⚽️ Penalty Kick

143 19 3
                                    

Semuanya seolah berjalan begitu saja selama hampir satu minggu ini. Seperti sudah menjadi alurnya. Tetapi segalanya tampak berubah, cukup drastis bahkan.

Dari kelas yang tiba-tiba adem ayem tanpa gangguan dari mulut mercon Zera dan Saga, sampai Zera yang pada akhirnya memutuskan menerima job dari Pak Arsen. Iya job, gajinya nonton gratis 5 mdpl (meter dari pinggir lapangan) alias tribun terdepan.

Semuanya berawal pada keesokan hari setelah tanpa sengaja dua rival itu memutuskan berdamai.

️️ ️️️️️️

"Oy Je, dicariin noh di depan! Gila si pengangguran satu ini akhirnya jadi orang sibuk juga," suara ngebass milik Banu menyapa pendengaran Zera siang itu. Zera mendengus menatap sinis ketua kelasnya itu. Pengangguran katanya? Wah, ngajak tubir emang si namanya Banu.

"Siapa dah?" Tanya Zera pelan lalu beranjak keluar kelas.

Tepat di depan kelasnya, sosok pemuda jangkung yang tak asing berdiri bersandar pada tembok dengan tatapan matanya terfokus pada ponsel di genggamannya. Dengan sedikit berdebar, Zera memberanikan diri mendekat.

"Nyari saya, kak?" Ucapnya ragu dengan tangan kanannya terangkat menunjuk dirinya sendiri membuat cowok itu mendongak, mengalihkan pandangan pada Zera yang berdiri tepat di depannya, "eh, kamu Zera kan?"

Kamu.

"Ah, maksud gue.. Jeje temennya si Figo kan?" Ucapnya mengulangi pertanyaan dengan kalimat yang lebih terdengar akrab. Zera tak menjawab, hanya menganggukkan kepalanya.

"Gue Leo. Tau kan?"

️️ ️️️️️️

Leo Irsandi. Senior, kapten kesebelasan klub, sekaligus idola Zera kala itu yang turun tangan membujuk Zera. Kalau begini jadinya kan Zera sendiri bingung bagaimana caranya nolak. Zera yang baru kali ini di-notice oleh sang idola ya bawaannya iya iya saja saat Leo berbicara. Leo adalah alasan dirinya menerima job selain tidak tahu cara menolak tawaran dari Pak Arsen.

Begitulah kisah singkat yang membawa Zera dalam tiga hari ini selalu mampir ke lapangan basket sepulang sekolah.

Ya, lapangan basket indoor yang lebih mirip gedung serbaguna itu menjadi markas skuad klub bola akhir-akhir ini karena lapangan sepak bola yang akan digunakan untuk turnamen kurang lebih 10 hari lagi tengah di renovasi.

Sehingga dengan terpaksa mereka kali ini memakai sepatu futsal karena akan menggunakan lapangan basket sekolah yang hari ini nganggur.

Cewek yang sudah berganti pakaian menjadi training hitam sepanjang betis dengan kaus olahraga itu berdiri di bawah ring basket, menggaruk rambut kucir kudanya yang tak gatal. Sumpah, demi apapun sebenarnya ini adalah situasi yang bahkan untuk memikirkannya pun Zera enggan. Canggung, dan tentu saja asing.

Meskipun kehidupan sehari-harinya sejak SMP bahkan kelas 6 SD lebih dipenuhi oleh teman lelaki, tapi ini tuh... apa ya? Gimana sih kalau ngelihat cowok-cowok latihan langsung di depan mata pada ketawa-ketiwi somplak sambil lari-lari padahal biasanya ngelihat dari kejauhan alias dari tribun. Kayak, udah biasa nonton sepak bola Eropa di televisi tiba-tiba bisa nonton langsung di stadion.

Berlebihan sih, tapi hanya itu perumpamaan di otak Zera saat ini.

Mana dari kemarin Pak Arsen nya datang waktu latihannya mau bubar. Sore bener. Emang ya dimana-mana guru olahraga tuh biasanya kalau udah jam 11 pasti udah nggak di sekolahan karena nggak mungkin ngajar olahraga jam 11 siang.

Ditambah lagi dari kemarin yang ngajak ngobrol Zera sejenis buaya semua kayak Sean, Adam dan Javi yang nggak ada bosennya ngata-ngatain Zera meskipun berakhir ditabok sama Garren ataupun Leo. Sedangkan si mantan rivalnya alias Saga seperti biasa cuma diem-diem bae.

RIVALITIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang