3

44 28 2
                                    

Nichi POV

"Ryo !" Aku melambaikan tangan pada anak berbadan kekar,berambut warna hijau terang, dan bertampang sangar yang tak lain adalah temanku atau bisa juga disebut bawahanku.

"Nichi !" Ia balas memanggilku.

"ada apa?? Kenapa menyuruhku masuk hari ini."

Aku memang sering menyuruhnya masuk sekolah ataupun membolos, dan sebagai bawahan yang taat, Ryo sangat patuh.

"Aku bosan dirumah dan tak tahu mau ngapain.jadi.... tak ada salahnya bukan kita sekolah, mungkin kita bisa menemukan hal menyenangkan nanti."

Ryo melengos
"tak ada hal menyenangkan di sekolah"

"Memang"

"Jadi kita mau ngapain?"

"Bagaimana dengan kantin? Aku lapar. traktir aku ayam bakar,oke!?"

"Kamu memang suka seenaknya Nichi!"

Aku nyengir sebagai jawaban.

"Tapi aku sedang bokek."

Kalimat terakhir Ryo membuatku murung.

"Kenapa kau tidak minta traktir pada teman kutu bukumu itu lagi?"

Mukaku semakin kutekuk.

"Kau lupa, Ryo?terakhir kali mukaku babak belur dihajarnya."

"Ya...itu karena kamu makan lebih dari 40 piring. Dan uang sakunya selama sebulan habis hanya untuk bayarin makanmu itu"

"Aku kan, tidak makan pakai nasi!"

"Itulah masalahmu Nichi! kau selalu maunya daging."

"Karena daging itu enak!" Aku ngotot.

Lagi-lagi Ryo melengos.

"Bagaimana kalau kita meras anak kaya yang lain?" Tiba-tiba aku mendapat ide cemerlang.

"Ide bagus. Ayo!"
 
               ******

"Nichi ! Ini memalukan! Ini yang terakhir, oke!" Ryo berbisik pelan, setelah pelayan datang mengantarkan ayam bakar pesananku untuk yang ke 25 kalinya.

Semua perhatian murid-murid di kantin sedang tertuju padaku dan Ryo, baik SMP maupun SMA.

Memang, piring kotor bekas makanku sudah membentuk 2 tumpukan tinggi.

"Tidak usah malu Ryo!" Aku mengibaskan tangan, kemudian mengedarkan pandangan pada mereka yang sedang memperhatikan kami.

Seketika mereka mengalihkan pandangan dan sibuk pada urusan masing-masing.

"kau belum kenyang Nichi ?" Zoro bertanya gusar.

Aku nyengir.
"belum"

Untuk yang kesekian kali aku memanggil pelayan.

Pelayan wanita itu takut-takut menghampiriku.

"Ma,maaf. a,ayamnya sudah habis" Suaranya sangat kecil, hingga aku harus menyimaknya dengan baik

"Eeehhh....!!!" Aku berseru tak tertahankan.

kenapa begitu cepat??padahal aku masih lapar.

Pelayan itu seketika duduk berlutut di lantai yang kotor, kepalanya tertunduk dalam sekali.

Aku dan Ryo tertegun dan saling pandang heran.

sebegitu menakutkannya kah kami??

"Ma,maafkan saya." Giginya ber gemeletuk begitu hebat, dia benar-benar ketakutan

Muchiven CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang