Scene 🎬 5

3.2K 468 13
                                    




🎥









Itaewon, di waktu yang sama,


Sinar purnama menyinari lekukan indah dari pahatan sempurna sebuah grand piano yang tengah berdenting indah, ketukannya menggema pada dinding berwarna gading, iramanya membawa serta kesejukan angin sejuk musim panas yang berebut masuk melalui celah jendela kayu besar.


Seperti sebuah lukisan, seorang pria tampan dengan setelan kemeja putih dan blazer hitam, duduk di depan piano itu. Jari-jarinya bergerak lincah di atas tuts, membawakan selantun melodi yang senada dengan isi hatinya.


“Lho? Kenapa belum istirahat?” Seorang wanita paruh baya datang dengan setumpuk selimut di kedua tangannya, tersenyum pada pria yang kini menatapnya dengan genit.


“Aku masih belum lelah, Mum,” jawab pria itu singkat.


Menghela nafas panjang, wanita paruh baya itu meletakkan tumpukan selimut di atas meja lalu duduk di sofa dan menyamankan diri di sana.


“Mum, foto-fotonya sudah jadi!” lapor pria itu sambil berjalan mendekat, lalu mengulurkan sebuah amplop besar cokelat dan ikut duduk di sofa.


“Ah, cepat sekali. Eomma bisa melihatnya?” tanya wanita paruh baya itu dengan mata yang bersinar cerah.


Mengangguk, pria itu membuka amplop cokelat dengan cepat dan mengeluarkan isinya. “Aku sudah meminta foto kita bertiga diperbesar. Rencananya akan ku pajang di ruang tamu setelah pernikahan. Apa tidak masalah, Mum?”


“Lee...” Wanita paruh baya itu tersenyum simpul, jemari membelai surai hitam pemuda Lee itu dengan lembut. “Ini rumah kalian, mau kalian apakan saja, Eomma tidak masalah,” lanjutnya dengan kekehan di sela-sela.


“Mum,” panggil si Pemuda Lee.


“Ya, Sayang?”


“Lihat, Jaemin terlihat cantik di sini!" katanya dengan wajah berseri-seri, memperlihatkan selembar foto yang ada di tangannya.


Nyonya Na tertawa kecil. “Dia akan marah jika mendengar kau menyebutnya cantik.”



“Tapi memang benar dia cantik.”


Setumpuk foto dengan berbagai macam ukuran kini sudah tersebar di atas meja, dengan beberapa jari yang sibuk menata dan dua pasang mata yang mengagumi hasil kenangan yang tercetak pada lembaran kertas itu.


Tidak ada yang bersuara, hanya sesekali kekehan kecil yang terdengar sampai sebuah bisikan terdengar penuh kekecewaan.


“Dia tidak mencintaiku, ya,” lirih pemuda Lee itu sambil menatap pada selembar foto.


Nyonya Na menghela nafas panjang. “Kenapa kau berpikiran seperti itu?”


“Hanya saja ....”


“Lee, dengar. Eomma meminta maaf soal itu. Tapi kau pasti sudah tahu kan, kalau dia sangat mencintaimu? Hanya saja dia tidak bisa menyampaikannya secara gamblang. Dia sangat persis seperti Ayahnya.”


“Apa Dad tidak pernah mengatakan kalau dia mencintai Mum?”


Nyonya Na membuat ekspresi aneh. “Mungkin dia akan muntah jika mengatakan hal itu secara terang-terangan di depanku.”


Kemudian keduanya tertawa lepas, melanjutkan memilih-milih foto dan menyelipkannya pada sebuah album foto besar.


Nyonya Na mengeling pada calon menantu yang sedang terpesona menatap wajah tersenyum putranya yang tertangkap kamera. “Kau rindu?” tanyanya singkat.


Anggukan cepat dari sang calon menantunya menjadi jawaban pasti.


“Telepon saja. Dia pasti sudah selesai dan sedang santai,” usul Nyonya Na diterima dengan baik oleh pemuda Lee itu.


Serta merta ia berlari ke tempat dimana ia meletakkan ponselnya, lalu berjalan keluar dari sana dengan tergesa-gesa.


Sedetik menatap layar yang sudah memunculkan sebuah nomor, pemuda Lee itu tersenyum penuh lalu menempelkan gagang ponsel di telinganya.


August Rush Summer camp. Selamat malam, ada yang bisa dibantu?”


“Ah, selamat malam. Bisa disambungkan dengan Jaemin? Na Jaemin?”









🎥









🎥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Altering SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang