⚽️ Red Card

127 19 10
                                    

"Lo ke ruang mading lagi?"

Aletta yang masih duduk di kursinya mengangguk kecil, membalas tatapan Zera yang kini berdiri di sampingnya.

"Hm, masih banyak yang belum beres. Ah, ya ampun padahal lapar.." balasnya yang akhir-akhir ini, bahkan hari ini lagi-lagi menolak ajakan Zera untuk ngantin bareng.

Zera menepuk-nepuk pelan pundak Aletta berniat iba, "padahal mau gue bayarin. Mau apa lo? Mi ayam kantin pojok? Cireng mak ipeh? Cilok? Bakso ikan? Jus melon? Susu pisang? Gue jabanin."

Untung kelas yang dari tadi ramai saat bel istirahat berbunyi berangsur sepi karena penguninya sudah ngacir ke kantin. Tersisa beberapa perempuan yang ketika mendengar kalimat Zera tadi hanya ketawa-ketiwi.

"Baik banget sih, Je. Ya ampun sampai muak gue. Bye, gue duluan," balas Aletta lalu berdiri dan berlari kecil meninggalkan kelas.

Banyak perubahan yang terjadi selama sepekan sebelum turnamen dimulai. Seolah hampir semua siswa-siswi berbondong jadi seksi sibuknya sekolah. Kurang lebih pemandangan seperti itulah yang Zera Juvanka tangkap. Ah, atau sebenarnya tidak.

Mungkin karena baru kali ini pula gadis dengan rambut sebahu yang lebih sering diikat rapih itu seperti keluar dari kandangnya, ikut berperan dalam turnamen sepak bola nanti. Jadi, maklumilah kalau ia jadi sering disapa sana-sini, berpapasan dengan banyak wajah baru, bahkan Aletta yang akhir-akhir ini jadi jarang ke kantin bersama karena sibuk di ruang mading guna mencetak tiket, mengurus sponsor, dan masih banyak lagi.

Tugas Zera sebagai asisten pelatih sebenarnya cukup ringan. Tidak seberat Aletta yang kadang sampai mengorbankan waktu istirahatnya di sekolah. Zera hanya beberapa kali ditemui oleh beberapa panitia yang meminta data atau semacamnya.

Bukan tanpa alasan kalau tiba-tiba seisi sekolah menjadi lumayan memfokuskan diri pada turnamen. Ini kali pertama SMA Laskar Buana menjadi tuan rumah, sekaligus turnamen tahunan ini merupakan turnamen antar sekolah yang cukup elite.

Serius. Bahkan tak jarang ada saja alumni sekolah yang menjadi tuan rumah atau peserta turnamen yang datang untuk menonton. Meskipun harga tiket termasuk murah dan terjangkau untuk kaum pelajar, namun turnamen tahunan ini cukup menyajikan laga berkelas dan seru setiap tahunnya.

Zera bahkan tak pernah menyangka akan ikut berperan dalam hal ini. Seumur-umur, cita-cita yang asal keluar dari mulutnya adalah ingin menjadi the next Lucy Wiryono, tapi versi komentator sepak bola.

Kali ini ia bersama Yumna, lagi. Ya emang sebenarnya selain dengan Aletta, Zera juga kadang ke kantin bersama bendahara kelas dengan image galak tapi sebenarnya soft itu.

"Je, kenapa tuh Saga kok pincang gitu?"

Tanya Yumna tiba-tiba sambil menunjuk sosok jangkung yang berjalan tak jauh di depan keduanya. Saga bersama Javi berhenti di depan kelas 12 Bahasa, nampak berbincang dengan Wayan.

"Tanya aja sama orangnya. Kenapa gue?" Tidak, bukan sensi. Zera mengatakan itu dengan ringan.

Masih sambil berjalan menuju kantin, Yumna menolehkan kepala pada Zera dengan tatapan meledek, "lah lo kan yang asisten, pasti tau lah. Udah damai kenapa masih sensi aja sih?"

"Jatuh kemarin, sampai guling-guling." Yumna mengangguk saja mendengar balasan Zera yang singkat dan padat itu.

Keduanya melanjutkan langkah menuju kantin sembari berbincang ringan, melewati jajaran kelas dua belas yang juga ramai siswa-siswi berlalu-lalang.

️️ ️️️️️️

"Oy caper!"

Zera dan Yumna sama-sama tersentak, bahkan hampir saja mengumpat jika tidak sadar bahwa mereka tengah di lorong kelas dua belas Ips. Bagaimana tidak, tiba-tiba saja seorang siswi keluar dari salah satu kelas dan langsung menghadang jalan keduanya. Bukan, bahkan dua orang siswi.

RIVALITIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang