Selamat membaca... Uwu~
***
"Kok aku doang yang di ajak libur? Kakak sama dedek enggak?"
Pemuda berkulit pucat itu menggeleng. "Kakak masih ada jadwal praktik, sayang. Adek juga nggak bisa, ada rekreasi dari sekolahnya."
"Yah... kok gitu? Ntar sepi dong? Sha maunya ada Kakak..." Gadis kecil itu memanyunkan bibir merahnya. Menunduk sedih.
"Nggak akan sepi, sayang. Kan ada Kak Olive sama Rinan." Ia mengelus pipi dumpling adiknya. Si kecil tetap menggeleng tak mau. Dia mendengus kecil, cara apalagi yang ada untuk membujuk adiknya? "Kalau kamu nurut, nanti Kakak ajak ke Dufan, deh. Berdua doang sama Kakak. Mau?"
Sang pemuda menghela napas lega saat melihat binaran dari kedua mata hazel adiknya. "Janji ya Kak?"
"Janji."
Tatapan gadis itu menyendu. Tangannya berkali-kali terkepal erat, di sembunyikan di balik kantung jaket rajutnya. Ah ya, lagi-lagi dia teringat memori itu. Janji kecil dari seseorang, yang mana tak pernah terlaksana.
Kepalanya menoleh ke kiri. Menatap hamparan balkon kosong yang berdiri tepat di samping balkon kamarnya. Balkon yang sudah lama membisu entah dari kapan. Sejak 3 tahun lalu mungkin? Semenjak peristiwa itu terjadi pada keluarganya. Ah, mengingatnya saja dia enggan.
Tok! Tok! Tok!
Ketukan pada pintu kamarnya terpaksa membuat gadis itu menoleh. Bulan bangkit, menutup pintu balkon dan menghampiri seorang wanita paruh baya yang berdiri di depan pintu. "Non, waktunya makan malam."
Bulan menghela napas. "Ada Raka?" Tanyanya tanpa basa-basi.
Bi Minah mengangguk. "Lengkap, Non. Tinggal Nona saja yang belum datang." Jawab wanita itu takzim.
Bulan melipat kedua tangannya. Memandang datar Bi Minah. "Bilangin gue sakit. Nggak mood makan."
"T-tapi Non, kata Tuan... makan malam nggak akan dimulai kalau Nona nggak datang."
Bulan berdecak. Ayahnya itu memang senang sekali memojokkan dirinya. Niatnya tetap tak mau datang, tapi dia ingat masih ada orang-orang yang dia cintai di sana. Dia tak akan sekejam itu pada keluarga nya. Ayahnya tentu baru pulang kerja, Bundanya baru saja menghadiri bedah buku dan seminar, baru pulang. Dan adiknya, tentu dia tahu kalau Regha itu anak OSIS, rangkap olimpiade pula. "Ya udah iya, saya turun."
***
"Telat 10 menit, Alsha."
Bulan mendesis. Menatap kepala keluarga Praharta itu datar, hanya sekilas. Iyalah, dia masih sayang kucing kali. Tatapannya kemudian jatuh pada pemuda jangkung yang duduk di samping Regha.
"Alsha skip, Yah. Nggak laper." Jawab Bulan datar. Dia menghela napas dalam-dalam, membenarkan cardigan putih tulang nya.
Regha menyandar pada leher kursi. Dia lelah, sungguh. Tadi siang di sekolahnya ada kasus berat hingga memaksa seluruh anggota OSIS termasuk dia untuk melewatkan break time, pulang sekolah juga molor 3 jam untuk persiapan OSN sebulan mendatang, dan terimakasih pada kakaknya yang semakin menambah penderitaan cowok itu.
Raffa menghela napas. "Oke, kalau kamu tidak makan, maka tidak akan ada yang mendapatkan makan malam hari ini."
Regha langsung lemas mendengar perintah Ayahnya. Keputusan Raffa adalah mutlak dan tidak bisa dinegosiasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Arkan
Teen FictionIni bukan kisah badboy idaman, atau tentang pemuda sempurna kaya raya yang diidolakan banyak pihak. Karena jujur, aku juga telah muak dengan kisah itu. Ini hanya ringkasan kisah tentang Arkan. Pemuda dengan tinggi menjulang yang menjadi teman sekela...