Alisha tengak-tengok di koridor lantai satu, dia kebingungan udah kayak orang linglung lupa jalan pulang. Cewek itu sedang mencari manusia yang membawa kertas soalnya dan dalam lima belas menit evaluasinya di mulai.
Siswi itu udah enggak bisa membayangkan wajah Ezra kalau soalnya belum ketemu. Dia hampir putus asa. Cowok tanpa identitas itu bener-bener hilang jejak.
Tak lama kemudian dia mengangguk paham harus kemana. Cowok tadi kan memakai baju basket, siapa tau dilapangan. Tapi begitu melewati lab gadis itu menghentikan langkah. Dia yang awalnya ragu akhirnya berani mengintip. Siapa tau kan cowok itu lagi di lab entah ngapain. Dari pada nggak ketemu dimana-dimana mending semua tempat dijelajahi.
Biar ngga keliatan banget ngintip jadi sambil jalan melirik-melirik gitu. Kan harus jaga image. Nanti kalo ketahuan lagi ngeliatin orang di dalem ruangan dikira apaan. Meski begitu Alisha serius banget ngintipnya sampai dia malah tabrakan dengan orang.
"Ah aduh." Alisha mendongak menatap cowok yang lebih tinggi darinya. "Maaf." katanya kemudian melarikan diri.
"Eh, tunggu-tunggu." cowok itu narik kerah Alisha kasar, kaya lagi ngambil kelinci dari kandang. Alisha terpaksa berhenti di depannya. Was-was juga bakal di labrak gara-gara ngintipin kelas lain praktek.
Pemuda itu menyipitkan mata menatap Alisha lekat. "Lo.. " katanya menunjuk Alisha. Tapi cewek itu melirik jam, kurang sepuluh menit lagi sebelum masuk. "Maaf Ka buru-buru." Kata Alisha membalikkan tubuh.
"Lo nggak kenal gue? Lupa lo?" Sambut pemuda itu membuat Alisha mengerutkan kening juga. Nggak ngerti ya dia lagi buru-buru. Tapi cewek itu malah balik lagi menatap matanya. "Siapa ya?"
"Ini gue.. Lo lupa?" cowo itu juga gemas. Tak lama kemudian Alisha manggut-manggut, memang wajahnya enggak asing sih, agak ragu juga mau jawab. "Itu... Hmm... Kaka yang di brosur sama poster sekolah kan?" Benar, kayaknya Alisha nggak salah.
Tapi cowok itu makin mengerutkan kening. Apaan sih? "I.. Iya bener sih. Tapi lo serius enggak inget gue?"
Siapa? Dia cowok yang nabrak? Perasaan tingginya aja nggak segini deh, kulitnya juga nggak seputih ini. "Emang siapa ya Ka?" Alisha nggak enak jadi nanya sopan.
Dasar cewek bego, dia tuh harusnya mikirin soal. Cuman gara-gara enggak enak sama kaka kelas di depannya dia meng-handle pencarian si pemain basket.
"Yee... Nggak tau makasih ya lo udah gue ambilin sepatu di kolam juga."
Alisha ber-oh ria. Iya dia baru tau cowok itu ngambilin sepatunya kemarin. Namanya juga manusia pasti punya salah. Contohnya Alisha. Salahnya banyak banget. "Eh iya ka. Makasih yah kemarin. Gue duluan."
"Mau kemana sih? Buru-buru amat."
"Nyari orang kak."
"Siapa? Ganteng ngga?" ini cowok apaan sih? Dia transgender? Nggak normal?
Halah. apaan. Nggak sempet mikir kayak gitu. kurang delapan menit lagi." Bukan Ka, nggak tau siapa. Orangnya tinggi kulitnya agak item."
"Lo nggak kenal?" tanyanya lagi. Tinggalin aja kenapa sih Sha? Buang-buang waktu lo banget. Emang lo siap jadi tumbal Ezra?
Alisha menggeleng. "Gio kali yang lo maksud." Katanya memberi petunjuk membuat Alisha sedikit berbinar. "Ciri-cirinya kaya gitu Ka?"
Pemuda itu mengangguk. "Tinggi iya, item juga iya. Mau gue anter ga?" Dia cowok baik aslinya. Cuman banyakan sengklek aja jadi pandangan orang ke dia kurang walaupun mukanya lumayan oke.
"Emang dimana Ka?" Tanya Alisha berjalan di samping pemuda itu. "Pool indoor."
"Ha?" Alisha membelalakkan mata. "Jauh banget ka. Yaudah kalo gitu kita lari aja biar cepet. Bentar lagi masuk."
Cowok itu berlari lebih dulu dengan Alisha yang dibelakang. Kalo di fantasi mah cowok bakal nunggu ceweknya lari atau malah digendong gitu. Lah ini Alisha udah ngos-ngosan tapi cowok itu enggak peduli. Lebih tepatnya Alisha ditinggal.
Gedung pool indoor itu jauh banget. Dekat sama gedung utama. Karena gedung sekolah ini membentuk kotak dengan parkiran di samping kantin lalu tiga lapangan utama sekolah ditambah taman dan halaman biasa. Alisha yang satu gedung dengan kantin letaknya paling pojok berlawanan sama gedung sport dekat gedung utama. Bayangin lah sejauh apa. Mana tuh sekolah luasnya melebihi kebun kelapa sawit. Ibarat ujung pulau ke ujung pulau Lagi.
Alisha tengak tengok di depan gedung gara-gara cowok itu menghilang, mau masuk tapi itu ruangan khusus cowok. Dia dikerjain? Sialan. Alisha udah menghentakan kaki kesal, hampir aja teriak menyebutkan hewan liar. Udah capek tapi nggak ada yang benar.
"Tuh. Ini bukan?" Kaka kelas itu keluar dari gedung sambil menyeret seorang yang pake celana renang tapi berkemeja putih sekolah, berantakan gitu. Alisha menggelang, bukan cowok itu.
"Lah katanya item sama tinggi? Ini Gio juga sama kayak gitu."
"Anjir, gue lagi ganti diseret. Begitu keluar dikatain item. Bangke lo!" Gio misuh-misuh.
Alisha diam kemudian perlahan meninggalkan mereka dengan wajah lemas. Harus nyari kemana? Dua menit lagi masuk. Tau enggak sih perasaan kayak orang mau di kurbanin buat bulan haji.
"Siapa sih?" Tanya Gio masih melihat punggung Alisha. "Cantik kan?" Temannya malah balik bertanya sambil menaikkan alis sombong.
Gio melengos. "Iya cantik, emang siapa? Kayaknya asing banget mukanya."
"Cewek gue." Cowok itu tersenyum lebar membuat Gio justru malas melihat. "Halah tai kucing. Kelamaan jomblo sih lo. Setiap cewek cantik lo aku-akuin. Gue jamin model judes begitu lo nggak bisa bertahan." Gio berjalan kembali memasuki gedung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glass Bead
Teen Fiction"Nomer lo?" "Nomer apa ka?" Cewek itu bukannya bego. Dia hanya punya jawaban bercabang seperti nomor sepatu, dia kan lagi pake sepatu atau nomor loker dan mungkin juga nomor keberuntungan. Siapa tau kan cowok itu mau nanya gitu. -Nggak semua manusia...