Dreaming A Dream

923 201 3
                                    

Hujan jatuh seenaknya,
mengantar kata yang tak pernah terucap

Dan sekali lagi,
aku terjatuh mendengar setiap kata dari bibir tuan

Maaf, lirihnya

Maaf, lirihnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 02.31 pagi, langit menangis. Aku terbangun karena suara petir yang memekakkan telinga dan hampir saja terkena serangan panik. Ada beberapa kilas balik yang menghantui, namun aku berusaha mengenyahkan semua itu. Toh, tidak ada mimpi buruk yang akan datang dari sana. Kupaksakan diri untuk bangun, dan satu-satunya yang terlintas di benakku adalah: Cinzel.

Jadi, di pagi buta begini, aku masuk ke kamarnya.

Begitu aku masuk, Cinzel juga terbangun dan dia tidak menangis. Aku merasa lega Cinzel baik-baik sajaㅡsetidaknya di kegelapan hujan deras hari ini. Kulangkahkan kaki dan duduk di ujung kasurnya.

Dia bisa menyadari keberadaanku. "Certa," panggilnya, "mau dengar ceritaku?"

"Apa pun itu akan kudengarkan," sahutku.

"Apa kamu percaya kekuatan mimpi?"

Kok malah jadi pertanyaan? Namun pada akhirnya aku tetap menjawab: "Ya, kalau kita berusaha keras mimpi itu pasti terwujud."

Mendengar jawabanku Cinzel menanggapi, "Ternyata masih arti mimpi secara umum, ya."

"Lalu, mimpi dalam artian apa?" Aku berusaha berpikirㅡah, ngomong-ngomong aku pun tidak punya mimpi untuk digapai di masa depan. Entahlah, masih abu-abu dan aku tidak terlalu peduli untuk sekarang ini. Bagiku, yang penting adalah bagaimana aku mau beranjak dari kasur dan beraktivitas.

"Mimpi... mimpi yang mengendalikan pikiran, dunia mimpi yang indah. Penuh tipuan, seseorang pernah berkata. Meski menurutku itu nyata, kalau tidak mana mungkin aku bisa seperti ini."

Sungguh, aku tak mengerti Cinzel membicarakan apa. Jangan-jangan, dia kambuh dan meracau sesuatu yang ada di kepalanya? Untuk ukuran orang yang "sakit", hal seperti itu wajar karena aku pun demikian. Tapi, aku tidak tahu harus bersikap bagaimana dan hanya diam.

"Aku serius Certa," lanjut Cinzel. "Aku memimpikan mimpi, aku hidup dalam mimpi, dan aku melihat dalam mimpi. Namun mimpi itu bisa merusakku, makanya aku ada di sini. Orang-orang tidak percaya betapa aku ... sangat spesial. Haha, kamu tidak percaya? Tidak apa, aku kan memang gila, Cinzel... Cinzel yang cantik jelita-ah." Dia hilang kendali, dan aku masih diam saja. "Tapi ayo kita tunggu ketukan pintu bernada setiap jam sembilan malam. Seorang Certa pasti membutuhkan kebenaran."

Tunggu, apa?

"Lalu aku punya mata bunga Eldeweis, dan aku bisa melihatmu." []

" []

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The End of FairytaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang