10 | semoga hanya mimpi

431 87 3
                                    

hari ini keduanya bertemu di kafe biasa.

"wah, hebat banget kamu masuk 10 besar!" naya bertepuk tangan heboh.

anta terkekeh kecil. lelaki itu tersipu ketika naya memujinya.

"lo peringkat berapa, nay?"

"dua. hehe."

"ah masih gedean lo tau, nay!"

"heh! bersyukur kamu tuh!" naya menjitak pelan kepala anta.

"iya-iya bawel." anta mencubit pipi naya gemas.

keduanya makin dekat, terkadang berbagi cerita. saling curhat dan saling memberi saran. mereka sudah lebih terbuka.

•••

anta pulang ke rumahnya tepat pukul lima sore.

"bunda... ada obat sakit kepala gak?"

karina menoleh melihat putra satu-satunya dengan wajah pucat.

"anta, kamu kenapa nak?"

"pusing, bun."

karina khawatir tentu saja. sakit kepala yang dialami anta terus-terusan terjadi hampir tiap hari.

"malam ini kita ke dokter, oke?"

dan anta hanya bisa mengangguk lemah.

karina dan anta tiba di rumah sakit sehabis maghrib.

setelah cek ke dokter, mereka menunggu.

lalu dokter memerintahkan karina untuk bicara empat mata padanya.

"bu karina... sudah berapa lama penyakit anta ini bu?"

"hah? penyakit? maksud dokter?"

"anta punya tumor otak mematikan, bu. sulit kemungkinan untuk bisa bertahan hidup."

mendengar penuturan dokter, karina menahan nafasnya. terkejut bukan main. matanya berkaca-kaca. wanita yang hampir menginjak kepala empat itu menggeleng, berharap ini semua hanya mimpi. ini semua tipuan. Tuhan hanya ingin mempermainkannya.

"bu... anta harus di kemoterapi secepatnya."

pecah tangisnya. wanita itu tidak dapat menahan air matanya. tidak bisa membayangkan hidup tanpa putra kesayangannya.

―TBC―
malam semuanya! how's ur day?

memoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang