12 - Harapan Dimas

179 37 0
                                    

"Dafa jemurnya buruan, ngapain ketawa-tawa sih???"

Mahesa yang sedang berada dikamarnya jadi mengomel karena mendengar cekikikan Dafa yang tak henti-henti. Kebetulan kamarnya dekat dengan balkon untuk menjemur pakaian. Dan Mahesa yang sedang mempersiapkan ulangan untuk esok hari itu merasa terganggu dengan suara Dafa.

"KOLOR MAS DIM SEJAK KAPAN WARNA PINK? HAHAHAHAHA!"

Lagi, Dafa tertawa ngakak. Dan kebetulan, Dimas sedang di kamar Damar—yang bersebrangan dengan kamar Mahesa—otomatis mendengar teriakan Dafa.

Cowok itu pun berlari keluar untuk mengecek apa yang sedang dilakukan Dafa diluar. Takut adiknya yang satu itu melakukan hal-hal bodoh.

"APASI GOBLOK! PUNYA IBU ITU!" Balas Dimas ngegas.

"YHAAA BOONG! MANA ADA KOLOR IBU SELEBAR INI????"

Dafa mengangkat tinggi celana dalam yang ia maksud. Membuat Dimas mendelik jijik dan berdecak keras. Kelakuan Dafa hari ini benar-benar tidak jelas. Receh banget.

"Itu punya ibu, dih!" Kata Dimas lagi yang teguh pendirian. "Lagian mana ada sih yang jual kolor cowok warna pink????"

"Yeu siapa tau kan lu beli custom."

"Yakali," Dimas memutar bola matanya malas.

"Eh mas, ibu bapak balik!!" heboh Dafa yang mendadak berjalan cepat menuju tepi balkon dan menunjuk sebuah mobil yang familiar berhenti di depan rumah mereka. "Turun, turun!" ajak Dafa bersemangat.

Tanpa pikir panjang lagi, Dafa langsung melempar asal celana dalam pink tersebut yang tak sengaja jatuh di genteng rumah orang. Kemudian Dafa berlari ke bawah untuk menyambut kedua orang tuanya yang telah pulang dari Padang.

Tak lupa ia juga meneriaki ketiga mas nya untuk menyusul turun ke bawah. Anak bungsu satu ini benar-benar merindukan kedua orang tuanya. Sifat manja Dafa pun keluar ketika sudah berinteraksi dengan orang tuanya.

"Ibuuu kangennn," rengek Dafa manja seraya merentangkan tangan saat ibu keluar dari dalam mobil.

Ibu menyambut dengan senyuman dan segera memeluk Dafa yang sudah merengut manja. Dielusnya rambut Dafa yang wangi shampoo bayi. "Anak ibu kok makin ganteng sih?" 

"Enggak ah, gantengan Dimas." sahut Dimas sewot. "Gantian Daf, aku juga mau meluk ibu." usirnya sembari menarik bahu Dafa agar mau melepas pelukannya dari sang ibu.

"Ck, apasih?!" balas Dafa tak kalah galak.

"Udah sini ibu peluk dua-duanya."

Kalau kedua anak SMP itu sedang berebut untuk memeluk ibu kandung mereka, berbeda dengan kedua anak yang sudah menginjak SMA,  Mahesa dan Damar memilih untuk menyalimi ayah mereka terlebih dahulu dan membantu mengeluarkan barang yang ada di dalam mobil.

"Woah, ayah beliin aku bola baru nih?" tanya Damar saat menemukan sebuah bola di dalam bagasi.

"Iya, ayah juga beliin oleh-oleh buat Mas Mahe, Dimas sama Dafa." jawab ayah yang baru saja mengangkut koper hitam. "Yaudah ayo masuk,"

Keenam anggota keluarga itu sudah berkumpul di depan TV. Ayah dan ibu asik berbincang dengan Mahesa. Sedangkan Damar, Dimas, dan Dafa dengan bersemangat membuka kardus yang berisikan oleh-oleh.

Tiba-tiba Dimas teringat sesuatu. Ia pun beranjak menuju kamarnya untuk mengambil sebuah amplop putih yang akan ia berikan untuk kedua orang tuanya.

"Bu, Yah, ini ada surat undangan dari sanggar." kata Dimas sembari mengulurkan amplop putih tersebut.

Selama ini Dimas mengikuti kelas modern dance selama enam bulan. Sejak kecil Dimas sudah menyukai dunia tari. Tetapi Dimas baru bisa mengikuti kelas tari dari awal bulan April lalu, saat dirinya masih kelas delapan.

1M3D ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang