memberi Leo obat, dan hal hal lain yang besangkutan dengan kesehatan Leo.

Lain halnya dengan Diana, setelah Leo mengucapkan nama Aleya disaat ia koma, dan mulai saat itu juga Diana tak pernah menjenguk Leo, bahkan ia di gosipkan berselingkuh dengan Reza, sang kapten basket di sekolah mereka.

Pagi ini mereka tengah mengikuti upacara bendera, cukup membosankan dengan amanat yang sering di ulang ulang setiap minggunya.

Aleya dan ke dua sahabat nya berbaris paling belakang untuk menghindari paparan sinar matahari yang memang sangat terik pagi ini.

"Gila panas banget," bisik Dhenis sambil mengibaskan tangannya di depan wajahnya.

"Tau nih, lo ya Al yang buka pintu neraka nya? ngaku lo!" tuduh Reyna masih dengan berbisik.

"Se-setan setannya gue, mana mau gue buka pintu neraka sampe gue sendiri kena panas nya," jawab Aleya yang kini tengah mencopot topinya yang kemudian di jadikan kipas.

"Gerah banget gila," bisik Dhenis lagi.

"Tau nih, punya rambut panjang nggak enak ternyata," sambung Reyna.

"Hayu lah potong rambut kayak gue," ajak Aleya sambil tersenyum dan menaik turun kan alisnya.

"Nggak sependek itu juga kal—"

"Ekhem!"

Dehaman tersebut membuat Aleya dan ketiga sahabatnya menoleh kebelakang dan seketika itu juga mereka mengembalikan pandangannya ke semula.

"Mampus ada bu Leni," bisik Reyna dan kemudian membetulkan posisinya dan kembali mendengarkan amanat.

Begitu juga dengan Aleya dan Dhenis, mereka sama sama ikut fokus mendengarkan amanat.

"Karena senin depan kita libur, di akibatkan tanggal merah, saya serta guru guru lain akan mengajak anak murid sekalian untuk berlibur ke puncak!" seru sang kepala sekolah, dan langsung di sambut sorakan dari murid murid.

Setelah itu upacara selesai dan murid murid masuk ke kelasnya masing masing, hingga tiba waktunya istirahat.

"Kantin kuy," ajak Dhenis sementara itu Aleya tengah mencari keberadaan buku pr yang tiba tiba hilang dari tas nya.

"Lu nyari apaan Al?" tanya Reyna yang kebingungan melihat tingkah Aleya.

"Buku pr gue, nggak ada di tas," saut Aleya sambil sibuk mencari.

Sementara itu Dhenis yang di kacangkan kini ikut membantu, begitu juga dengan Rangga. Namun tak lama Fatir datang sambil menahan tawanya.

Aleya yang menyadari itu langsung saja menepuk keningnya.

"Bodoh banget sih gue, kan bukunya sama Fatir," ujar Aleya dan menunjuk ke arah Fatir.

Fatir yang di tunjuk akhirnya tertawa terbahak bahak. Sedangkan ke tiga sahabatnya hanya menggelengkan kepala.

"Ya udah ayo ke kantin."

Mekeka pun berjalan bersama menuju kantin. Hari hari berjalan seperti biasa, mereka hanya duduk makan dan sedikit bercanda, Aleya merasa beruntung karena masih ada orang yang mampu membuatnya tersenyum.

"Al lo yakin nggak punya sedikit pun perasaan sama Leo?" tanya Reyna tiba tiba.

"Nggak."

"Jadi lo suka sama siapa? gue bingung deh," Lanjut Reyna lagi, sedangkan Aleya hanya mengangkat bahunya.

"Oh lo suka sama Erwin ya?" tebak Dhenis.

"Ha ha ha nggak," ujar Aleya dingin.

"Lagian ngapain sih ngurusin gue, ntar ya kalo gue suka sama seseorang pasti gue kasi tau deh, tenang aja," lanjut Aleya sambil memainkan sedotannya.

"Boleh aja sih tenang, asal lo jangan suka sama gue atau Daniel aja," ucap Fatir yang kemudian sebuah es batu mendarat di dahinya.

"Kepedean!" ujar Aleya dengan wajah judesnya ke Fatir.

Mereka asik menggoda Aleya, namun pandangan Aleya tak pernah lepas dari dua orang di pojok meja sana. Seorang kapten basket dan seorang cewek bahenol.

Kedua orang itu berpelukan dan bermesraan di ujung sana, tak banyak yang memerhatikan mereka karena memang tempat tersebut paling pojok. Namun entah mengapa mata Aleya begitu jeli melihat semua pergerakan mereka.

"Al, lo liatin apaan?" tanya Dhenis yang memang duduk di hadapan Aleya.

Aleya terus memerhatikan kedua orang tersebut sambil berbicara kepada Dhenis.

"Noh di pojok."

Dhenis pun melihat ke arah yang di tunjukan oleh Aleya, namun ia tak menemukan orang yang di maksud oleh Aleya.

"Siapa sih?" tanya Dhenis lagi, kini Reyna juga ikut ikuttan mencari.

"Ck, itu tuh si Reza sama Diana," ucap Aleya, Dhenis dan Reyna pun mulai melihat ke arah dua orang tersebut.

"Ih kok gitu sih, kecyduk guru baru tau tuh anak," ujar Reyna dengan nada jijik nya.

Bagaimana tidak, kini Diana makin merapatkan duduknya dengan Reza, dan tangan Reza kini berada di atas paha Diana.

"Kalian kenapa sih, gitu doang di pandangin," ucap Fatir yang heran dengan ketiga cewek di depannya.

"Iseng aja," ujar Aleya, kemudian ia bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah kelas.

"Tir bayarin!" teriak Aleya, kemudian melanjutkan jalannya.

Sementara itu Fatir tengah menyupah serapahi Aleya, bagaimana tidak, Aleya cukup banyak mengambil makanan, dan mau tidak mau Fatir yang membayarkannya.

Perlajaran pun berlanjut hingga bel pulang berbunyi, kini Aleya baru saja di tinggal pulang oleh keempat sahabatnya.

"Sue emang, gini bener nasib gue," ucap Aleya sambil berjalan malas di trotoar menuju rumahnya.

Hari itu memang matahari tak segan segan menampakkan dirinya, hingga membuat awan awan menyingkir dan memberikan efek panas yang menyengat bagi manusia di tambah polusi udara, membuat siang itu menjadi sangat gerah.

Aleya terus berjalan sambil sesekali membetulkan tasnya dan mengelap tetesan air keringat yang berjatuhan ke pipinya. Rambut pendeknya sedikit basah di sebabkan oleh keringat, namun hal tersebut tak di hiraukan olehnya.

Beberapa teman sekolah Aleya pun ada yang menyapanya. Hanya sekedar menyapa tanpa berniat mengantarkan Aleya pulang, tapi bukan Aleya namanya kalau tak ambil pusing dengan hal apapun yang ada di sekitarnya.

"Aleya!"

AleyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang