Vomment itu gratis. Nggak bakal buat jari kalian keriting kok :v
Happy reading~ •3•
***
"Lo emang sengaja ya? Jauhin diri dari anak-anak?"
Arkan bungkam. Masih lurus menatap manik hazel Bulan. Duh, nggak tau aja dia kalo si empu udah panas-dingin nggak karuan. Iya, tatapan Arkan itu berasa intimidasi bagi dia.
'Palingan juga jawabnya nggak sampe 3 kata.' Bulan merengut.
"Bukan urusan kamu."
'Tuh, kan.'
Bulan menggerutu pelan. Masih tak paham dengan jalan pikir cowok tinggi ini. Jaman segini, dia tak membutuhkan teman? Makhluk macam apa dia?
"Nahan diri itu nggak baik. Kata novelnya Yourkidlee yang gue baca, kelas itu keluarga kedua. Hampir setengah hari dalam hidup lo itu, di habisin di sekolah, di kelas lo. Ya emang nggak semua anak IPS 2 nerima dan welcome ke elo. Tapi, nggak semua anak-anak nggak peduliin elo." Bulan menghela napas keras-keras, tangannya sibuk memilin dan meremas ujung kain cardigannya. Sementara kakinya sudah mentangkring duduk di atas kursi. Tak lagi di masukkan ke sandal jumbo -yang sialnya buat kaki Bulan tambah panas-
Arkan menarik sudut bibirnya. Menundukkan kepala sambil mengetuk ngetuk kursi kayu dengan jemarinya.
Hening, lagi-lagi.
"Contoh?"
Bulan mengedarkan pandangannya ke arah manapun. Sesekali membenarkan poni dora nya. "Ya mana gue tahu, coba lo cari sendiri."
Arkan tertawa kecil, memasukkan kedua tangannya ke dalam kantung hoodie. Ada helaan napas ketika tawa itu mulai meredam. "Bagaimana jika saya berpikir, salah satunya adalah kamu?"
Eh?
Bulan menoleh, menatap Arkan penuh tanya dengan mulut yang sudah terbuka sempurna. "G-gue?" jari manisnya teracung pada diri sendiri. "K-kenapa gue?"
Cowok berponi itu mengedikkan bahunya. "Kamu yang pertama kali welcome."
Entah hanya perasaannya saja, atau Bulan memang merasa angin berdesir lebih sejuk malam ini.
"Sebentar, saya mau jemput Lyra dulu." Arkan bangkit. "Kamu ingin tetap di sini? Atau memilih pulang?" tangannya mengacak rambut hitamnya bentar. Dua opsi yang mengatakan kalau cowok ini memang tak mau berlama-lama ada di atmosfer yang sama dengannya.
Bulan mengulum senyum. "Lo duluan aja. Gue masih mau di sini." sahutnya dengan mata yang menyipit. "Thanks for your time. Sorry to Interrupting you."
Arkan hanya mengangguk. Tak berniat membalas, lalu melangkahkan tungkainya untuk beranjak dari sana.
Bulan menatap layar hp nya. Celingak-celinguk ke berbagai arah. Fiks dah, dia udah kayak anak hilang. Gadis itu merengut, men-scroll acak album galerinya. Mulutnya manyun, sama kayak koi lagi cari napas. Hingga, berhenti pada satu foto.
Perlahan, bibirnya dia tarik kembali. Digantikan dengan senyum tipis yang buram makna. Mungkin bagi orang lain, senyum macam itu wajar, tapi tidak bagi orang-orang di dekatnya. Mereka lebih memilih melihat Bulan ketawa ngakak atau senyum sinis ketimbang lihat si doi pasang senyum kayak gitu.
Lebih ngeri dari senyumnya Madara, katanya.
"Kakak... apa kabar di sana?"
Senyuman pilu itu semakin kentara. Desahan panjang gadis itu lenguhkan untuk sedikit mengurangi emosinya. Di tatapnya foto pemuda tampan dengan snelli khas dokter yang tersampir pada bahu si empu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Namanya Arkan
Teen FictionIni bukan kisah badboy idaman, atau tentang pemuda sempurna kaya raya yang diidolakan banyak pihak. Karena jujur, aku juga telah muak dengan kisah itu. Ini hanya ringkasan kisah tentang Arkan. Pemuda dengan tinggi menjulang yang menjadi teman sekela...