Gadis itu tidak tahu perkataannya tempo lalu termasuk dalam kategori kesalahan atau tidak. Ia tidak tahu, apa yang ia lontarkan itu menyakiti seseorang atau tidak. Ia adalah gadis yang tumbuh dengan keotoriteran keluarga.
Akibat dari ia yang tidak pernah peduli akan sesuatu. Kecuali, yang benar-benar dekat dengannya. Namun nyatanya kakulasi waktu begitu cepat berjalan. Ada banyak yang mengubah cara pikir Jennie. Termasuk pemuda itu.
Dan pagi ini, Jennie seolah membuang segala gengsinya. Berdiri tepat di depan pintu bercat cokelat dengan helaan napas kecil.
Membunyikan bel, "Jim! Ini gue!"
Apartemen Jimin, yang tentu berisi pemuda lain yang ia cari.
Tidak butuh banyak waktu hingga pintu itu terbuka. Menampilkan wajah khas bangun tidur ala Park Jimin. Masih dalam mengusap kedua matanya sambil menguap.
"Gue kira lo boong pas mau dateng."
Jennie mendengus, "Temen lo beneran ada di dalam, kan?"
"Kalau bohong?"
"Ya gue penggal kepala lo!"
Jimin terkekeh, mulai menyesuaikan keadaan. Ia menghela napas pelan.
"Tae belom bangun. Lagian lo kuker banget nyariin dia segala. Naksir, ya?"
"Kurang ajar!"
"Jennie, tolonglah. Ini lo kan lagi di depan apartemen orang, jangan barbar dulu. Anak gadis nggak boleh ngomong kasar begitu."
Jennie memutar bola mata malas, "Gue dateng bukan buat ribut sama elo, ya, Park."
"Iya tau, lo kan datengnya buat Taehyung. ACIEEEEE!"
Dan Jennie menendang tulang kering milik Jimin.
"Sakit bodoh jahat banget lo mah!" dumal Jimin mengusap kakinya. Sumpah. Tenaga gadis itu bukan main. Jadi terpikir bagaimana nasib sahabatnya yang mencintai gadis ini.
"Ya elo ngeselin! Bikin naik darah terus!"
Jimin berdecak, "Ck. Ya udah sini masuk. Capek gue adu argumen sama lo." Lalu Jimin membuka daun pintu lebar-lebar.
Jennie sendiri hanya menghela napas. Tidak punya pilihan lain selain menyetujui Jimin. Toh, ia memang datang berkat bantuan Jimin. Ia mengetahui keberadaan alien astral itu, dari seorang Park Jimin.
Setelah keduanya sampai pada ruang tengah, Jimin kembali bersuara, "Disana. Pintu cokelat yang ada stiker marvel-nya."
Mata Jennie mengedar, menyipit. Kemudian membola, saat ia kembali menoleh dan menemukan Jimin tengah memakai jaket. Wajahnya basah setelah mencuci muka.
"Mau kemana lo?"
"Keluar bentar."
"Keluar kemana? Masa lo ninggalin gue disini sendirian?"
"Mendadak bodoh apa gimana? Taehyung itu bukan setan, lo bareng dia. Gue mau cari sarapan dulu, makanan abis. Ngerti?" ujar Jimin panjang lebar.
Tapi, ada kekehan geli sebelum pemuda itu meraih daun pintu.
"Asal pas gue tinggal, lo berdua jangan macem-macem, ya. Apartemen gue masih suci jangan dinodain."
Dan Jennie terlambat melayangkan protes karena punggung Jimin yang habis dibalik pintu. Gadis itu hanya menggeram tertahan. Jimin nyatanya sungguh menyebalkan.
Pun setelah kembali menetralkan napas, Jennie memejamkan mata. Mengingat tujuan awal, Jennie harus mengontrol dirinya sendiri.
"Well, Jen. Lo kesini kan buat lurusin masalah kemarin. Bukan buat hirauin lelucon Jimin," gumam Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADIGMA
Fanfiction[ Completed ] Ada satu titik dimana ia merasa begitu beruntung, mempunyai segala yang orang lain tak punya. Namun, ada satu titik pula ia merasa begitu sial, tak ingin melanjutkan hidupnya. Ia ingin kebebasan, sebuah fatamorgana yang hanya bisa ter...