Bangku semen panjang depan kelas terisi penuh oleh para kaum adam kelas 11 IPA 4. Perbincangan mereka bak ibu-ibu rempong yang sedang nunggu om-om sayur lewat. Tak seperti biasanya yang kalau ada PR pasti mereka akan masuk ke kelas dan sibuk menyalin pekerjaan teman. Padahal mereka tengah menunggu dua manusia yang menjadi maskot hari ini.
"Paling nggak sih Madrid menang tipis, nggak bisa ngebantai." Banu nyeletuk, memulai obrolan serius pada pagi ini setelah tadi hanya bercanda dan bergurau dengan yang lainnya.
"Nggak, gue pikir... Barca masih jauh lebih unggul." Kali ini si wakil ketua--Adam tidak sependapat dengan Banu.
Fajar yang duduk di ubin bawah kali ini dengan tak santai mengutarakan pembelaannya pada Madrid. Maklum, Fajar adalah Juventini sehingga lebih pro Madrid. Salah satu alasannya adalah karena... pernah dibantai Barca di final Liga Champions, "jelas Madrid lah, Barca tuh cuman main aman ngandelin ball posession. Tiki-takanya juga nggak sebagus dulu."
Ucapan panjang dan logis Fajar mendapat anggukkan penuh dari Banu, "nah gue setuju tuh, Jar. Lagian mainnya juga di kandang Madrid."
"Ck, lo semua lupa ya, Santiago kandang kedua Barca?" Jordi yang nampak hanya terdiam mendengarkan, kali ini bersuara.
"Yoooo mantap! Gue tim Zera, beneran dah kalau nggak Barca menang, mentok-mentok fulltime imbang," ditutup oleh sorakan Firman yang memang adalah fans Barcelona, namun tak sefanatik Zera. Meski kadang keduanya berbincang kecil masalah klub entah itu bursa transfer, ataupun pemain yang cedera.
Ya, kurang lebih 15 jam sebelum kick off match yang paling dinanti, yaitu el clasico.
Seperti yang terdahulu, para kaum adam IPA 4 akan terbagi menjadi dua buah kubu karenanya.
"Cuy, ada nyium bau-bau nyengat nggak?" Adam bertanya dengan raut muka serius. Membuat yang lainnya mendengarkan dan secara spontan mengendus mencari bau apakah gerangan yang dimaksud oleh Adam.
Banu di sampingnya menoyor keras kepala Adam, dan berteriak kesal, "SIALAN LO KENTUT YA?!"
Adam yang tak terima berbalik menghadap Banu dan menabok keras paha si ketua kelas itu, "he kagak elah mulut lo!"
"Lah bau apaan dah?" Firman bertanya dengan polosnya.
"Bau permusuhan, tuh manusianya dateng!"
Benar, semuanya menoleh ke arah pandangan Adam. Dua pemudq jangkung dari tikungan kelas IPA 1 berjalan mendekat, masing-masing memasang wajah cerah. Mereka adalah Saga dan Javi.
Tak berselang lama dari arah berlawanan muncul Zera yang baru saja usai sarapan di kantin.
Bak film action, tiba-tiba atmosfer sekitar memanas seiring tatapan kedua rival beradu. Tidak ada yang membuka percakapan, bahkan anak-anak yang lainnya hanya diam menonton memasang raut excited yang dibuat-buat.
"Kedip elah!"
"Mata lo yang minta dicolok!"
"Cih."
Sudah.
Hanya tiga kalimat dan sama sekali tidak membahas apa yang akan terjadi 15 jam kemudian. Zera memasuki kelas. Sedangkan Saga menyusul duduk di bangku depan kelas bersama teman-teman yang lain, karena bel jam pertama berbunyi masih agak lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIVALITIONSHIP
أدب المراهقينKata para siswa IPA 4, kelas sudah jadi seperti ragunan mini kalau Zera dan Saga sudah berulah mengeluarkan kata-kata magis membela klub bola kebanggaan masing-masing. Lain lagi kalau kata para siswi penghuni kelas jika disuguhi adegan fan war, mere...