06 - Kerja Kelompok

206 44 6
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang. Matahari sudah tidak seterik tadi saat jam 12 siang. Namun udaranya sangat panas membuat siapa saja malas keluar rumah. Termasuk Dafa.

Rencananya setelah pulang sekolah, Dafa akan kerja kelompok ke rumah Wanda. Tapi tiba-tiba ia disuruh pulang oleh Mahesa karena ada Bude dirumah tetapi tidak ada siapa-siapa. Karena memang belum jam pulang. Dan yang pulangnya paling cepat adalah Dafa.

Setelah menjamu bude nya itu, Dafa pamit pergi untuk kerja kelompok.

"Bentar deh, rumah Wanda dimana ya?" Celetuknya bodoh.

Akhirnya Dafa mengechat Wanda untuk menanyakan alamat rumah.

Dafa : he

Dafa : rumah lo dmn si?

Tak perlu waktu lama, Wanda langsung membalas dengan sewot.


Wanda : tdi katanya tauuu

Dafa : iya tau namanya doang

Wanda : makanya jgn sok tau napa si

Dafa : yodah gosah sewot

Dafa : rmh lu jdnya dmn njir

Wanda : jln uranus I no 12

Dafa : gua ga jadi ikut kerkom deh

Wanda : IH APAANSI GA JELAS

Dafa : ruma lu kejauhan bege

Dafa : gw ketinggalan roket

Dafa : gosah ikut y

Wanda : APASIH????? SERIUS DONG DAFAAAAA

Wanda : ga lucu tw

Dafa : iye elah becanda

Wanda : bercandanya g lucu

Dafa : yaiyala

Dafa : gue kan becanda bkn ngelawak

Wanda : BAWEL BENER SI JDI COWOK

Wanda : BURUAN KE RUMAH GUEEE

Wanda : KALO GA DTG GUE ADUIN BU SARTIKA

Wanda : BODO AMAT :P

Dafa : SABAR NAPA








Dafa mendengus keras sembari memasukkan hapenya kedalam saku celana. Lalu terdiam dengan kedua mata memandang jalan didepan rumahnya.

"Gue kesana naik apa ya?" Lagi-lagi Dafa berceletuk bodoh.

Mengingat bahwa ia belum belajar motor—karena dilarang Mahesa, katanya belajar motor minimal kelas delapan—dan kalau pakai sepeda gunung, kedua bannya bocor.

Dafa : e jemput dong

Wanda : pake ojek

Dafa : bayarin

Wanda : UDAH POKOKNYA BURUAN KE RUMAH GUEEEE




Dafa tertawa kecil saat membaca balasan Wanda, si jangkung yang manis. Teman kelas, teman sebangku juga. Mereka berdua sebenarnya cukup dekat, namun tidak ada yang mau mengakui.

Kemudian Dafa pun memesan ojek online. Sesampainya di rumah Wanda, Dafa langsung disambut dengan rentetan omelan dari beberapa teman kelompoknya, termasuk Wanda. Cuman yang bikin Dafa keheranan, Wanda dengan ikhlas membayar jasa ojek online yang Dafa pakai tadi. Padahal ia hanya bercanda.

"Kok lama banget sih lo, Daf?" tanya Nayla, si mungil.

"Tadi nyasar,"

"Nyasar kemana?" sahut Jefry bingung.

"Gue kira rumah Wanda yang pager ijo. Pager yang gede itu. Yang depan komplek." jawab Dafa santai.

Wanda yang mengerti maksud Dafa langsung memekik heboh, "SEMBARANGAN! ITU MAH MAKAM!"

Dafa tertawa ngakak. Diikuti Nayla dan Jefry yang jadi tertawa ngakak juga.

Mereka mendapat tugas untuk membuat kerajinan dari baju bekas. Dan mereka memutuskan untuk membuat tas. Setelah jadi, mereka kecuali Wanda pulang satu persatu. Karena Dafa datang terakhir, cowok itu ditahan Wanda untuk membantunya merapihkan barang-barang yang tersisa. 

Dafa meraih segelas sirup yang disajikan Wanda, lalu menegaknya sampai habis. "Udah kan? Gue pulang nih."

Wanda mengangguk. "Yaudah, silakan."

"Bayarin lagi dong," pinta Dafa seenaknya.

"Enak aja!" Wanda melirik sinis Dafa. "Pulang sama kakak lo aja sih," lanjutnya sewot.

"Oiya bener."

Dafa pun sibuk merunduk sambil bermain hape. Lebih tepatnya berusaha menghubungi mas-mas kesayangannya agar menjemput dirinya yang berada di rumah nenek lampir—Dafa sering memanggil Wanda seperti itu.

"Eh Daf,"

"Hm?"

"Salam dong ke kakak lo."

Dafa yang awalnya menunduk, refleks mengangkat kepalanya dan memasang ekspresi 'apasi najis'. Tak heran kalau Wanda tau, cewek itu suka melihat Dafa dijemput secara bergantian oleh ketiga mas nya.

"Kakak gue yang mane?" tanya Dafa agak sewot.

"Semuanya."

"He, buaya."

"Apaan sih?! Lo yang buaya ya!"

Dafa berdecak. Cowok itu akan sangat serius jika ada sesuatu yang berhubungan dengan mas nya. Apalagi ini Wanda. Tak akan Dafa biarkan kalau Wanda naksir salah satu mas nya.

"Ck! Serius! Mas gue yang mana?"

"Semuanya, tapi gue ngefans banget sama Kak Dimas!" Jawab Wanda bersemangat.

"Yaelah, lo tinggal samperin ke kelasnya terus bilang gitu."

"Malu lahhh!"

"Lagian apa kerennya Dimas coba? Dia tuh kemarin teriak cuman gara-gara gue kagetin. Ngiranya gue setan. Terus nih, dia tuh bandel, sok cool gitu. Padahal asli nya mah slengean,"

Dafa menjelaskan dengan ekspresi berlebihan, sehingga membuat Wanda setengah percaya.

"Ah masa sih? Itu elo kali,"

"Yeee ngaco."

"Terus kalau abang lo yang kedua gimana? Kak Damar ya kalo ga salah?"

"Ohh, Mas Damar mah senengannya futsal. Suka mainin peluit dirumah sampe dimarahin. Emang gak tau tempat tuh anak," Dafa mengangguk meyakinkan.

"Kalau Kak Mahesa?"

Dafa baru mau membuka mulutnya untuk menjawab. Namun ia urungkan. Kedua mata coklat milik Dafa yang awalnya terlihat penuh dengan semangat, berganti menjadi tatapan sinis.

"Gak ah, nanti lo suka sama Mas Mahe lagi."

"Yeu, nanya doang. Biar ada bahan obrolan. Lagian lo belom dijemput juga."

"Lagian kenapa gak nanyain tentang gue aja sih?"

Wanda mendelik. Refleks memundurkan badan karena jijik. Tangan kanannya meninju lengan Dafa dengan cukup kencang.

"Mupeng!"

1M3D ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang