11. The hardship

5.4K 560 48
                                    

Siang ini masih sama dengan siang-siang sebelumnya. Joohyun masih setia menunggu sang Ibu yang masih terpejam. Perempuan itu menggenggam sebelah tangan pucat Tiffany disertai usapan lembut di setiap detiknya. Dress mocca yang dipakainya sudah terlapisi dengan kain penutup, wajah cantiknya bahkan harus ditutup oleh masker yang disediakan rumah sakit, guna menjaga tingkat kesterilan ruangan.

"Ibu kapan bangun?" ini adalah ke sepuluh kali Joohyun mengatakan itu selama setengah hari menunggu Tiffany. Hati perempuan itu tersentuh ketika melihat banyaknya selang yang menempel pada tubuh sang Ibu, terutama selang pernafasan dari tabung oksigen yang menjadi satu-satunya penunjang kehidupan sang Ibu selama kritis. Joohyun menatap mesin EKG yang menunjukan penurunan drastis detak jantung Ibunya sejak pagi tadi, ia ketakutan sekarang, perasaan enggan ditinggalkan itu kembali menggerogoti hatinya.

"Apa Ibu tidak ingin melihat cucu Ibu lahir nanti" kali ini Joohyun tak bisa membendung tangisnya lagi. Ia menunduk kemudian mengecup punggung tangan Tiffany yang dingin. Bahunya yang bergetar tiba-tiba merasakan sebuah usapan disana.

"Ibumu pasti sembuh, Hyun" suara lembut itu mengalun, membuat Joohyun dengan cepat mengusap air matanya dengan tangan.

"Jennie..." lirih Joohyun lalu memeluk Jennie.

"Kita bicara diluar saja, biarkan Ibumu beristirahat" ajak Jennie lalu menarik Joohyun untuk keluar.

Keduanya kini terduduk diruang tunggu didepan ruang rawat Tiffany. Joohyun yakin Jennie dapat menyembuhkan Ibunya suatu saat nanti. Yang ia perlukan saat ini hanyalah sabar, sabar untuk menunggu semuanya kembali membaik.

"Kau sedang hamil, Hyun. Jangan terlalu stres memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu" ucap Jennie memulai obrolan.

"Ibuku hal penting Jen, bagaimana bisa kau mengatakan jika keadaan Ibuku merupakan hal yang tidak perlu" balas Joohyun lirih.

"Keadaan Ibumu memang penting. Tapi kumohon buanglah semua pemikiran-pemikiran jauh mu yang tidak perlu itu. Kau bahkan memikirkan hal yang belum terjadi" ucap Jennie lagi, tepat menyentil hati Joohyun.

Jennie benar, tidak seharusnya ia memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Terutama tentang kematian sang Ibu. Kematian hanya ada ditangan Tuhan, tak seharusnya ia gegabah dan terus menerka-nerka tentang kelangsungan hidup sang Ibu.

"Aku hanya takut"

"Tidak perlu takut. Ibumu akan sembuh" ucap Jennie menyemangati. "Aku membawakan suplemen untukmu" lanjut Jennie sembari menyerahkan botol berisi kapsul-kapsul vitamin didalamnya.

"Suplemen?"

"Ini hanya suplemen biasa, aku jauh-jauh kepoli kandungan hanya untuk meminta ini untukmu. Kau tidak berniat menolaknya bukan" kekeh Jennie. "Kau jangan hanya memikirkan keadaan Ibumu saja, tapi pikirkan bayimu juga" lanjut Jennie menasehati.

"Tentu saja Jennie" Joohyun tersenyum pada dokter cantik itu, merasa terharu karena perhatian sahabatnya itu.

"Jangan lupa di minum, itu sangat bagus untuk kandunganmu" Jennie memakai kembali jas dokternya. "Aku ada praktek, sampai nanti" ucap Jennie lalu pergi dari hadapan Joohyun.

Joohyun hanya diam ditempatnya, sekali lagi ia memandang suplemen pemberian Jennie dengan senyum simpul. Ia menyimpan botol kapsul itu kedalam tasnya kemudian kembali masuk kedalam ruangan sang Ibu. Menghabiskan waktu untuk menunggu Tiffany hingga Taehyung atau Pak Lee menjemputnya sore nanti.

***

"Kau mau makan apa?" pertanyaan singkat itu Taehyung lontarkan pada Joohyun yang saat ini masih betah duduk di ranjang tanpa melakukan apapun.

Overdose Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang