Sudah hampir seminggu kerjaan Damar hanya makan-nonton-tidur. Begitu terus sampai ia bosan. Itu semua karena kakinya mengalami cedera. Entah bagaimana ceritanya, yang Damar ingat ia saat itu hanya berlari menggiring bola kemudian kakinya tak sengaja diinjak keras oleh lawan, dan Damar terjatuh kesakitan, lalu berakhir di atas kasur.
Kemudian Mahesa dengan telaten mengompres kakinya dengan air es. Setelah itu Mahesa pergi menuju pensinya Dimas, dan digantikan oleh Dafa yang setia duduk di samping Damar yang terbaring lemah di atas kasur. Sekitar 30 menit kemudian, Mahesa kembali ke rumah bersama Dimas yang tiba-tiba memeluk Damar sambil menangis keras.
"Dim, kamu kenapa?" Tanya Damar saat itu. Mata Damar pun melirik ke Mahesa yang berdiri di belakang Dimas. Cowok itu bertanya lewat tatapan mata, sedangkan tangannya sibuk mengelus punggung Dimas.
Mahesa tersenyum kecil. Ia tau sejak tadi Dimas sudah menahan tangis. Mungkin malu menangis di depan Mahesa. Namun Dimas selalu tak bisa berbohong saat sudah bersama Damar.
"Mas Dim ngapain nangis sih? Mas Damar gak bakal mati gara-gara cedera kali." Cibir Dafa yang langsung di tegur Mahesa untuk menyuruhnya diam saja. Tetapi tetap saja mulut Dafa gatal, "Kemaren Dafa sakit gak di nangisin tuh sama Mas Dim. Curang nih!"
Mendengar itu Dimas jadi melepaskan pelukannya pada Damar, menangkan diri sejenak lalu mengelap sisa air matanya. "Pergi dulu, baru gue nangisin." Katanya.
"Pergi kemana?"
"Mati,"
"Heh, sembarangan."
Dan hari itu diakhiri dengan percekcokan antara Dimas dan Dafa.
Damar tersenyum mengingat kejadian itu, dimana tiba-tiba Dimas datang dan menangis di pelukannya. Sampai-sampai ia tak sadar sejak tadi jari tangannya menekan tombol di remote tv yang berfungsi untuk mengganti channel.
"Mas, jangan diganti-ganti napa channelnya!" Omel Dafa yang kemudian merampas remot dari tangan Damar.
"Eh maaf, Mas gak fokus." Damar menyengir merasa bersalah.
"Oiya, Mas, kok gak ada yang jengukin mas sih?" Tanya Dafa penasaran.
"Kemaren sebanyak itu kamu bilang gak jengukin?" Damar bertanya balik dengan nada heran. Pasalnya kemarin teman-teman dari club bolanya datang menjenguk. Kemudian beberapa teman kelasnya juga sudah ada yang datang menjenguk.
Dafa cengengesan, "Maksudnya Kak Qian lhoo... atau gak si siapa namanyaaa??? Oiya, Kak Una!"
Saat Dafa menyebutkan dua nama itu, tanpa sadar Damar mendelik sekaligus ikut penasaran juga kenapa Qian yang biasanya paling heboh untuk jengukin orang, sekarang malah tak datang menjenguknya. Una yang biasanya memiliki perhatian lebih juga tidak datang. Kemarin saja yang datang hanya teman-teman dekat Damar di kelas. Dan mereka blangsak banget kalo kata Damar, bukannya di doain biar cepet sembuh, mereka malah ngerayain ala birthday party karena akhirnya Damar sakit juga.
"Gak tau, sibuk kali," jawab Damar seraya mengangkat kedua bahunya.
"DAMAAAAR! ADA YANG NELPON NIH!"
Suara pekikan Dimas dari dalam kamarnya membuat Dafa dan Damar yang ada di ruang tengah tersentak. Tadi Damar numpang nge-charge hapenya di kamar Dimas. Soalnya kalo nge-charge di kamar Damar sendiri, kejauhan.
"BAWAIN LAH DIM!" Sahut Damar tak kalah keras.
Dafa pun iseng ikut menyahut, "TAU NIH! KALO MAS DAMAR YANG KESANA KEBURU MATI DULUAN TELPONNYA, KOCAK!" Katanya jadi tertawa sendiri mengingat Damar kalau jalan pincang jadi aneh sekaligus kocak.
Pintu kamar Dimas akhirnya terbuka. Bukannya berlari biar Damar bisa cepat menjawab telepon, tetapi cowok itu malah berjalan santai. Kemudian saat sudah dihadapan Damar, Dimas mengulurkan handphone Damar sambil berkata,
KAMU SEDANG MEMBACA
1M3D ✔
FanfictionKeseharian si empat bersaudara. 🔼Lokal, au! Non baku 🔼BUKAN BxB!!! 🔼Start : 12-07-19 🔼End : 27-10-20