26. He knows

367 83 15
                                    

Ia berdiri tegak, menatap anak laki-laki yang duduk di pangkuan Daeun. Tatapan dari mata besarnya yang imut seolah menusuk jiwanya, Sehun tersenyum. Inilah putranya, Ilhoon. Darah dagingnya sendiri. Secercah cahaya dalam hidupnya yang kelam.

“Appa!” suaranya yang melengking menghangatkan hati Sehun. Mendengar seseorang memanggilnya appa membuatnya merasa bahagia.

Ilhoon melompat turun dari pangkuan ibunya dan berlari ke arah Sehun sambil merentangkan tangannya. Sehun membungkuk dan memeluk putranya erat.

Jadi ini rasanya punya keluarga sendiri? Rasanya… bahagia. Seperti ada kupu-kupu yang mengaduk perutnya dengan sayapnya, tangannya berkeringat, ia merinding menyadari rasanya mempunyai keluarga, memiliki seorang putra. Sehun tersenyum.

“Hai, Ilhoonie. Mau kemana kita hari ini?” tanyanya sambil merapikan rambut yang hampir menusuk mata bocah itu.

“Ayo makan cake!!” serunya. Sehun menatap ke arah Daeun, wanita ini memberikan senyuman termanisnya dan mengangguk.

“Kalau begitu, kita ke toko kue!”

Ada yang salah disini. Ya, apa yang ia lakukan salah. Persetan, ia menyukai Luhan! Tapi, ia juga sangat mencintai putranya...

---

“Tarik napas.” ia menarik napas.

“Sekarang keluarkan.” Ia mengikuti komando dokternya dengan patuh. Kyungsoo menggelengkan kepalanya dan meletakkan stetoskopnya di atas meja.

“Aku sudah bilang Lu, berhenti memaksakan dirimu. Kalau bisa, tolong berhenti main bola.” lanjutnya.

Luhan meraih bajunya dari atas ranjang kamar rumah sakit dan memakainya di tubuh kurusnya. “Aku tidak apa-apa, Kyungie. Aku akan baik-baik saja sampai nanti waktuku tiba. Jangan khawatir, aku akan bertahan sampai Januari.” Ia tertawa pelan, Kyungsoo menatapnya tidak setuju. “Kalau kau diminta menyuruhku berhenti main sepakbola oleh Baekhyunie, aku akan berbicara padanya agar ia berhenti mengganggumu.”

Kyungsoo duduk di kursinya, mengambil penanya di meja dan mulai menulis pada secarik kertas yang ia ambil dari atas tumpukan. Setelah selesai, ia menyerahkannya pada Luhan.

“Ini obat yang kau butuhkan. Kalau kau bersikeras ingin tetap main sepak bola, jangan lupa minum obat. Kumohon.” Ia menghela napas. Ia menaikkan dosis obat Luhan, dengan harapan akan ada progres.

“Tapi aku tidak mau!” Luhan memang terkadang keras kepala. Mereka tidak bisa merubah pikirannya sekali ia menentukan keinginannya.

Inilah yang Baekhyun paling takuti, Luhan yang keras kepala benar-benar sangat susah diatur. Baekhyun dapat menangani bisnisman paling galak sekalipun dan tetap melakukan perjanjian bisnis dengannya dalam sekejap mata, tapi ia selalu kalah kalau berbicara pada saudaranya.

Tentu saja, bisakah kau menang melawan bocah yang merengek? Luhan menangis seperti pengantin baru yang ditinggal mati suaminya dan ngambek seperti anak umur 6 tahun yang cacat mental.

“Kau harus minum obat atau aku akan menyuruh Chanyeol dan Kai memaksamu. Kau tidak ingin kejadian bulan April kemarin terulang kan?” Ia tersenyum miring pada Luhan. Luhan merinding saat mengingat kejadian itu, saat Chanyeol dan Kai mengikatnya di ranjang rumah sakit, menggelitikinya, dan memasukkan lima tablet ke dalam mulutnya membuatnya hampir mati tersedak.

“Argh! Aku benci obat! Aku jadi pusing dan ngantuk seharian!” rengek Luhan sambil memasukkan resep obat itu ke dalam obatnya.

“Ini satu-satunya cara agar kau sehat, Lu.”

The S Name [Translated Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang