peristiwa di pagi hari

44 25 3
                                    

Pagi itu, walau jam masih menunjukkan pukul 06:37, keramaian sudah terlihat di depan Mading SMP VII.

"Wah...Senin depan sudah ulangan semester ganjil, gak terasa ya!?" Seorang anak belasteran jepang-australi menyenggol lengan temannya, seorang gadis keturunan thailand.

"Iya. Dan lagi Ruang ujiannya dicampur dengan Kakak kelas." Gadis Thailand berambut sebahu itu menimpali.

"Kita beda ruangan." Gadis belasteran menunjuk baris nama di papan Mading.

Karena sistem kelas yang diacak itu, beberapa anak mengeluh, dan ada juga yang berseru girang karena dapat bertemu dengan kakak senior yang keren-keren.

Bagaimanapun, kelas VIII menempati lantai dua dan jarang naik kelantai tiga yang ditempati kelas IX kecuali ada perlu.

Tak jauh dari kedua anak tadi terlihat Meisya yang memandang papan Mading dengan tatapan datar, diacak atau tidak itu tak ada pengaruhnya bagi gadis bermata hitam ini.

"Ruang 3, lantai 3" Meisya bergumam.

Ia lantas melihat jadwalnya, menghapalnya dengan cepat, lantas buru-buru keluar dari massa yang semakin membludak.

Tubuhnya yang kecil kewalahan terjepit diantara tubuh-tubuh yang lain hingga ia yakin sebentar lagi ia akan jatuh pingsan kalau saja tak ada yang menariknya keluar dari kerumunan itu.

"Kau tak apa?" tampak Hye jeong dengan senyum khasnya.

Meisya berusaha mengatur nafasnya yang ngos-ngosan sebelum menjawab.

"Ya. Thanks..." Meisya balas tersenyum.

"sudah lihat yang di mading ?"
Hye jeong mengangguk

"Aku ruang 2, lantai 1. kamu!?"

"Aku lantai 3,ruang 3."

"Wah...senengnya ke lantai atas, kamu jadi bisa lihat-lihat ruang kakak kelas." Mata Hye jeong berbinar-binar.

Meisya tertawa geli melihat reaksi temannya itu.

"Wah..wah...sudah kuduga kalian berteman."

seorang gadis berambut pirang terang mendekati mereka dengan kedua tangan dilipat didepan dada.

"A,Az, Azusa"Hye jeong tergagap menyebutkan satu nama.

Azusa menghentikan langkahnya tepat didepan mereka.

Di sampingnya berdiri pula Rachel dan Sadie.

"Jadi, kemarin kamu berbohong ya!?" Sadie berkacak pinggang.

Wajah Hye Jeong pucat pasi, Meisya dapat merasakan ketakutan temannya itu dan segera maju, berhadapan langsung dengan Azusa.

Melindungi Hye Jeong dibelakang tubuhnya.

"Kami memang tak berteman." kilah Meisya

"kami hanya saling mengenal"

"Kau kira kami bodoh??" Rachel ringan sekali menempeleng Meisya.

Hye Jeong sampai terpekik kaget.

Kerumunan yang tadinya mengerumuni Mading mulai sadar dengan keributan di belakang mereka.

Dan terciptalah apa yang paling Meisya hindari.

Menjadi tontonan.

Meskipun hal itu sudah seperti makanan sehari-hari, Meisya tetap tak menyukainya.

"Kau senang sekali mencari gara-gara." Sadie tersenyum remeh.

"Dan tak pernah belajar dari pengalaman" sambung Rachel.

"Menyingkir! Aku mau berbicara pada kenalan mu itu" Seru Azusa seraya mendorong tubuh kecil Meisya kesamping.

Syukurnya tak sampai membuatnya tertelungkup, seperti dorongan-dorongan sebelumnya.

Azusa menatap tepat kedalam mata Hye Jeong dengan intens, begitu kontras dengan Hye Jeong yang menatap azusa takut-takut dan gelisah.

Ia juga jelas sekali menahan nafasnya.

Untuk beberapa detik, Azusa tak berbicara.

Menikmati ekspresi takut lawan bicaranya.
tersenyum licik.

"Aku anggap kau bukan temannya..."
Akhirnya azusa bersuara.

Hye Jeong tanpa sadar langsung bernafas lega.

"Jadi....bergabunglah dengan kami"

Mendengar kalimat itu, bukan saja Meisya dan Hye Jeong yang tercengang.
Namun semua yang berada disitu melotot tak percaya.

"A, Azusa kamu sudah gila!?" Sadie pertama kali tersadar dari keterkejutannya.

Azusa menelengkan kepalanya ke Sadie

"Bukan bergabung dalam gank kita, tentu saja.maksudku... bergabung untuk membully anak ini." Ia menunjuk Meisya.

Meisya ter-mundur satu langkah sangking terkejutnya.

Matanya membesar tak percaya.

"Mau kan?" Azusa kembali menoleh pada Hye Jeong yang terlihat makin gusar.

"Tawaran yang bagus" Rachel  
terkekeh-kekeh. Mengusap-usap wajahnya yang sempat menegang.

"Kalau menolak tentu sudah tahu resikonya."
Ucap azusa kalem.

"Jawab cepat!" Sadie tak sabar.

"Atau kau bisu hah!?"

"Ku hitung sampai 3. kalo kamu gak jawab, siap-siap dapat hadiah dari kami nanti siang."
Sadie terus berceloteh.

"1....2...."

"A,aku.."Hye Jeong menggeleng dengan gelagapan, lalu menunduk dalam.

"Baik. Aku, terima."
Suara itu lirih sekali serupa bisikan.

Namun, serasa ada tangan Dingin yang meremas jantung Meisya.

Dia seharusnya tahu, jawaban seperti itulah yang akan terlontar. Siapa juga yang berani dengan azusa and the gank...

"Apa??? Keras kan suaramu. Aku tak mendengarnya." Rachel
Mendekatkan kupingnya ke wajah Hye Jeong.

Sebelum Hye Jeong menjawab kedua kalinya, Meisya sudah berlari terlebih dulu.

Menerobos kerumunan.

Air matanya mengalir deras tanpa bisa dicegah.

Dadanya sesak dan ia butuh tempat yang sepi.

                   ***

Muchiven CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang