Gadis itu masuk ke kelas. Lenggang. Maklum jika dia adalah orang pertama yang datang di kelas -atau bahkan sekolah- ini. Masih satu jam setengah menuju bel masuk. Ya, dia meminta laskar untuk mengantarnya sepagi itu memang.
Mata hazelnya melirik ke salah satu sudut meja, setelah menaruh tas nya di bangku sebelah tempat Kayna. Bibirnya tersungging kecil. Jelas dia tahu siapa orang yang tengah menenggelamkan wajahnya pada tas yang dijadikan bantal itu. Seseorang yang telah menemani malamnya kemarin.
Kakinya melangkah perlahan menuju meja depan Arkan, duduk menghadap pemuda itu, menatapnya lekat. Kacamata dengan frame hitam itu tergeletak di dekatnya. Tiba-tiba saja, gadis itu tersenyum.Arkan sudah sering mengelus pucuk kepalanya, tapi dia belum merasakan jika tangan nya menyentuh rambut hitam Arkan. Akan selembut apa jadinya?
Ia menghela napas kecil, mengaku jika dia menyukai pemandangan di depannya ini. Arkan terlihat lebih teduh dan tenang. Tak kaku seperti ekspresi yang dia tunjukkan pada hari biasanya ketika mata pemuda itu terbuka. Dan sau lagi, pemuda itu.... imut.
Bulan mengangkat tangan nya, mengusak jemarinya lembut di permukaan rambut hitam Arkan. Pipinya memerah, lebih lembut dari yang dia bayangkan. "Lo napa sih, suka banget ngelus rambut gue?"gumam nya. Manik itu masih setia menatap lurus pada wajah damai Arkan.
"Eungh..."
Tubuhnya bergerak kecil. Bulan sedikit tertawa, apalagi saat kepala Arkan semakin ndusel ke lipatan tangan nya.Jangan salahin Bulan klo lihatin Arkan kayak anak kucing minta diuwel. Gadis itu semakin tenggelam dalam pikiran nya. Mengulang kembali momen mereka berdua. 'Gue kenapa sih? Kenapa setia di deket Arkan gue itu jadi... deg-degan? Lo itu misterius Kan, semua yang ada di lo itu selalu buat gue penasaran. Saat lo bilang gue gak perlu ikut campur masalah lo, semakin gue kepo tentang lo... Lo bisa sehangat matahari, tapi tiba-tiba jadi sebeku es yang kelihatannya gak mampu gue sentuh. Lo punya dualitas yang sulit buat di jabarin... Ck, gue mikirin apa sih sebenernya?'
Jemarinya sekali lagi memainkan helaian rambut hitam itu. Menatap sayu cowok dengan mata masih terpejam. "Lo tau, Kan? Gue udah tertarik sama lo dari awal, waktu gue liat lo di kelas 12 ini. Lo beda, nggak barbar kayak anak kelas lain nya. Seakan lo punya dunia sendiri dan nggak mau keluar dari sana. Sesekali lo ketawa kecil, tapi itu jarang. Masih ada ya, bocah kek lo di dunia ini. Lo menarik Kan... gue akui itu. Tapi mungkin... gue bakal bertahan biar gak jatuh hati sama lo. Karena udah ada hati yang harus gue jaga... yah, walau tuh bocah belum nembak gue sih..." katanya pelan.
Bulan mendengus. Berasa bego karena udah ngomong sendiri. Ia tak berhenti memainkan tiap helai rambut Arkan, menyampirkan poni nya. Lucu sih, dia nggak pernah ketemu cowok Indonesia yang lucu kalo pake poni. Kebanyakan malah buat dia jijik dan illfeel. "Kan, lo masih bobok kan? Jangan bangun ya... ntar gue yang malu."
"Tetep gini ya? Jangan berubah..." suaranya parau. Senyumnya semakin tersungging. Untuk terakhir kali, Bulan mengusak rambut hitam itu sebelummelangkahkan kakinya keluar dari kelas.
"Eh, sempak kuntilanak!"
Tatapan datar langsung Bulan layangkan ke sosok pemuda jangkung yang berdiri sekitar semeter dari tempatnya berdiri. "Berisik banget sih lu jelmaan Chucky!"
Laskar meringis tanpa rasa bersalah, semakin membawa tubuhnya unduk dekat dengan gadis itu. "Ngantin kuy, laper nih gue!" ajaknya langsung menggamit tangan Bulan tanpan izin.
Plak!
Bulan langsung menampol pipi Laskar. "Heh, kerupuk seblak! Lo kira itu kantin sekolah kayak UGD yang 24 jam? Liat dong ini jam berapa?" tanyanya sewot. Memang ya, membuang waktunya dengan Laskar itu sangat menguji kesabaran nya, dan detakan jantung nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Arkan
Teen FictionIni bukan kisah badboy idaman, atau tentang pemuda sempurna kaya raya yang diidolakan banyak pihak. Karena jujur, aku juga telah muak dengan kisah itu. Ini hanya ringkasan kisah tentang Arkan. Pemuda dengan tinggi menjulang yang menjadi teman sekela...