Duapuluh tujuh

5.5K 271 59
                                    


"Aurel, ikuti saya ke ruang kerja. sekarang." Ucap Ridwan tak terbantahkan.

Aurel mengumpat kesal atas kecerobohannya, di tambah lagi keterkejutannya dengan Ridwan yang sudah datang dari luar kota.

Ia mengikuti Ridwan menuju ruang kerja dengan perasaan cemas.

"Kenapa nekat membawa mobil, padahal saya melarang keras kamu mebawa mobil sendiri." ucap Ridwan tenang.

"Maaf pah."

Ridwan menghela nafas kasar saat mendengar jawaban Aurel.

"Saya tanya kenapa kamu nekat? udah berani kamu bawa mobil saat saya sedang berada di luar kota?! "

Ridwan menggebrak meja sehingga membuat Aurel terkejut dengan mata yang sudah memanas.

"Seharusnya kamu paham kenapa saya melarang kamu membawa mobil sendiri, untung saja hanya mobil yang lecet. KALO KAMU LUKA-LUKA SIAPA YANG BAKAL REPOT, KAMU TAHU SENDIRI SAYA GAK PUNYA WAKTU UNTUK MENGURUS HAL SEMACAM ITU." ucap Ridwan dengan intonasi suara yang meninggi.

Air mata Aurel sudah keluar begitu deras, ia lemah jika sudah di marahi seperti ini hati nya terasa di tusuk belati.

"Maaf pah, aku salah udah ngebantah larangan papah. Aku janji gak akan ngulangin lagi." Lirih Aurel.

"Saya tidak suka orang yang berjanji, karena kamu tau? Janji itu hanya untuk  mengulangi kesalahan lagi! "

"Semakin besar, kamu semakin tidak tau diri! Semakin melunjak!" ucap Ridwan tajam.

***

Langkah Rey yang baru saja dari dapur terhenti di depan ruang kerja Ridwan kala ia mendengar suara bariton Ridwan terdengar hingga keluar. Ia mengintip dari celah pintu dan terlihat Aurel yang berdiri menundukkan kepala di hadapan meja kerja Ridwan.

Rey mengernyit saat Aurel meminta maaf, Rey menerka-nerka kesalahan apa yang Aurel buat sehingga membuat Ridwan marah besar.

"Semakin besar, kamu semakin tidak tau diri! Semakin melunjak!" ucap Ridwan tajam.

Tanpa pikir panjang Rey masuk ke dalam ruang kerja, berdiri tepat di samping meja kerja Ridwan sehingga membuat kedua orang yang ada di dalam ruangan menoleh ke arahnya.

"Aurel emang makin ngelunjak pah, bahkan dia ngehasut teman aku jadi benci sama aku!" Bukan pembelaan untuk Aurel yang Rey bawa, justru sebaliknya.

Ridwan menatap Rey dengan tatapan bertanya.

"Gara-gara dia, pertemanan aku jadi hancur. Hanya karena dia selalu nunjukkin bahwa dirinya yang paling tersakiti sampe-sampe buat teman aku luluh dengan topeng itu! " ucap Rey yang tak sepenuhnya benar dengan menggebu-gebu.

Sedangkan Aurel, ia sudah menangis sejadi-jadinya. Ini hal yang sudah ia duga, walaupun ia tahu hal ini akan terjadi ia tetap tak bisa menahan rasa sakit yang terasa begitu ngilu.

"Apa benar yang Rey katakan? " tanya Ridwan.

Aurel tak menjawab, baginya menjelaskan pun rasa nya percuma. Ia tetap akan di salahkan jikalaupun ia sudah mejelaskan.

Ridwan memijat kening nya yang terasa pening, lalu menatap Aurel dengan tatapan yang begitu sulit di artikan.

"Kamu harus di beri hukuman."

"Aurel terima apapun hukumannya." sahut Aurel seraya mendongak menatap Ridwan.

"Selama dua minggu, kamu tidak boleh keluar rumah selain sekolah dan kamu tidak di antar oleh Pak Iman selama dua minggu, jadi kamu naik angkatan umum jika pergi ke sekolah." ucap Ridwan.

Try to be strongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang