4. Rencana Sarada

1.8K 128 5
                                    

Mungkin dengan ketiadaanku membuatmu lega.

________________


Ini hari terburuk bagi Sakura, ia sangat terlihat kacau. Telah berton-ton tisu dihabiskannya untuk menangis. Sebenarnya bila ia Squidward maka hanya perlu empat lembar saja. Sarada merasa bersalah akan hal ini. Ia membuat lebih kacau keadaan yang telah runyam. Ibaratkan ia menambah micin untuk masakan ia lebih sempurna.

"Mah, Sarada minta maaf ya."

Sakura masih asyik menarik ingusnya yang keluar bagaikan banjir, ia masih berseteru dengan hidungnya yang mengeluarkan magma hijau itu.

"Mah, Sarada janji deh buat masalah ini cepat selesai. Tapi mama berhenti ya nangis," pinta Sarada memelas.

Sakura angkat bicara. "Hiks, gue... hiks gak papa kok. Hiks, lo gak perlu menambah masalah lagi deh."

"Mama harus kuat dong. Nanti kayak mana kalo takdir berubah gara-gara mama gini," ucap Sarada.

"Persetan deh, bodo amat. Lagian kalo takdir pasti terjadi juga toh," ujar Sakura.

"Mah, ada suatu takdir yang bisa berubah karena usaha seseorang. Ini adalah takdir mama untuk memperjuangkan cinta," ucap Sarada. "Semangat mama aku selalu mendukung mama," ujar Sarada ala-ala cheers.

Sarada menghentikan isakannya. "Lo jan sebut nama gue mama, panggil gue kakak aja."

"Tapikan mah...."

"Gak ada tapi-tapian," tukas Sakura mutlak.

"Pleaseee mah, tetap panggil mama ya." Sarada tampak memohon menggunakan ala puppy eyes.

"Ok deh, serah lo. Tapi jangan sampai ketahuan ma yang lain," ancam Sakura. Ia sebenarnya telah jengah akan kelakuan bocah tuyul itu. Lebih baik mengalah daripada harus berdebat capres dengannya.

"Ayeaye kapten." Hormat Sarada.

"Pigi sana, gue mau lanjut nanges." Usir Sakura.

"Yaelah, nanges  dilanjut. Nanti jan lupa ditampung ya mah biar hemat air," ujar Sarada sembari pergi.

***

"Non Sarada mau kemana?" tanya nenek Chiyo yang bingung melihat Sarada telah berkemas diri.

"Pengen cari angin nek, disini auranya murung gara-gara nyonya monster lagi galau." Sarada tidak memperhatikan nenek Chiyo karena fokusnya memakai sepatu.

"Cari angin non sekalian ya cuci mata, nanti bawakan nenek satu." Nenek Chiyo mengerling ke Sarada.

"Cuciannya mo kayak mana nek setengah basah atau mo kering?" tanya Sarada membalas gurauan.

"Nenek suka yang kering-kering aja non," balas nenek Chiyo.

"Wokeh, nanti kalo jumpa aku pungut ya satu nek." Sarada tersenyum lebar. "Ok nek, Sarada pergi dulu." Sarada membuka pintu dan keluar.

Sarada menatap sekeliling halaman rumah yang asri ini. Banyak pepohonan dan bunga-bunga yang tersusun rapi. Lihat saja pagarnya yang berdiri kokoh sangat cocok dengan rumah megah yang dilindunginya. Tapi sayang, rumah ini sepi bagaikan kuburan yang jarang diapelin.

Sarada membuka pagarnya dengan susah payah. Tubuh kecilnya berusaha melompat-lompat mencari penutup pagarnya.

"Nona kecil sedang apa?" tanya pria berambut melawan gravitasi.

"Begini paman, Sarada ingin keluar hanya untuk mencari angin." Sarada tampak bersikap manis.

Pria itu hanya diam dan membantu membukakan gerbang pagar. "Silahkan nona manis," ucap pria itu ramah.

Future DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang