29. Beginning

515 56 1
                                    

warning: angst and smut. if you can't take either of them, leave this ff, this ff is not for you

***

Ia tersenyum pahit sambil menatap horizon malam. Hanya bulan dan kerlipan bintang di langit yang menemaninya. Ia duduk agak jauh dari tiang lampu  terdekat, hanya menggunakan ponselnya sebagai sumber cahaya, dan tentu saja cahaya bulan.

Luhan menekuk lutut dan mendekapnya erat, udara dingin menusuk tulangnya, bajunya yang jauh dari kata tebal tidak membantu.

Ia sudah berusaha untuk bahagia. Ia tersenyum, tertawa, tapi ia tidak bahagia.

Kenapa? Kenapa ia sendiri? Bukankah harusnya Sehun bersamanya seharian?

Mereka seharusnya menikmati hangatnya matahari di taman tadi.

Mereka seharusnya menaiki bianglala bersama di Lotte World.

Mereka seharusnya menonton film romcom seperti pasangan lain, Sehun seharusnya menenangkan Luhan —mengusap air matanya selama menonton film.

Mereka seharusnya makan di suatu tempat di Hongdae, mungkin makan cake dan permen dan es krim —favorit Luhan.

Mereka seharusnya kembali beristirahat di taman lagi, berbicara mengenai semuanya, menatap matahari tenggelam bersama.

Sehun harusnya berada di samping Luhan sekarang, menatap bintang di langit, tapi tidak. Ia tidak muncul.

Luhan mengerutkan hidungnya dan mengusapnya perlahan. Ia tertawa kecil. “Ah, aku tidak menangis. Aku hanya… kedinginan.” Katanya pada dirinya sendiri dengan suara bergetar… orang yang mendengar akan mengira ia menangis.

Kenyataannya, ia memang menangis.

Ia berpindah posisi, bergerak lebih dekat ke pohon oak yang berumur seratus tahun di belakangnya, menyandarkan dirinya dan bersolonjor di tanah yang berumput lebat.  Ia menutup matanya, membiarkan air matanya mengalir bebas.

Sudah cukup ia berpura-pura bahagia. Ia sudah cukup kuat selama ini. Tidak ada yang akan keberatan kalau ia menangis sekarang, ‘kan?

“Aku bodoh,” gumamnya. Kepedihan menjalar di seluruh tubuhnya dan berakhir di jantungnya yang lemah. Beberapa detik kemudian bahunya bergetar hebat. Ia sendiri tidak tahu apakah itu karena dinginnya udara tengah malam atau gara-gara tangisan sunyinya yang berubah menjadi isakan kencang.

“Aku benar-benar… bodoh.” Ia tertawa pahit, air mata masih mengalir deras di pipinya.

“Kau memang bodoh.”

Luhan membuka matanya, menoleh menatap sosok lelaki tinggi bersurai coklat yang sedang membungkuk, terengah-engah sambil memegang lututnya.

“Kau bodoh, Han,” ulangnya, kali ini sambil menatap mata sembab Luhan.

“S-Sehun.”

“Kau bodoh karena menunggu disini. Kau bodoh karena menunggu orang brengsek sepertiku. Luhan kau benar-benar bodoh… tapi disini memang aku yang salah,” dan sesaat kemudian Sehun menubruknya sampai berbaring di rumput, memeluknya erat seolah ia akan menghilang kapan saja.

The S Name [Translated Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang