14

33 17 5
                                    

Lubang yang mereka masuki rupanya tidak seperti kebanyakan lubang lain, lubang itu memang landai ke bawah, namun hanya sekitar 4 meter lalu berkelok ke kanan yang sedikit menurun lalu turun lagi 10 meter dan terus berbelok-belok membuat perut tertekan dan mual.

Setelah terasa sekian lama terombang-ambing di lubang yang gelap, licin, bau dan lengket akhirnya mereka sampai di sebuah tempat asing lainnya.

"Aaaaaakh......aduh." Meisya terantuk badan Geun Woo yang menghalangi lubang keluar.

Sementara Chiro, Nichi dan Ryo sudah berdiri dan mengamati  sekitar mereka.

Suasana tetap gelap, dan mereka masih berada didalam hutan. Bedanya kini mereka dikelilingi semak belukar liar dan berada di sebuah ceruk yang dalam.

Geun Woo berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang dilengketi lumut, meski percuma.

"Ini menjijikan." Komentar pertama
Geun Woo.

Meisya ikut berdiri meski kepalanya masih terasa pusing dan perutnya serasa diaduk.

"Jadi sekarang,apa yang kita dapatkan di sini??" Tuntut Geun Woo

Tak ada yang menyahuti perkataan bocah Korea itu.

Meisya pun memilih ikut memperhatikan bagian-bagian yang disinari senter Chiro.

"Pertama-tama,kita harus cari cara supaya bisa keluar dari lubang ini." Itulah yang Chiro pikirkan, ia mulai mendekati dan menyibak tanaman-tanaman menjalar yang menutupi dinding tanah.

"Ini lebih terlihat seperti jurang." Nichi mendongak menatap bayang-bayang pohon di permukaan.
"Meski aku tak melihat tanah yang landai agar kita bisa naik." Lanjutnya.

"Kita masih di pulau yang tadi kan!?" Meisya bertanya ragu.

"Ya...kita masih di kepulauan Indonesia." Chiro meyakinkan.

"He!menurutmu tempat ini juga sengaja dibuat oleh manusia?" Ryo ikut menyibak tanaman di sampingnya.

"Sepertinya begitu.ah...!" tergesa-gesa, Chiro mencabuti tanaman menjalar yang di pegang nya.

"Menemukan sesuatu!?" Nichi masih terlihat bersemangat, ia berlari kecil menghampiri Chiro. Begitu juga Ryo.

Meski penasaran, Geun Woo dan Meisya tak beranjak dari tempat mereka berdiri.

Sepertinya keduanya memiliki pemikiran yang sama, takut menginjakkan kaki di antara lebatnya semak-semak yang mana bisa menyembunyikan keberadaan ular, kalajengking, semut api atau binatang berbahaya lain.

"Keadaan kita benar-benar kacau.aku bahkan tak sanggup mencium bau badanku sendiri." Aku Geun Woo lirih.

Gemetar, Meisya berjalan takut-takut ke sisi Geun Woo.

"Tidak bisakah kita pulang??" Desak Meisya.
"aku lelah sekali dan hanya butuh tidur sekarang."

Sementara 2 orang
itu saling mengeluh dan bercakap-cakap, Nichi, Ryo dan Chiro dengan semangat terus mencabuti tanaman merambat tebal yang menutupi sesuatu yang diyakini Chiro bisa menolong mereka, tangan kotor dan muka cemong tak lagi dipedulikan.

Mereka baru berhenti, ketika sesuatu itu menampakkan sebagian dirinya.
Sebuah tangga kayu menonjol yang terbuat dari kayu ulin yang terarah ke atas. Mereka bertiga spontan bersorak girang, menghentikan percakapan Geun Woo dan Meisya.

Perlahan Meisya dan Geun Woo mendekat.

"Tangga!?" Meisya jelas tak percaya adanya benda itu di sebuah hutan yang menyeramkan dan seperti tak pernah di jamah manusia.

Muchiven CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang