Malam ini Mahesa tidak bisa tertidur. Setiap kali memejamkan mata, pasti ia langsung membuka matanya kembali. Semua posisi tidur sudah Mahesa coba. Bahkan ia sampai mencoba tidur dengan posisi menungging.
Keringat dingin pun bercucuran. Padahal suhu AC-nya sudah cukup dingin. Kali ini Mahesa benar-benar gelisah, tegang, dan takut. Ia begitu karena besok adalah pengumuman SNMPTN.
Mahesa pun jadi terduduk di atas kasurnya. Sekali lagi melirik jam dinding di kamarnya. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Tiba-tiba ia teringat kejadian saat ia masih kecil. Dahulu ketiga adiknya suka sekali datang ke kamarnya karena tidak bisa tidur. Entah kenapa ketiga adiknya lebih suka datang ke kamarnya daripada ke kamar ayah dan ibu.
Setelah menimang-nimang apakah ia harus ke kamar salah satu adiknya—siapa tahu ia bisa tidur—atau tetap di dalam kamar. Akhirnya Mahesa memilih untuk pergi ke kamar Damar, karena kamarnya dan Damar berdekatan. Sedangkan kamar Dimas dan Dafa ada di bawah.
Pemuda itu beranjak dari tempat tidurnya. Lalu keluar kamar dan berjalan menuju kamar Damar. Di ketuklah pintu kamar Damar dengan pelan.
Tak lama kemudian, si pemilik kamar membukakan pintu. "Eh, Mas, masuk." katanya mempersilakan. Damar pun menggeser badannya, lalu membuka pintu lebih lagi.
"Mas kira kamu udah tidur," celetuk Mahesa seraya mendudukkan diri di tepi tempat tidur.
"Lah, aku ngiranya Dimas yang ngetok," balas Damar sama terkejutnya dengan Mahesa. Cowok itu pun ikut duduk disamping Mahesa.
"Tumben belum tidur. Emang lagi ngapain?" tanya Mahesa kepo.
Damar tersenyum menahan tawa. "Ngobrol sama Dimas,"
"Bahas apa sampe malem gini belum tidur?"
"Ini loh, Mas," Damar memutar tubuhnya jadi menghadap ke Mahesa sepenuhnya. "Dimas tuh sebenarnya lagi galau gara-gara si Jihan udah punya pacar."
Mata Mahesa melebar kaget. "Seriusan? Dari kapan?"
Damar mengangguk semangat. "Gak terlalu lama sih. Seminggu yang lalu."
"Oh? Kok mas gak tau ya?" tanya Mahesa yang lebih ke diri sendiri.
"Mas Mahe kan di kamar terus akhir-akhir ini. Terus Dimas juga latihan terus. Mungkin gara-gara itu jadi jarang ngobrol." ujar Damar yang membuat Mahesa tersadar bahwa waktu yang ia habiskan akhir-akhir ini hanya belajar untuk mempersiapkan UTBK. Saking sibuknya belajar, Mahesa sampai tidak tahu kabar adik-adiknya.
"Hm, iya mungkin," Mahesa mengangguk setuju. "Terus si Dimas masih galau?"
"Masih lah, Mas." balas Damar yang kemudian tertawa. "Dia udah suka dari lama gitu. Gak mungkin secepat itu move on-nya."
"Bener juga," Mahesa ikut tertawa. Memori saat Dimas sedang bucin-bucinnya dengan Jihan tiba-tiba berputar di kepalanya. Dan itu hal yang lucu karena ketika hal itu dibahas, Dimas akan marah-marah tak suka. Apalagi kalau Dafa sudah menggoda Dimas dengan hal-hal yang berbau cinta bertepuk sebelah. Pasti Dimas akan melakukan apapun supaya Dafa diam. Oh ya, ngomong-ngomong soal Dafa, Mahesa juga sudah lama tidak mengobrol dengan adik bungsunya itu.
"Oh ya, Dam, si Dafa masih sibuk belajar?" tanya Mahesa kemudian.
"Masih, Mas. Kan ujian buat seleksinya tiga hari lagi."
"Eh beneran?" Mahesa tersentak kaget yang dibalas anggukan oleh Damar. "Kirain masih lama."
"Wah, tumben, Mas, lupa hari." Damar terkekeh.
Mahesa mengangkat bahunya tinggi seraya menggeleng pasrah. Bingung juga dengan dirinya sendiri yang bisa jadi pelupa seperti ini.
"Mas tidur sini ya?" Izin Mahesa sambil merebahkan dirinya di sisi kanan tempat tidur.
"Iya," Damar mengangguk. Ia pun ikut merebahkan diri di sebelah Mahesa. "Istirahat, Mas. Jangan kebanyakan mikir." Pesan Damar sebelum akhirnya memposisikan tidurnya ke arah kanan, lalu memejamkan mata.
Mahesa tersenyum kecil mendengar pesan sederhana dari Damar. Ia sangat bersyukur memiliki adik seperti Damar yang selalu bisa menenangkan lawan bicaranya.
Tak beberapa lama, akhirnya Mahesa terlelap dengan posisi memeluk Damar. Ia rindu adiknya.
**
Pagi menjelang siang, Dafa baru saja keluar dari kamarnya. Ia hampir melewatkan sarapan kalau saja Mahesa tidak mengantarkan langsung ke kamarnya. Anak bungsu itu celingak-celinguk mencari keberadaan ketiga mas-nya. Hari ini ayah dan ibu sedang pergi dinas, makanya tadi Mahesa yang membuat sarapan.
"WOOOO! SELAMAT MAS!"
Suara gedebak-gedebuk dari lantai atas hampir membuat Dafa terjungkal kaget karena sangat kencang. Dafa pun dengan segera berlari ke atas menyusul suara itu dan mencari tahu alasan kenapa mas-nya itu diberi selamat.
Langkah kaki Dafa berhenti ketika ia mendobrak pintu kamar Mahesa yang ternyata ada ketiga mas-nya di sana. Ia melongo heran saat melihat Damar dan Dimas berjoget tidak jelas, sedangkan Mahesa hanya tertawa di atas tempat tidur dengan laptop di atas pangkuannya.
"Pesta apa nih? Kok Dafa gak di ajak?" Rengek Dafa jadi cemberut. Ia pun berjalan masuk ke dalam, kemudian duduk di tepi kasur. "Ngerayain Mas Dim udah bisa move on—AAAAA!"
Belum menyelesaikan ucapannya, tangan Dimas sudah bergerak maju untuk mencekik leher Dafa. "Gue cekek lu. Diem gak!" Ancamnya kesal. Setelah dirasa itu sudah cukup mengancam, Dimas pun melepaskan tangannya dari leher Dafa.
"YA TERUS APA DONG?" Tanya Dafa ngegas karena hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa.
"Mas Mahe keterima SNMPTN di universitas favorit." Jawab Damar dengan santai.
Kini giliran Dafa yang berteriak heboh. "BENERAN? WAH SELAMAT MAS MAHEEEEE!" Cowok itu bergerak maju memeluk Mahesa yang masih cengar-cengir.
"Iya, makasih," balas Mahesa kalem.
"Wih silimit Mis Mihi," nyinyir Dimas yang kesal karena lengkingan suara Dafa yang masih berdenging di kupingnya.
"Apaan sih ah!?" Dafa berdecak keras setelah mendengar nyinyiran Dimas sekaligus mendapat toyoran pelan di kepalanya. Hampir saja Dafa bergerak maju ingin menoyor balik Dimas, namun niat itu dibatalkan karena tiba-tiba Mahesa berbicara padanya.
"Sekarang tinggal kamu yang ujian, Daf. Dua hari lagi kan?" Tanya Mahesa memastikan.
Dafa mengangguk kecil. Ia mendadak menjadi lesu mengingat ujian itu. Rasa takutnya kembali membuncah di dalam dirinya.
"Dafa takut gak keterima nih," ucap si bungsu seraya menggaruk rambutnya frustasi.
"Sans lah, Daf. Kan bisa ikut lagi nanti pas SMA." Sahut Dimas berusaha menenangkan.
"Ya iya sih," Dafa mengangguk membenarkan.
Damar mendekat ke arah Dafa lalu merengkuh adiknya itu. "Tenang aja, nanti kamu selesai ujian, mas traktir es krim deh."
"Masa es krim doang sih, Mas? Sekalian beliin sushi dong," protes Dafa yang malah meminta lebih.
"Heu gak tau diri dasar!" Cerca Dimas seraya menoyor kepala si bungsu dengan pelan.
"Biarin lah! Daripada lo!" Balas Dafa kesal.
"Apa? Gue apa?" Tanya Dimas sengak.
"Daripada lo, gamon!" Ledeknya yang kemudian menggoyang-goyangkan pantatnya ke arah Dimas seraya bernyanyi. "Dimas gamon~ padahal Jihan udah punya pacar~ tapi masih ngarep~"
Dimas yang diledek seperti itu pun bergerak maju ingin menampol adiknya sambil mengumpat kesal.
"Anjir emang lo ya!"
Kemudian terjadilah pertengkaran kecil antara Dimas dan Dafa. Tak ada yang melerai, karena mereka tidak akan bermain fisik. Mahesa juga tidak ada niatan untuk memisahkan mereka berdua. Karena ia rindu melihat interaksi adik-adiknya yang sangat ia jaga dan sayangi.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
1M3D ✔
FanfictionKeseharian si empat bersaudara. 🔼Lokal, au! Non baku 🔼BUKAN BxB!!! 🔼Start : 12-07-19 🔼End : 27-10-20