Derasnya hujan membuat Damar dan teman-temannya terjebak di dalam kelas. Tak ada yang beranjak untuk pulang, kecuali mereka yang masa bodoh dengan baju basah. Bahkan tak peduli kalau akan masuk angin.Mahesa sudah pulang duluan. Katanya tak enak badan. Alhasil Damar harus pulang sendiri. Biasanya jika keadaan seperti ini, Damar sekalian menunggu Mahesa pulang rapat. Jadi bisa pulang bersama dengan kendaraan masing-masing.
Rencana sore ini ada sparing dengan sekolah lain. Damar sudah siap mental dan fisik sejak latihan kemarin. Tapi kalau hujan begini, maka rencana itu gagal dan diundur.
"EH ADA YANG MAU GUE TEBENGIN GAK???"
Seorang perempuan yang baru saja meletakkan sapu dipojok ruangan berteriak kencang dan membuat seisi kelas menoleh dan menggeleng pelan.
"IH KOK PADA NGALINGIN MUKA SIH?!?!?" Protesnya lagi.
"Naik ojek aja sih, Yan." Balas Ikal sewot.
"Tau nih, Qian, ngerepotin mulu hobinya." Sindir Adit pedas yang membuat Qian berdecih tak peduli.
"Ck, yang cewek ga ada yang rumahnya ke arah Kencana Indah apa?" Tanya Qian lagi yang sekarang sudah berdiri di depan kelas.
"Itu tuh si Damar rumahnya ke arah sono," kompor Ikal.
Damar yang awalnya sedang melamun jadi tersentak kaget. "Gue kenapa?" Tanyanya polos.
"Nebeng dong pulangnyaaa!" Rengek Qian sembari menghampiri bangku Damar.
"Rumah lo dimana?" Tanya Damar kepo.
"Kencana Indah. Lo dimana deh Mar?"
"Oalah gue di Vila Mutiara,"
"Ih deket! Nebeng yaaa!" Pinta Qian lagi dengan suara cemprengnya.
Damar bergeming. "Hmm yaudah,"
Sesuai janjinya, Damar pun tidak langsung pulang ke rumah ketika hujan mulai reda. Motornya berbelok ke arah rumah Qian yang sekarang duduk dibelakangnya.
Selama perjalanan, mulut Qian tak bisa diam. Selalu mereceh atau menceritakan hal-hal tidak jelas yang dialaminya. Sebagai pendengar yang baik, Damar pun menanggapi dengan cengiran. Menimpali dengan kata-kata yang lucu juga. Obrolan mereka pun tak terputus sepanjang perjalanan.
"Eh, Mar, cek grup deh." Ucap Qian sambil turun dari motor.
"Kenapa?" Tanya Damar tanpa melakukan yang disuruh Qian.
"Hape lo ketinggalan." Ceplos Qian yang mendadak menepuk dahinya. "Oh iya ngapain juga gue nyuruh lo cek grup. Kan hape lo di sekolah."
Damar refleks meraba kantong celananya. Kemudian berdecak dan menghembuskan nafas dengan kasar.
"Terus di kelas masih ada orang?" Tanya Damar dengan nada panik.
"Masih," jawab Qian cepat.
"Yaudah gue balik deh,"
"Eh lo mau bawa jas hujan ga?" Tawar Qian sebelum Damar pergi. Cewek itu langsung mengeluarkan jas hujan nya dari dalam tas. "Nih nih bawa, takutnya hujan lagi."
Damar segera mengambil, lalu menaruhnya didalam tas. "Makasih, pinjem dulu ya." Setelah mengucapkan terima kasih dan dibalas anggukan oleh Qian, Damar langsung tancap gas.
Damar berlari setelah memarkirkan motornya diparkiran. Celana abu-abunya sudah basah karena terciprat genangan air.
Langkah Damar terhenti saat ia sudah sampai di depan kelas. Bahunya naik turun. Nafasnya tidak teratur. Itu karena kelasnya terpencil dan jauh dari gerbang.
"Lho?" Latah Damar ketika melihat teman sekelasnya berdiri sendiri di depan kelas.
"Ini hape kamu," Cewek manis itu menyodorkan hape kepada Damar.
Damar meraihnya dengan senang hati. "Oh makasih, Na."
Husna atau yang akrab dipanggil Una itu mengangguk kecil. "Kelasnya udah di kunci. Jadi udah pada pulang semua." Jelas Una tanpa diminta saat Damar melirik kedalam kelas melalui jendela.
"Terus kamu ngapain masih disini?" Tanya Damar yang mengikuti gaya bahasa Una.
"Nunggu ojek online."
"Kok tumben ojek mau kalau hujan," gumam Damar bingung.
"Engga, aku belum mesen. Di cancel terus daritadi," cerita Una polos.
"Yaudah bareng sama aku aja," tawar Damar.
"Hm, beneran?" Tanya Una tak percaya. "Rumah kita gak searah, Mar."
"Iya gapapa, daripada gak pulang kan?" Kata Damar. Cowok itu kekeh untuk mengajak Una pulang bersama. Ia merasa kasihan dan tak enak bila tak bisa menolong teman kelasnya sendiri. "Ayo, udah gerimis. Aku bawa jas hujan dua."
Sebenarnya Damar sudah membawa jas hujan dari rumah. Cuman tiba-tiba Qian menawarinya jas hujan, dan tanpa pikir panjang Damar langsung mengambilnya. Padahal ia sendiri tau kalau dimotor ia menyimpan jas hujan juga.
"Ayo, Una. Udah mulai hujan," paksa Damar yang refleks menarik lengan Una.
Cowok itu melangkah cepat menuju motor dengan Una dibelakangnya yang berlari kecil karena berusaha menyamai langkah Damar.
Bodoh memang Damar. Apa dia tidak berpikir Una sudah jantungan karena dia menggandeng tangan Una?
Ternyata rumah Una tidak terlalu jauh dari rumah Damar. Jujur, Damar mengucapkan syukur yang banyak karena ia tak perlu capek-capek muter jauh untuk kembali kerumahnya sendiri.
"Ini jas hujannya aku bawa dulu ya. Besok baru balikin," kata Una. Kebetulan Una memakai milik Damar, dan Damar memakai milik Qian. "Makasih ya,"
"Iya sama-sama. Duluan," pamit Damar sambil tersenyum manis.
Damar pun akhirnya kembali melaju dengan kecepatan sedang. Berbeda dengan perjalanan yang pertama saat bersama Qian, ketika bersama Una, Damar lebih banyak mengajak ngobrol. Walaupun tidak seaktif Qian saat bertanya kepada Damar. Namun itu cukup untuk menutupi kecanggungan diantara mereka.
Una ini manis dan lembut. Sesuai dengan ukuran tubuhnya yang kecil, Una adalah cewek imut yang tingkahnya membuat orang-orang gemas tanpa sadar. Sedangkan Qian itu cewek cantik yang hyper aktif. Dia jadi mood maker kelas. Selalu meramaikan kelas dengan caranya sendiri.
Dan Damar tak tau bahwa kedua orang yang duduk di jok belakang bersamanya tadi, sama-sama menyukai Damar. Qian dan Una mengagumi Damar sejak awal kelas sebelas.
Teman kelasnya pun tahu kalau Qian dan Una menyukai Damar. Karena memang sangat terlihat. Cuman Damar saja yang tidak peka dan bodoh dalam hal seperti ini.
Bahkan Dafa sampai tau tentang itu setelah mendengar cerita alasan dibalik Damar pulang sampai malam.
"Mas, kasian anak orang baper," tegur Dafa tiba-tiba.
"Hm?" Gumam Damar bingung. "Siapa?"
"Haduh, kenapa sih Mas ga peka?"
"Ngomong apa sih, Daf?" Balas Damar makin bingung.
Dafa hanya mengangkat bahunya tinggi-tinggi. Sengaja membuat Damar penasaran.
Setelah berpikir lama, cowok itu menjentikkan jarinya. "Maksudnya Qian sama Una baper sama gue?" Tanya Damar tepat sasaran. Namun ia langsung mengelak, "Nggaklah Daf, ngapain juga baper sama gue. Gue kan gak ngapa-ngapain,"
Dafa mendengus sebal. Dalam hati sudah memaki Damar yang kelewat gak peka dalam hal ini.
Dimas yang ikut mendengar sejak tadi jadi menyeletuk gara-gara gemas Damar tidak paham-paham, "lo terlalu baik, Mar."
"Nah iya bener!" Dafa ikut-ikutan.
Damar diam. Memikirkan yang diucapkan kedua saudaranya.
Masa sih? Batin Damar bingung.
"Gue cuman nganterin temen, berarti abang gojek juga suka bikin cewek baper dong?" Tanya Damar dengan wajah serius. Dan disambut helaan nafas sebal oleh kedua saudaranya.
a/n :
Bakal ada W project nih... ditunggu ya Mas Dam♡♡♡
KAMU SEDANG MEMBACA
1M3D ✔
FanfictionKeseharian si empat bersaudara. 🔼Lokal, au! Non baku 🔼BUKAN BxB!!! 🔼Start : 12-07-19 🔼End : 27-10-20