Brian menaruh kursi di samping pembatas rooftop setinggi pinggang. Cowok itu kemudian memberi isyarat pada Alisha supaya duduk di kursi itu.
Alisha mengerutkan kening, punya firasat buruk juga. Cewek itu diam masih ragu pada Brian.
"Kenapa? Lo ngga pengen duduk disini? Bagus loh pemandangannya." Si bule itu masih berusaha. Siapa tau beban Alisha berkurang dengan melihat suasana luar dibawah langit sore gini.
"Lo nggak nyuruh gue bunuh diri, kan?" Tanya Alisha menatap Brian kaya bocah TK yang lagi nanya balon ke Akang bakso. Bego-bego polos gimana gitu.
Brian hampir aja ketawa ngakak. Alisha tuh korban drama banget ya. Cuman lagi ada masalah terus ke rooftop kan bukan berarti mau mengakhiri hidup. Cowok itu menggeleng kuat kemudian menyuruh Alisha mendekat, mempersilahkan duduk.
"Tapi gue takut ketinggian." Lagi, Alisha tuh mukanya nggak dipaksa polos kalo kayak gini.
"Makanya, kalo duduk kan lo ngga bisa liat ke bawah langsung. Liatnya tuh langit atau gedung-gedung aja." Cowok itu mendorong pundak Alisha menuntun agar duduk, yang di turuti tanpa tolakan.
Alisha mengambil nafas dalam, memandangi langit berwarna oranye. Sementara Brian duduk di lantai menyender pada pembatas, dia mulai membuka hapenya. Mereka berdua duduk berdampingan dengan arah berlawanan.
"Alisha.." suara Callia membuat Alisha menoleh. Cewek itu berjalan mendekat dengan Daniel di belakangnya. Mereka semua ngapain? Kok ngumpul di rooftop.
"Kok lo kesini? evaluasinya gimana?" tanya Alisha begitu Callia memegang kedua pundaknya.
Callia memajukan bibir bawahnya. Alisha tuh nggak tau apa kalo pas tadi dia nangis ngelewatin ruangannya Callia. Masa iya temen sendiri lagi sedih dia masih mikirin evaluasi. Emang Callia temen murahan?
"Kaka kelas gue lagi sibuk jadi gue pengen kesini aja. Tadi diajakin Daniel." bohong nya yang sebagian itu benar. Daniel nggak ngajakin, tapi ketemu dijalan pas liat Alisha dan Brian jalan ke rooftop.
Callia menarik kursi di pojokan ke samping Alisha, membuat mereka duduk berdampingan. "Lo ngga papa?"
Alisha mengangguk pelan. Kenapa ya pertanyaan kaya gitu malah bikin nelangsa. Alisha sih bersyukur ada temen kayak Callia tapi Alisha jadi mikir nggak pengen ngerepotin dia. Callia mungkin nggak suka Alisha yang mewek, apalagi ada Daniel dan Brian. Malu.
Duduk diantara mereka bertiga bikin Alisha teringat ucapan Ezra, apa iya Alisha ngga pantes buat di excellent? Teman-temannya itu otaknya luar biasa. Gimana sama otaknya yang cuman pas-pasan?
Cewek berambut panjang sebahu itu menengadahkan kepalanya menatap langit. Dia berusaha sekuat tenaga buat nggak jatuhin air matanya yang udah menggenang. Nggak boleh nangis lagi, malu dong sama yang lain.
Callia yang pengertian memeluk Alisha dari samping, selain pinter Callia juga peka dengan temannya itu. Beruntung Alisha punya temen model Callia.
Callia ngga bakal memaksa Alisha buat cerita, kalo cewek itu emang udah ngga tahan buat mendam sendiri masalahnya juga bakal bilang sendiri. Yang penting dia udah ada disaat Alisha butuh. Memeluk saat rapuh. Dan tersenyum untuk menghibur.
Sesekali Callia menepuk punggung Alisha menguatkan. Dengan adanya Callia bisa bikin Alisha lebih tenang sekarang.
"Sha lo mau ngambil klub apa?" Tanya Callia. Padahal Alisha masih sesenggukan. Tapi memang niatnya itu biar Alisha bisa mengalihkan pikiran dari masalahnya itu.
Alisha menggeleng. "Gue masih bingung. Hiks.. Nggak tau.. Hiks.. Ngambil klub buku.. Hiks.. Atau konseling.. Hiks.."
Alisha emang gitu, masih sempet jawab padahal masih belum bersihin lelehan air di pipi nya. Brian jadi merapatkan bibir menahan tawa. Aneh banget sih cewek itu. Lucu.
"Yan, id reza0% siapa sih?" Pertanyaan Daniel disampingnya membuat pemuda itu buyar. Mereka emang lagi ngegame tapi Brian langsung Break waktu dengar Alisha ngomong.
"Reza" Jawabnya singkat kembali fokus ke game. "Siapa njir? Gue ngga tau." Daniel yang penasaran melotot pada temannya.
"Reza katua kelas kita bego!" Brian kalo Daniel udah melotot pasti ikut terpancing jadi ngotot.
Hari ini kelas excellent sibuk. Tapi masih aja ada yang sempet ngegame atau ngumpul kayak gini. Grand master tuh bukan tempat yang nyuruh lo mikir doang, tapi memanfaatkan waktu, memanage waktu sebaik mungkin.
Bukan cuman nuntut lo buat jadi anak yang cerdas berbakat tapi mengatur hidup lo sendiri. Selama lo masih bisa bersenang-senang tanpa melalaikan tugas dan kewajiban kenapa engga?
🎬🎬🎬
"Heh.. Cewek!"
"Hoii.. Yang pake jaket!"
"Woii... Kuah bakso!"
"Yaampun kutil badak! Budek banget anjirr!" ucap cowok itu seraya menarik kerah belakang Alisha.
Alisha yang terkejut jadi melebarkan mata melihat cowok yang baru saja menyeretnya sembarangan. Alisha tuh bukannya nggak denger. Dia itu nggak merasa dipanggil. Koridor emang nggak ramai tapi ada beberapa murid yang masih bolak balik.
"Nih." cowok itu menyodorkan kertas lecek. Alisha tau dia itu cowok yang tadi nabrak. "Oh ini... Akhirnya.." Mata Alisha berbinar memandangi benda ditangannya.
Perasaannya lega seketika. Dia harus segera menemui Ezra. Tangan cowok di depan Alisha mengacak rambutnya tanpa permisi membuatnya melotot terkejut. "Lucu banget sih lo." Katanya sambil tersenyum ganteng.
Alisha melirik name-tag bajunya 'Kaindra Sachio'. Cewek itu merapikan rambutnya lagi. Dasar cowok aneh, baru ketemu udah ngajak ribut.
"Lain kali ati-ati ya. Kalo jalan Liat-liat. Untung nabrak nya gue bukan hati orang." Ucapnya kemudian yang membuat Alisha tak jadi mengomel.
Alisha yang masih heran membiarkan mulutnya terbuka tanpa disadari. Dia cowok model kaya apa sih? Aneh bin ajaib ngalahin jin nya Aladdin.
Lagi, cowok itu tersenyum sambil memegang pundak Alisha. "Untung hari ini lo pake jaket jadi bisa buat nutupin rok lo yang kotor. Sekali lagi gue minta maaf." katanya lembut.
Alisha mengangguk. "Yaudah Ka, duluan ya Ka." ucapnya berjalan meninggalkan Kaindra. Pikirannya cuman ada Ezra. Biar cowok itu nggak keterusan menghina.
"Ka Bellva." Panggil Alisha di ujung koridor. Yang di panggil menghentikan langkah, menatap Alisha yang entah apa artinya. Untung Alisha lagi nggak peduli.
"Liat ka Ezra ngga ka?" Bellva menggeleng. "Gue nggak tau."
"Apa udah pulang ya Ka?" Tanya Alisha lagi.
Bellva menghembuskan nafas keras. "Mana gue ngerti. cari aja sendiri!" katanya agak ketus kemudian berlalu.
Alisha mencibir, tadi aja keliatan baik. Sekarang kok malah kayak ayam abis bertelur. Ganas.
🎬🎬🎬
Keputusan yang diambil Alisha adalah duduk di halte. Menanti jemputan mamahnya juga menunggu Ezra. Berkali-kali melihat ke arah gerbang mencari mobil hitam Ezra.
Hampir sepuluh menit menunggu, Alisha sempat ragu apa Ezra sudah pulang. Tapi kemudian kendaraan roda empat yang ditunggunya keluar gerbang. Dengan cepat dia menghampiri atau lebih tepatnya menghadang.
"Ka!" Alisha berpindah menuju pintu depan. Ezra yang kayaknya sedang berbaik hati menurunkan kaca jendela mobilnya.
Cowok itu tak mengucapkan kata apapun bahkan tanpa menoleh. Alisha yang tadinya ragu akhirnya menguatkan diri. "Ka, ini kertas yang tadi kena kuah udah ketemu. Tadi udah..."
"Taruh." katanya sedingin kulkas. Cowok itu masih marah? Alisha menurut menaruh kertas di kursi kosong samping Ezra. Tak lama menaikkan kembali kaca mobilnya tanpa kata membuat Alisha terkejut refleks menarik tangannya.
Ezra bisa aja melukai fisik Alisha tadi. Dia cowok apa sih? Dia itu kenapa? Kesalahan Alisha sefatal itu? Dasar cowok gajelas, kejam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glass Bead
Teen Fiction"Nomer lo?" "Nomer apa ka?" Cewek itu bukannya bego. Dia hanya punya jawaban bercabang seperti nomor sepatu, dia kan lagi pake sepatu atau nomor loker dan mungkin juga nomor keberuntungan. Siapa tau kan cowok itu mau nanya gitu. -Nggak semua manusia...