Setelah hari dimana ia mendengar sedikit kisah pemuda itu, Jennie tidak bisa berbohong bahwa terkadang, pikirannya tiba-tiba melenceng. Secara naruliah kepalanya dipenuhi oleh Kim Taehyung. Masih soal donor hati, Jennie tidak habis pikir dibuatnya.
Ingat dirinya dulu, sedikit saja ia tidak pernah berpikir soal pemuda bermata tegas itu. Yah kecuali, mengenai masalah pertengkaran mereka yang setiap hari selalu bermunculan.
Tapi lima hari ini, agak sedikit berbeda.
Tidak ada lagi masalah. Bahkan Jennie pun tidak melihat batang hidung Taehyung--yang biasanya selalu menghiasi seantero gedung fakultas.
Sekali lagi ia tegaskan, ini bukan rindu. Teramat aneh bila menyebutnya begitu. Benar, ini hanya berdasar rasa penasaran, bukan?
"Jennie?"
Merasa dipanggil, Jennie lantas menoleh ke sumber suara.
"Loh, kok lo bisa ada disini?"
Seokjin terkekeh kecil, menghampiri Jennie yang tengah terduduk dibawah pohon rindang. Kaki pemuda itu ikut berselonjor.
"Lo nggak baca pesan gue, ya?"
Jennie mengerutkan alis bingung. Lantas membuka ponselnya. Ada segelintir pesan dan ajakan pemuda itu.
"Tapi gue nggak mau jalan-jalan sama lo!" ujar Jennie langsung.
"Jennie, itu bokap lo sendiri yang suruh gue. Sekalian, katanya beliau mau gue ngajak lo ke perusahaan--"
"Perusahaan siapa?"
"Perusahaan bokap gue, nah nanti gue sedikit ajarin lo mengenai hal-hal yang memang harus lo pahami."
Jennie memutar bola mata malas, "Lo kan dokter, emang ngerti soal bisnis?"
Ada tawa renyah yang Seokjin berikan. "Dari kecil, sedikit-sedikit gue diajarin gimana itu bisnis. Cuma ya, pas besar passion gue ternyata di bidang kesehatan. Meski gue sekarang dokter, nggak jarang bokap suruh gue ngurus perusahaan kalau beliau ada urusan."
Jennie terdiam, tidak memberi respon lebih.
"Nanti, lo sendiri yang bakal nerusin perusahaan bokap lo, kan?" sambung pemuda itu.
Lantas Jennie berdecak, menoleh pada Seokjin dengan wajah kesal. "Kata siapa, huh? Kok lo sok tau banget, sih?!"
"Kata bokap lo. Dan yah, kalau dipikir pake logika juga pasti elo, Jen. Lo anak tunggal. Nasib perusahaan bokap lo, ada di tangan lo."
Sejenak, Jennie menghela napas. Tidak tahu harus berkata apa karena yang dikatakan Seokjin hampir seluruhnya benar.
"Buat lo ajak ke perusahaan, gue mau. Tapi buat jalan-jalan, NGGAK!" tolak Jennie.
Gadis itu bangkit dengan gusar, bahkan mengabaikan tatapan Seokjin yang terkesan lelah. Pun tidak ada yang meminta Seokjin untuk tetap bertahan dengan Jennie yang dinginnya kelewat batas, kan?
Hah, Jennie tidak tahu mengapa bisa sekeras itu menolak Seokjin.
Raganya memang berada disini, tapi pikirannya sudah melayang bersamaan dengan rasa penasaran ke arah pemuda Kim lain.
Musuhnya sendiri,
Kim Taehyung.
●●●
Matanya melihat sekeliling. Sedikit menghela napas ketika beberapa orang memperhatikannya. Mungkin, mereka merasa aneh ketika ada seorang gadis masuk tanpa pakaian formal. Hanya bermodal sweater putih dan jeans navy serta sepatu tali putih. Meski tidak bisa mengelak, bahwa merk barang-barang itu, seluruhnya ternama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADIGMA
Fanfiction[ Completed ] Ada satu titik dimana ia merasa begitu beruntung, mempunyai segala yang orang lain tak punya. Namun, ada satu titik pula ia merasa begitu sial, tak ingin melanjutkan hidupnya. Ia ingin kebebasan, sebuah fatamorgana yang hanya bisa ter...