02 - Tragedi Peluit Merah

292 59 8
                                    

Jam tujuh di Minggu pagi memang enaknya buat menjelajahi kasur. Mendengarkan lagu sambil memakan cemilan juga pilihan yang tepat untuk seorang pemalas seperti Damar Astaguna.

"Mar, olahraga yuk!"

"Minggu depan aja ya, Mas."

"Mas Damar, temenin dedek main bulu tangkis dilapangan yuk..."

"Mas bisanya cuman main bola,"

"WOI MAR  FUTSAL YOK!"

"Males."

Hampir setiap minggu pagi selalu saja ada ajakan yang ditolak Damar. Segitu pemalasnya ia dihari Minggu. Entah alasan apa yang membuat Damar menjadi satu-satunya anggota keluarga yang pemalas.

Damar lebih suka keluar di sore hari. Bersepeda, bermain bola, atau hanya sekedar duduk di taman menikmati angin sore.

Tapi pagi kali ini Damar ingin mencoba hal baru. Lebih tepatnya dipaksa untuk melakukan hal baru. Yaitu belanja di pasar.

Belanja di pasar itu bukan tugasnya. Tugas Damar hanya bagian memasak. Biasanya ini tugas Dafa dan Dimas. Tetapi Dimas sedang sakit karena kelelahan setelah melaksanakan pelantikan pramuka. 

"Mas Damar ayo ah!"

Dafa menarik selimut yang dipakai Damar untuk menutupi tubuhnya. Walaupun selimutnya sudah ditarik, Damar masih berusaha untuk tidur. Cowok itu pun menutupi kepalanya dengan bantal agar tidak mendengar rengekan adiknya.

"Mas, laper nih aku!" curhat Dafa dengan muka memelas. "Disuruh Mas Mahe beli bubur,"

Mendengar itu Damar mengangkat bantalnya lalu melirik Dafa. Dafa tersenyum, ia senang karena mas nya itu bangun karena mau menemaninya ke pasar. Namun itu hanya Dafa saja yang kegeeran.

"Yaudah gue nitip nasi uduk." kata Damar cuek. Kemudian ia kembali menutup kepalanya menggunakan bantal.

Dafa melongo.

"Sama Mas Mahe aja sana," lanjut Damar walau suaranya sedikit samar karena tertutup bantal.

"Mas Mahe mau pergi rapat," jawab Dafa yang tidak dibalas lagi oleh Damar.

Pemuda itu jadi melirik sekitar. Mencari barang yang bisa digunakan untuk membangunkan Damar. Dafa berjalan ke arah meja belajar Damar. Tak lama, ia meraih sebuah benda berwarna merah. 

PRITTTTTTTT

"WOI DAMAR ASTAGUNA! PRITTTT! DAMAR AYO BANGUN!!!"

Dafa berkali-kali meniup peluit pramuka milik Dimas yang entah kenapa bisa ada di kamar Damar. Bahkan dengan songongnya, Dafa memanggil Damar tanpa menggunakan 'mas'.

Spontan Damar bangun dan langsung melempari Dafa dengan bantal yang ia pegang. "Heh! Songong banget manggil gue nggak pake 'mas'! Ketahuan bapak mampus lo!" omel Damar yang sebenarnya masih jantungan karena serangan peluit Dafa.

"Ya mumpung bapak nggak di rumah, hehe." Dafa menyengir lebar. Kemudian cowok itu menarik tangan Damar agar segera turun dari kasur. "Makanya ayo ke pasaaaar..."

"Ogah, males. Dafa songong." tolak Damar sok ngambek.

Dafa memajukan bibirnya jadi merengek memohon maaf. "Maaf, Mas. Lagian Mas Dim juga suka manggil nama doang tapi nggak dimarahin tuh,"

Damar menghela nafas. "Kalau si Dimas mah emang udah barbar dari kecil. Susah dibilangin." curhat Damar. Faktor lain kenapa Dimas memanggil Damar langsung dengan nama, karena mereka berdua hanya berbeda satu tahun. Sedangkan Damar dengan Mahesa berbeda dua tahun, begitu juga Dimas dengan Dafa. 

Mungkin itu juga salah satu alasan kenapa Damar menjadi pemalas. Karena ia kekurangan ASI.

"Yaudah, dedek niruin Mas Dimas ah. Manggil Mas Dim 'Dimas' aja, gak usah pake 'mas'." ujar Dafa malah ngelantur.

"Sembarangan. Di geplak kamu nanti sama Dimas," tegur Damar seraya bangun dari tempat tidur. Tangannya mengelus kepala Dafa sekejap lalu tersenyum kecil. "Yaudah ayo ke pasar,"

"Yeyyyy!"

Dafa bersorak riang sambil keluar kamar mengekori Damar. Sampai-sampai ia tak sadar kalau sudah meniup peluit dengan sangat kencang.

"BACOT, ANJING! SIAPA SIH?!!"

"BACOT, ANJING! SIAPA SIH?!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mendadak Dafa membeku. Cowok itu melirik pelan ke arah kamar dengan pintu yang baru saja dibuka oleh si pemilik kamar. Dafa langsung mengalihkan pandangan ketika tatapannya bertemu dengan Dimas. Tangannya refleks kebelakang punggung, menyembunyikan peluit yang tadi ia tiup.

Dafa lupa kalau Dimas sedang sakit dan saat sakit Dimas akan 10x lipat lebih sensi. Sebenarnya Dimas sangat jarang menggunakan kosakata hewan seperti tadi. Kalau sudah menyebut nama hewan, itu tandanya Dimas sedang marah besar.

"Udah udah sana tidur lagi," Damar menengahi saat ia tau Dimas ingin berjalan menghampiri Dafa yang sudah ingin menangis karena takut.

Dimas berdecak kencang. Lalu menatap Dafa seperti ingin mengatakan 'awas aja lo!' sebelum akhirnya ia memilih diam dan menutup pintu kamar.

Setelah itu Dafa langsung terduduk lemas. Ia memegangi dadanya yang seperti mendapat serangan jantung. "Dafa masih hidup kan ya?" monolog nya masih tidak percaya kalau ia hampir diterkam macan.

Sedangkan Damar malah tertawa. "Sukurin," ledeknya senang sambil menuruni tangga.









a/n :

Selamat untuk Dafa yang debut di X1!!! Walaupun sebenernya aku sedih ya Dafa ga debut bareng abang-abangnya disini.

Tenang aja meskipun sekarang mereka pisah, cerita ini bakal tetep lanjut. Jadi tungguin terus ya...

Sekian, semoga terhibur!

1M3D ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang