04 - Setan

234 52 8
                                    

"Daf, temenin yuk!"

Mahesa membuka pintu kamar adiknya lalu menyerobot masuk. Dafa yang asik membaca komik detektif conan hanya melirik kecil.

"Nggak ah." Tolaknya sembari membalikkan halaman komik.

"Nanti mas beliin es krim deh." Bujuk Mahesa jadi menyogok.

"Kalau mas bisa nebak siapa yang bunuh, aku temenin." Ujar Dafa perhitungan. Ia menunjuk tiga orang di halaman komik kesukaannya. "Menurut mas siapa yang bunuh bapak ini?"

"Gak tau, mas kan ga baca itu." Mahesa mengangkat kedua bahunya tinggi.

Dafa dengan cueknya kembali membaca, "Yaudah pergi sendiri sana."

"Kamu disuruh ikut sama ibu."

"Emang mau kemana sih?"

"Intermedia."

"Hah? Intan?"

"Intermedia."

"Mau ngapain ke internasional?"

"Intermedia, Dafa."

"Ogah, Dafa gamau ke internasional."

Mahesa mengelus dadanya sabar. "In-ter-me-di-a!"

"Tokopedia?"

"Iya iya kamu ga ikut!" Ucap Mahesa sewot ketika ia tau kalau Dafa pura-pura tidak dengar.

"Ya emang dariawal ga ikut," balas Dafa savage.

Itulah kebiasaan Dafa. Ia akan selalu berpura-pura tidak dengar ketika disuruh melakukan sesuatu. Memang tidak beradab, tetapi cara itu cukup ampuh untuk menolak ajakan ketiga masnya. Apalagi Mahesa.

Tetapi kalimat 'disuruh ibu' adalah kalimat paling ampuh milik Mahesa. Karena ia anak sulung dan ibu bapaknya sering pergi dinas entah untuk berapa lama, Mahesa sering dititipi amanah oleh kedua orangtuanya. Maka dari itu kalau Mahesa bilang 'disuruh ibu', biasanya adik-adiknya akan menurut.

Mahesa pun keluar dari kamar Dafa sambil berteriak, "Ayo Mar, pergi! Dafa kamu jaga rumah ya!"

"Yaudah ayo mas, turnamennya udah mau mulai."

Samar-samar Dafa mendengar percakapan diantara kedua kakaknya itu. Dafa sebenarnya takut sendirian di rumah, karena kemarin ia ikut teman kelasnya menonton film horror dan efeknya masih berasa banget.

Dafa ini anaknya sok cool. Apalagi kalau udah disekolah. Cowok itu dengan bangganya bilang kalau ia tak takut hantu apalagi film horror. Tetapi lima belas menit kemudian, Dafa berteriak paling kencang bahkan lebih kencang dari anak perempuan. Karena itu ia sering dijadikan bahan ejekan teman-temannya.

Blam!

Pintu utama ditutup. Terdengar suara mesin motor dinyalakan dan suaranya hilang secara perlahan.

Sekarang rumah benar-benar sepi.

"Eh bentar deh," Dafa tiba-tiba teringat sesuatu. Ia menutup bukunya lalu mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari. "Bukannya Mas Dim dirumah ya?"

Dafa pun beranjak dari duduknya. Ia berinisiatif untuk mengecek kamar Dimas yang kebetulan berada disebelahnya. Tetapi ia malah berjalan mundur setelah sedikit membuka pintu.

"Tapi, bukannya si Dimas lagi kerkom ya?" Monolognya berusaha mengingat. 

Tiba-tiba lampu kamarnya mati. Spontan si bontot berteriak heboh meminta pertolongan karena ia takut dalam kegelapan. Bahkan kedua tangannya sampai menjambak rambutnya sendiri. Cowok itu pun buru-buru membuka pintu kamarnya lebar-lebar.

1M3D ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang