Bagian 22

143 7 0
                                    

  Hari ini Naufal berencana untuk mengajak Rara main ke rumah orang tuanya. Sudah lama Naufal tidak bertemu dengan orang tuanya di karenakan selalu sibuk keluar kota dan katanya hari ini Orang tua Naufal sedang tidak sibuk. Sebenarnya Naufal sedikit marah karena merasa tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuanya. Tapi Naufal memang anak yang baik, ia selalu memaafkan kedua orang tuanya. Mungkin mereka melakukan itu semua hanya untuk memenuhi kebutuhan Naufal sehari-hari.

Sepulang sekolah Naufal mengajak Rara. Sebenarnya Orang tua Naufal tidak membiarkan Naufal punya pacar dulu karena itu akan mengganggu Naufal dalam keseriusannya belajar. Tapi Naufal ingin menunjukkan pada Rara bahwa ia serius mencintai Rara.

"Ra, kita main ke rumah orang tua aku yuk" ajak Naufal saat mereka sudah di parkiran sekolah.

"Tapi aku belum berani fal sama mama dan papa kamu. Ntar dia malah nyuruh kamu mutusin aku" ucap Rara sedikit khawatir jika hal itu akan terjadi.

Naufal meraih tangan Rara, "Ra, aku sudah dewasa. Aku akan buat mama sama papa aku yakin kalau aku bisa nentuin jalan hidup aku sendiri." ucap Naufal menatap Rara serius.

"Iya deh aku coba." sahut Rara mencoba tersenyum.

Belum lama motor Naufal pergi meninggalkan parkiran, Dito kini berjalan menuju parkiran untuk mengambil motornya.

"Ternyata Naufal udah balik duluan. Pasti Rara pulang bareng Naufal." Ucap Dito membatin saat melihat motor Naufal yang sudah tidak nampak di parkiran sekolah.

"Dito." panggil Nurul dan membuat Dito berbalik sebelum menyalakan motornya.

Nurul berlari kecil menuju Dito.
"Gue bisa nebeng ngga sama lo? soalnya motor gue lagi di bengkel dan kalau gue mesan taxi online pasti nunggunya lama. Kalau lo ngga keberatan sih."

"Gue ngga keberatan kok. yaudah naik gih." perintah Naufal yang sedari tadi sudah duduk di motor.

"Makasih Dit." ucap Nurul kemudian naik ke jok motor Dito.

Di sepanjang perjalanan, Nurul hanya diam. ia ingin membuka bicara tapi takut jika Dito tidak meresponnya. Tak lama kemudian mereka saling diam, Dito pun membuka bicara.

"Maaf yah Nur, motor gue ngga sebagus motor cowok-cowok lainnya." Dito sedikit membesarkan volume suaranya karena di jalan begitu ribut oleh suara kendaraan.

"Ngga papa ko Dit. Naik motor apapun, atau naik sepeda sekalipun, asal sama lo gue bakalan nyaman." Nurul membekap mulutnya sendiri. Ia tak sadar dengan ucapannya barusan. Begitulah Nurul, selalu jujur sesuai apa yang ada di hatinya.

Dito terkekeh, "Lo beneran Nur? gue kira lo sama dengan cewek-cewek lainnya yang gengsian."

"Hehe...gu...gue serius Dit." Kali ini Nurul menjawab dengan gugup karena baru kali ini Dito berbicara lebih dari satu kalimat. Dan itu membuat Nurul kebawa perasaan.

"Bagus deh." ucap Dito tersenyum melihat wajah Nurul yang mulai canggung dari kaca spion.

"Duh...kenapa jantung gue kayak gempa gini yak?" Ucap Nurul dalam hati sambil memegang dadanya.
            
Saat Dito telah sampai di sebuah rumah yang terlihat besar dan bernuansa putih itu, Nurul pun turun dari motor. Yah, rumah itu adalah rumah Nurul atau rumah orang tuanya.

"Wah rumah lo gede juga. Tuh mobil kenapa nganggur ngga lo pake aja ke skolah?" tanya Naufal sedikit kagum melihat Nurul yang ternyata anak orang kaya tapi selalu berpenampilan sederhana.

"Gue ngga ada hak buat pake mobil itu. Ortu gue sih nyuruh tapi gue ngga mau terbiasa pake fasilitas mewah ntar dikirain anak manja. Gue juga lebih suka kok naik motor beat gue yang di bengkel itu. Lebih nyaman aja sih sama motor." jelas Nurul.

Memendam Rasa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang