Scene 🎬 17

1.9K 317 22
                                    




🎥









“Kacamata hitam, check!”


“.....”


“Topi, check!”


“.....”


“Masker, check!”


“Haechanie?”


“Hm?”


“What are we going to do?” Minhyung merengut sambil mendecak kesal, merutuki keputusannya membiarkan sepupunya mendandaninya seperti—entahlah.


“Kau mau Minjae melihatmu? Kalau dia melihatmu di sini lalu dia marah, bagaimana?” omel Haechan sembari memakai kacamata hitam ala bibi-bibi di film drama.


Benar, keduanya kini sudah berada di perkemahan dan bersiap melancarkan aksi ‘mari mengintip sedang apa Minjae sekarang.


“Apa kau yakin kita tidak akan menarik perhatian orang-orang dengan dandanan seperti ini?” tanya Minhyung ragu, mematut diri di depan cermin dengan alis menukik tajam.


Haechan terdiam sejenak dengan tatapan terkunci pada sepasang obsidian kelam yang sedang mengerjap malas di hadapannya, lalu tangannya terulur, menepis debu halus dari bahu kakak sepupunya sambil tersenyum simpul.


“Minhyung-ah...” ucapnya setengah berbisik sembari mengalungkan sehelai syal di lehernya.


“What?”


“Jika kau terus protes, kita pulang saja.”


Minhyung mengatupkan bibirnya rapat, menimbang perkataan Haechan barusan lalu setelah beberapa detik, ia mengangguk pelan.


“Ya... ya... terserah kau saja,” balasnya pasrah.


Dan kini, keduanya sudah sibuk mengintip dari balik pohon oak besar di dekat lapangan basket. Di mana sedang diadakan kegiatan olahraga pagi bersama dari sekumpulan anak-anak yang mengikuti Summer Camp.


“Mana Kiddo? Aku tidak bisa melihatnya, ugh! Topi dan masker ini ku lepas saja, Haechanie!” gerutu Minhyung sambil menepuk bahu Haechan yang berdiri setengah membungkuk membelakanginya.


Haechan berbalik lalu mengintip tajam dari balik kacamata hitamnya. “Kau mengajak ku berkelahi? Bisa diam tidak? Nanti kita ketahuan!”


“Aw! Ya!”


Haechan menghadiahi sebuah cubitan keras di pinggang Minhyung. Membuatnya meringis kesakitan dengan wajah semakin tertekuk masam dan tangan hampir melayang, hendak membalas Haechan tapi tidak bisa karena Haechan sudah lebih dulu memiting kepalanya di antara kedua lengannya.


“Ssstt!!” desis Haechan kesal. “Itu Kiddo! Yang pakai kaus hijau terang! Kau buta atau bagaimana?” omelnya sambil menunjuk pada sesosok gadis kecil yang sedang menggerakkan tubuhnya sesuai irama lagu yang mengiringi kegiatan mereka pagi ini.


“Aku tidak memakai kacamataku! Dan topi ini menghalangi—ugh!”


“Diam.”


Dengan ini, Haechan menutup mulut Minyung dengan telapak tangannya, membuatnya bungkam dan mengajaknya duduk bersimpuh.


“Kelihatannya dia baik-baik saja...” ucap Minhyung pelan.


Haechan memutar kedua bola matanya malas. “Kau pikir ini Military Camp?”


“Kau belum punya anak, makanya tidak bisa merasakan apa yang—”


“Kau cari mati ya?”


“Oke... oke. Aku diam.” Minyung membuat gerakan seperti menutup resleting di bibirnya.


Keduanya kini asik memperhatikan anak-anak yang sedang tertawa riang dan sesekali berteriak lantang mengikuti instruktur mereka yang berdiri di barisan paling depan.


“Jia-ssaem!!”


“Jia-sssssaaaeeemm!!! Lagiii!!!”


Begitu teriakan yang terdengar sayup-sayup dari tempat mereka mengintip.


“Haechanie...” panggil Minhyung sambil bergerak gelisah.


“What?!”


“Aku digigiti semut merah... ack!!”


“Tsk! Kau ini menyusahkan sekali!”


“Jia-ssaaeeemmm!! Aku haauuusss!!”


“Jia-ssaaaaeemmm!!! Kita main petak umpet sajaaa!!”


Sementara di lapangan sedang ribut dengan permintaan anak-anak, di sini, Haechan sedang ribut menepis semut yang mengerubungi sepupunya dari ujung kaki hingga kepala.


“Jaemin-ssaaaaaeeemmm!!! Ayo main di danauuuu!!!”


Haechan menoleh seketika. Tatapannya menajam; memastikan kalau telinganya tadi mendengar dengan benar.


“Jaemin-ssaaaaeemmm!! Main denganku saja di siniii!!”


Haechan mengedip sekali, lalu sesosok pria manis muncul dari balik kerumunan anak-anak yang sedang melompat kecil mengelilinginya.


“Ahh... ternyata benar. Dia di sini...” gumam Haechan lirih, hampir tidak terdengar.


“Apa yang kau katakan? Ayo bantu aku, jangan diam saja! Ini gatal sekali!!” keluh Minhyung tanpa melepaskan pandangannya dari kulitnya yang sudah memerah karena gatal.


Haechan mengembangkan senyumnya dengan lebar, menatap Minhyung penuh arti sembari membantunya menepis semut yang masih berkeliaran di mana-mana.


“Minhyung-ah...” panggilnya.


Minhyung mendongak, menatap Haechan sambil mengerjap lambat.


“Mungkin musim panas kali ini, akan ada suatu hal yang  berubah...”


“.....”


“Berubah menjadi lebih indah.”









🎥









🎥

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Altering SummerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang