01 - Remote TV

494 69 10
                                    

Sore hari memang waktunya untuk bersantai. Mengamati turunnya mentari secara perlahan, mendengarkan cuitan burung sembari duduk diteras, dan merebahkan badan didepan televisi adalah pilihan yang tepat untuk menikmati sore.

Dimas yang baru saja mengambil susu stroberinya dari dalam lemari pendingin berjalan pelan menuju ruang tengah. Disana ada adiknya yang sedang tertawa kecil karena menonton upin ipin.

"Yaela ini mulu," cibir Dimas tak suka. "Ganti net tv aja lebih seru!" Suruh Dimas sembari mengambil remote tv yang dipegang Dafa.

Tangan Dafa buru-buru menghindar dari serangan kakaknya itu. "Apaan sih, Mas???" Protesnya kecil.

Dimas berdecak, "Sini ah remotnya!"

"Kok maksa sih? Daripada mas nonton sinetron, mendingan nonton kartun!" Tolak Dafa mentah-mentah.

"Yeee emang net nayangin sinetron apa? Nonton berita aja sih," paksa Dimas makin ngotot.

"Nggak!" Dafa menggeleng kuat.

"Jorok ih! Lo kan belom mandi!" Omel Dimas saat melihat Dafa memasukkan remote ke dalam bajunya.

"MAS MAHEEEE!!!"

Dafa berteriak mengadu sambil berlari ke pojok ruangan menghindar dari Dimas yang mengejarnya.

"WOI DAMAR BANTUIN GUEEE!"

Damar yang sedang berada di dapur membantu Mahesa memasak-mereka memasak sendiri karena orang tua mereka tidak pulang dan mereka tidak memiliki pembantu-jadi menghampiri Damar dan Dimas karena disuruh Mahesa.

"Heh ngapain heh dipojokan?" Tegur Damar bergegas memisahkan kedua adiknya yang berebut remote.

"Mas Damaaaar, ini Mas Dimasnya maksa!" Adu Dafa yang bersembunyi dibelakang tubuh Damar.

"Emang pengen nonton apasih?" Tanya Damar.

"Upin ipin!"

"Good afternoon!"

"Mending nonton upin ipin kan, Mas?" Tanya Dafa meminta pembelaan ke Damar.

"Yaela mendingan good afternoon lah!"

"Mendingan yang mana kalo kata Mas? Upin ipin kan??" Dafa bertanya lagi untuk meminta pembelaan kakak keduanya.

Damar terdiam. Lalu menepuk jidatnya pelan karena tiba-tiba teringat sesuatu.

"Sini remotnya!" Damar berbalik menghadap Dafa dengan tangan terulur meminta remote.

"Buat apa?? Mas Dam mau bantu Mas Dim kan?? Sori, Dafa gak bakalan ketipu lagi!" Ucap Dafa penuh yakin.

"Ada bola! Persija lawan Persebaya! Udah buruan sini!" Kata Damar.

"Ck elah lo, gue kan manggil biar lo bantuin gue." Protes Dimas tak terima. Cowok itu mendorong Damar pelan karena kecewa.

Dimas kembali mendekat ke Dafa, lalu menggelitik perut adiknya sampai berteriak seperti suara lumba-lumba. Damar pun ikut membantu memegangi Dafa agar tidak memberontak. Namun karena Dafa memiliki badan yang bongsor, itu cukup menyulitkan Damar dan Dimas untuk mengambil remote yang disembuyikan didalam baju.

"Mas Maheeee! Dedek dikuyel-kuyel!" Dafa kembali mengadu. Kali ini dengan teriakan cukup histeris.

Mahesa buru-buru menuju ruang tengah setelah mendengar itu. Kadang ketiga adiknya suka tidak ingat umur. Padahal mereka sudah tidak SD lagi, tetapi masih suka berebutan hal yang tidak penting.

"Damar, Dimas, kasian itu adeknya." Sambil mengomel dengan nada lembut, Mahesa menarik Damar dan Dimas menjauhi Dafa.

"Yaela, Mas, Dafa juga udah gede. Emang ga bisa ngalah sama mas-masnya?" Tanya Dimas dengan nada memerotes.

"Kamu seharusnya ngajarin Dafa yang bener. Kalau kamu suka mengalah, nanti Dafa juga bakal ikutin kamu suka mengalah." Tegur Mahesa yang menatap Dimas dengan penuh kesabaran. Anak sulung tersebut mengelus pelan kepala adik ketiganya itu. "Kalo kamunya aja begini, gimana Dafa mau ngalah?" Lanjutnya.

Alis Dimas sudah berubah menjadi lekukan alis yang sedang marah. Ia menepis tangan Mahesa yang mengelus kepalanya. Ia tak suka situasi seperti ini.

"Belain aja terus si Dafa," kata-kata itu akhirnya terlontar dari mulut Dimas setelah sekian lama. "Seharusnya gue gak usah keluar kamar tadi." Ujarnya dengan nada menyesal.

Dimas berbalik, lalu berjalan cepat menuju kamarnya. Cowok itu sampai membanting pintu kamarnya.

Dan situasi menjadi sangat tegang.

Namun, Mahesa hanya menghela nafas. Sudah terbiasa menghadapi sikap Dimas yang seperti itu. Padahal Mahesa sudah berusaha bersikap adil untuk semua adiknya. Tetapi Dimas masih menganggapnya hanya menyayangi Damar dan Dafa.

"Sini remotnya. Kalian gak usah nonton tv aja sampai ibu sama bapak balik."

Dafa cemberut. Ia terpaksa mengambil remotenya dari dalam baju. Padahal ia hanya ingin menonton tv dan bermain berebut remote bersama abang-abangnya. Tapi kenapa situasinya malah sampai seperti ini. Bahkan sampai dilarang menonton tv lagi oleh Mahesa.

"Udah sana main diluar aja," kata Mahesa ke Dafa sembari menepuk pundak adiknya pelan. "Kamu disini aja, Mar, bantuin masak." Kali ini Mahesa berbicara ke Damar.

"Mas, sekaliii aja nonton!" Ujar Damar memohon.

"Engga, Damar. Nanti yang lain iri."

Damar menurunkan kedua bahunga kecewa. "Yaudah lah streaming aja."

Damar pun berjalan menuju dapur. Kembali melanjutkan acara masak yang tertunda. Sedangkan Dafa masih berdiam diri dipojok ruangan.

"Kamu gak mau pergi main? Apa masih mau disini?" Tanya Mahesa bingung melihat adiknya masih diam.

"Dafa bantuin masak aja deh,"

"Yakin kamu?"

"Iya, Dafa mau buatin makanan buat Mas Dim. Dafa nggak enak sama dia. Gara-gara Dafa, Mas Dim kena omel." Ucap Dafa dengan kepala tertunduk.

Mendengar itu, Mahesa tersenyum. Lalu merangkul pundak adiknya dan berjalan bersama menuju dapur.

"Kamu bantuin goreng tempe aja ya,"

"Oke!"

Kadang ketiga adiknya menyebalkan, suka bikin pusing. Tapi ternyata mereka solid dan saling menyayangi. Mungkin lain kali Mahesa harus berbicara empat mata dengan Dimas agar adiknya itu bisa paham kalau kakak sulungnya tidak memihak kepada siapa pun.

Karena sebenarnya, Mahesa sayang semuanya.

1M3D ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang