Ep. 16

638 78 24
                                    







Langkah kaki itu terus mendekat, menimbulkan decitan antara lantai kayu dan sepatu berujung runcing yang dipakainya. Ia tak bisa melihat dengan jelas, warnanya hitam, mengabur. Jantungnya terus berdegub kencang dan keringatnya mengalir deras. Lidahnya kelu, tak bisa mengucapkan sepatah kata.

Ia sudah terpojok, sendirian. Ayah, Ibu, Tolong. Satu per satu kata itu ia ucapkan dalam hati, berharap orang tuanya dapat mendengar.

Dalam satu kedipan mata, tiba-tiba pandangannya beralih menatap tubuh Ayahnya. Mengenaskan, lehernya patah, dan matanya melotot, persis seperti film thriller tentang pembunuhan berantai.

Matanya kembali berkedip, dan pandangan itu beralih lagi. Kini tubuh Ayahnya tak sendiri, ada kepala lain yang menemani. Hanya kepala, tanpa tubuh.

Dan itu milik Ibunya.

Sreet

Jimin terbangun, nafasnya terengah. Entah sudah berapa kali mimpi buruk itu menghampiri dan selalu saja mengulang adegan yang sama. Seperti kaset rusak yang membuat mata penontonnya sakit. Tapi berbeda dengannya, mental pria itu yang sakit.

Jimin menarik selimut tipis itu hingga menutupi seluruh tubuhnya, ia ketakutan. Diluar hujan dan ia kedinginan. Tubuh pria itu gemetar, daun yang melambai dibalik jendela seakan menghipnotisnya, membuat dirinya seperti melihat seseorang.

Jimin meraih ponselnya, mencari kontak seseorang yang sialnya tak kunjung ketemu. Pikirannya kalut, dari ratusan kontak yang ada disana tak mungkin rasanya ia mengecek satu persatu. Hingga sebuah nama terlintas,

Taehyung.

Jimin mengetik nama itu, dan muncul satu-satunya kontak tanpa profil. Jimin menekan tombol telpon, berharap seseorang diujung sana menjawabnya. Cukup lama Jimin menunggu, hingga suara malaikat penyelamatnya terdengar.

'Halo?'

Suaranya serak, ia hafal betul siapa pemiliknya. Apa gadis itu baru bangun? Lalu bagaimana bisa ponsel Taehyung bersamanya? Apa mereka-

'Hei, apa ada orang disana?'

Omelan gadis itu mampu membuat Jimin tersenyum, sangat menenangkan. Pria itu mengeyampingkan rentetan pertanyaan dalam otaknya, biarlah rasa penasaran itu menguar yang penting ia merasa aman sekarang.

'Aku mimpi buruk, lagi.'

Jimin tak salah, ia memang bertujuan menghubungi gadis itu karna kini ia sadar, hanya gadis itu yang mampu menenangkannya. Cukup lama keheningan melanda disana hingga suara nyaring gadis itu kembali terdengar.

'Jimin?! Kau kah itu?'

'Ya, ini aku, pria si pemilik suara disebrang sana.'

'Huh? Apa?'

Jimin tertawa kecil, pria itu lalu duduk bersandar pada single bed-nya. Jika kalian menganggap Jimin penakut atau ingin mencari kesempatan untuk mendekati gadis itu, kalian salah besar.

Jimin menyukai Seulgi, itu fakta.

Tapi seputar mendekati dan penakut, itu tidak sepenuhnya benar. Saat mimpi itu tiba, Jimin tak pernah datang menghampiri Nayeon atau orang tuanya. Ia cukup sadar diri bahwa ia sudah merepotkan, yang dilakukan pria itu hanya mencoba menenangkan dirinya sendiri hingga ketakutan itu pergi perlahan. Tapi jika diingat-ingat, sudah hampir dua bulan mimpi itu tak datang, dan gadis bermata monolid itu yang selalu menghias mimpinya.

'Aku merindukanmu.'

'Mau bertemu?'

Apa? Bertemu katanya? Tapi besok adalah hari libur, apa Jimin tak mengganggu?

THE HALF BLOOD VAMPIRE (THBV)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang