Part panjang. Silahkan diresapi, siapkan hati. Happy reading!💜
•••
Penyesalan, memang terbiasa datang diakhir. Disaat sadar bahwa dunia tidak hanya berputar soal diri, namun juga orang lain. Rasa tak enak hati menguasai hingga wajah rasanya pucat pasi. Tidak tahu harus bertindak seperti apa. Sakit itu hadir, bersamaan dengan kesadaran secara utuh, bagaimana ia harus menyikapi segalanya.
'Esok'
Kata itu, laksana sepucuk surat dari merpati, yang datang lalu pergi. Tidak ada pambuktiannya. Ah, atau mungkin, terlampau kecewa, hingga tidak bisa membuktikan? Separah itukah? Hingga terhintung, lima hari Taehyung menghilang disertai presensinya dalam mata Jennie.
Jimin bilang, Taehyung memiliki urusan dengan keluarganya di luar kota. Entah mengurus apa, yang jelas pemuda itu tidak mengabari Jennie sebaris kata pun. Serius. Jennie kelimpungan menelfon, mengirimi pesan, apapun itu namun sayang tidak ada balasan.
"Lo sih, ngegantung sahabat gue seenak yang lo mau. Itu hati, woi, bukan baju basah."
"Jim, lo tahu gue nggak pernah bermaksud kayak gitu."
"Bikin simpel Jen. Lo nggak suka ya tolak, lo suka ya terima. Jangan main api sama hati, nanti lo kebakar sendiri."
Ah, tepat sasaran rasanya.
Jennie mengigit bibir bawah, menunduk dengan jemari yang merman erat ujung bajunya. Gadis itu mendongak, menatap Jimin dengan pandangan memelas.
"Lo tahu kemarin kejadiannya tiba-tiba, kan?"
"Ya tetep aja. Kalau begini jatohnya lo ngegantung dua orang. Taehyung sama si dokter itu."
"Kemarin, kemarin gue udah mau jawab. Gue tahu dia kecewa, tapi masa iya, dia sengaja hilangin kontak dengan gue, sementara dengan lo enggak?"
"Jujur, gue juga bakal sensi kalau ada cowok lain nembak cewek yang gue suka di depan mata gue sendiri. Wah anjing bisa kalap mungkin gue, bisa kasih bogem minimal teriak sambil nyindir sinis. Terlebih, lo nggak bela apapun soal Taehyung di depan cowok itu."
Bodoh.
Gadis bodoh.
Jennie tahu itu dirinya.
"Jim, gue cuma—"
"Cuma bingung? Haduh, Jennie. Hati orang juga ada batesannya. Usaha sih usaha, tapi kalau nggak dianggap, ya buat apa?"
Jimin dan seluruh logikanya tentang cinta, membuat Jennie kalah dalam kata.
"Gue dapet surat ini dari Taehyung. Dia baru balik ke Jakarta lusa. Lo harus nunggu dua hari lagi."
Jennie meremat amplop biru itu dengan mengigit bibir gelisah. "O-okay."
Entah bagaimana awalnya—Jennie merasa khawatir dan takut membaca surat itu.
•••
Untuk Jennie Dorabell Kim, si gadis bawel yang berputar di otak gue—selalu.
Gue nggak pernah paham rumus wanita. Katanya, kalian beda sama kami yang laki-laki. Katanya, kalian lebih perasa dibanding logika. Punya sensitif yang jujur, buat gue kadang nggak mengerti.
Itu cuma—katanya.
Ayo gue perjelas, laki-laki bukan nggak perasa. Astaga, itu salah. Hampir semua laki-laki di bumi pernah jatuh hati. Termasuk gue, yang entah sampai kapan harus jatuh, sama lo.
KAMU SEDANG MEMBACA
PARADIGMA
Fanfiction[ Completed ] Ada satu titik dimana ia merasa begitu beruntung, mempunyai segala yang orang lain tak punya. Namun, ada satu titik pula ia merasa begitu sial, tak ingin melanjutkan hidupnya. Ia ingin kebebasan, sebuah fatamorgana yang hanya bisa ter...