16 | spesial

369 65 1
                                    

hari-hari berjalan seperti biasa. hanya saja anta rutin melakukan kemoterapi.

rambut anta mulai menipis. lelaki itu pun akhirnya memakai beanie.

naya menatap anta dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"kenapa?"

"kamu kenapa pake beanie?"

"engga apa-apa. suka aja. emang gak boleh?"

"ya boleh sih..."

"memangnya kenapa?"

"lucu aja sih hehe... pala kamu jadi lonjong gitu." naya menahan tawanya.

sialan.

matahari tenggelam di ufuk barat. keduanya beranjak pergi dari kafe.

"nay."

"hm?"

"makasih. udah ngajarin gue banyak hal. ngga cuma pelajaran aja sih. saran-saran dari lo juga ada gunanya. it means a lot for me."

naya tersenyum kecil. "sama-sama. aku seneng bisa bantu."

malam itu juga, anta berharap pada semesta untuk memberikan lebih banyak waktu untuk dirinya dan naya.

•••

makin hari keadaan anta makin memburuk. lelaki itu tampak kurus. bahkan teman-temannya menanyakan hal yang sama seperti,

"anta lo ngga apa-apa kan?"

"pucat banget muka lo."

"tumben make beanie terus. kenapa dah?"

"kok ngga pernah basket lagi, bro?"

"lo kenapa jadi jarang ngumpul bareng kita-kita dah?"

"are u okay?"

"kurus amat. gue berasa jalan sama tiang listrik. lo diet?"

beberapa macam jenis pertanyaan dilontarkan pada anta. hingga lelaki itu bingung mau menjawab bagaimana.

"hai, anta!" tepukan di bahu membuat lelaki itu tersadar dari lamunannya.

"oh, hai, nay."

naya memperhatikan lamat-lamat wajah anta. sementara yang diperhatikan, membuang muka malu.

"apa sih?" dengus anta.

"muka kamu pucat. kamu nggak apa-apa?"

"nggak. gue emang lagi nggak enak badan aja."

"eh? mau aku anter ke UKS?"

"eh ngga usah. b-bentar lagi bel masuk hehe. ada ulangan kimia juga." anta mengusap tengkuknya yang tak gatal.

"uh, oke."

keduanya terdiam. canggung banget. sumpah, anta nggak bisa lama-lama kayak gini.

"hmm... nay?"

"iya?"

"kalo orang terdekat lo pergi, gimana perasaan lo?" kalimat itu terlontar begitu saja dari bibir anta.

"hah? pergi? kemana?"

"ya pergi. jauh banget sampe-sampe lo nggak akan pernah bisa lihat dia lagi."

"ya aku sedih banget lah pasti. tapi... bukannya itu udah garis takdirnya? nggak ada yang abadi di dunia ini."

"dan aku benci kata perpisahan. benci banget. tapi kita harus terima skenario yang udah Tuhan tulis. apapun itu."

"dan aku nggak bakal tahu harus ngapain kalo aku kehilangan orang-orang spesial di sekitar aku kayak mama, papa, kak raka, dan juga... kamu."

anta mematung. aliran darahnya berdesir. jantungnya memompa lebih cepat.

anta menatap naya di dalam kegelapan malam yang hanya disinari oleh lampu-lampu jalan dan cahaya bulan. menggenggam tangan naya lalu membawa nya dekapan hangat.

―TBC―
haloooo!

memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang