20

15 5 0
                                    

"Jadi... Akira ngaku pernah bunuh orang ?" Geun Woo pun ngeri juga mendengarnya.

"Iya ! Kak Akira tadi aja sempat nawarin mau ajarin aku membunuh." Meisya makin terisak.

"Dia berbicara seakan wajar saja jika ada anak seumuran ku yang sudah bisa bunuh orang. Aku gak mau disini ! Aku mau pulang !!"

"Ngeri juga sih." Chiro bergidik.

"Parah" komentar Nichi
"Jadi, Kita harus bagaimana ? Berpencar lagi ?"

"Itu satu-satunya cara. Bagi dua kelompok aja. Aku dan Nichi,       Geun Woo dan Meisya, bisa bersama Ryo."

"Kenapa harus berpencar ?" Geun Woo tampaknya tak terlalu senang sekelompok dengan Meisya.

"Ya... Karena ada banyak tugas untuk dikerjakan. Kalian bisa pergi membeli hp, sedang kami mencari tahu jalan keluar dari pulau ini."

"Baiklah."Geun Woo pasrah.

.

.

.

"Heh. Ayo kita ke kafe." Ryo menunjuk sebuah kafe mewah yang berada di pinggir jalan.

"Belum juga siang." Tolak Meisya.

"Tapi aku kan belum sarapan." Ryo bersikeras.
Ia menepuk pundak sopir taksi, dan meminta diturunkan.

Mau tak mau, Meisya dan Geun Woo juga ikut turun.

Sambil memasang masker untuk menutupi wajahnya, Geun Woo membayar sopir taksi itu.

"Heh bocah, bawa ini." Geun Woo menyodorkan kresek hitam berisi hp mereka pada Meisya.

Kafe itu mempunyai interior yang menarik.
Dengan meja bundar bertaplak emas dikelilingi empat kursi  tersebar di dalam.

Dindingnya kaca sehingga tembus pandang ke luar.
Di langit-langitnya pun tergantung berbagai jenis dream chacter  dengan warna-warna mencolok dan menjadi daya tarik tersendiri.

Geun Woo dan Meisya duduk di kursi yang berada sedikit di pojok, dimana Ryo sudah stey disana.

Sekali lambai, seorang pelayan datang ke meja mereka.
Penampilannya pun tidak jauh beda dari wanita yang berkeliaran di luar.

Seksi dan sangar.

Satu-satunya yang membedakan hanyalah ia memakai seragam pelayan berwarna hijau.

Ryo dengan cepat memesan burger ukuran paling besar dan minuman soda.

"Kalian tidak memesan?" Tanya Ryo ketika ia sadar dua orang di depannya tak menyentuh buku menu sama sekali.

"Eh..." Geun Woo ogah-ogahan membuka buku menu namun kemudian ia sedikit tertarik dengan  desert yang tampak baru di lihatnya.

"Aku pesan ini." Geun Woo menunjukkan desert itu pada pelayan.
"Kau?" Pertanyaan itu ditujukan pada Meisya.

"Hmm... Sama kayak kak Geun Woo aja."

Pelayan itu pun pergi.

"Sepi ya... Padahal kafe ini lumayan menarik." Geun Woo mengedarkan pandangan.

Selain mereka, hanya ada tiga meja yang terisi.
Meja di bagian tengah terisi dengan tiga pria dan seorang wanita yang terlihat sedang berdebat entah apa.

Tak jauh dari meja tengah itu, ada empat wanita yang sepertinya tengah membully salah satu dari mereka.

Lalu, ada juga seorang perempuan yang duduk menyendiri tiga meja dari meja tempat Geun Woo dan tiga temannya berada.
Sambil menyeruput minumannya, wanita itu terus memandang keluar.
Tampangnya seperti bukan orang Indonesia.

Muchiven CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang